Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mau un box ing
Setelah kejadian tadi Raya merasa dirinya malu bahkan untuk membuka matanya saja dia enggan jadi dia masih memejamkan matanya seolah-olah masih tertidur. Dia masih dalam dekapan erat dan hangat Arsyad, diam-diam Raya menelisik wajah Arsyad kalau diperhatikan secara seksama memang terlihat tampan, tapi menurut Raya jika dilihat normal begini alias tidak dekat hanya biasa saja. Tapi pesonanya yang luar biasa.
'Mau ditaruh dimana mukaku ini ya ampun!'
Raya melirik jam dinding menunjukkan jam setengah empat sore. yasudah lah biarkan saja nanti sampai jam lima baru bangun.
Dia terlelap kembali menyusuri mimpi yang belum kelar. Namun setengah jam kemudian Arsyad terbangun dari tidurnya melihat wajah cantik didepannya siapa lagi kalau bukan Raya. Mengelus pelan wajah imutnya memberi kecupan manis pada bibir Raya. Diam-diam sekali Arsyad ini pandai mencuci dalam kesempatan.
"Cantik sekali bidadariku kalau tidur begini,"
"Oh kalau sudah bangun nggak cantik, gitu?" Arsyad kaget karena tiba-tiba Raya menjawab ucapannya barusan.
"Sudah bangun?" dia mencoba menenangkan diri.
"Dari dari tapi mau tidur nggak bisa, yaudah merem aja. Berarti bener nih kalau nggak tidur nggak cantik?"
"Ng-nggak kok kamu tetep cantik kapanpun dan dimanapun," mata Raya memicing tak percaya dengan ucapannya.
'Ambil aman saja Syad memang istriku terlalu cantik cuma tadi salah ngomong saja.'
"Sudah ya ayo kita bangun sudah sore, mas telat bangun jadi nggak ikut jamaah, kita solat di kamar saja." Raya mengangguk. Mereka berdua bangun dan Raya terlebih dahulu yang mandi, biarkan saja Arsyad menunggu lama, karena kalau Raya sudah mandi durasinya setengah jam sendiri, tapi ini sudah Raya singkat waktunya agar tidak lama.
Raya melihat sudah ada pakaiannya yang berjejer diatas ranjang, siapa lagi kalau bukan suaminya yang menyiapkan. Dia melihat baju couple yang dibelinya kemarin sudah dicuci dan kini siap pakai.
Dia menggelar sajadah miliknya juga milik Arsyad. Mereka melaksanakan ibadah bersama dengan khusyuk. Selesai itu mereka langsung turun ke bawah, Arsyad berkeliling dulu ke lingkungan asrama diikuti oleh Raya.
Banyak pasang mata memandang mereka sangat serasi apalagi baju couple terlihat cocok sekali. Meski usia mereka beda jauh tapi tak membuat Raya malu apalagi mengelak bahwa Arsyad adalah suaminya karena dia sudah cinta. Iya cinta! Bahkan sedari awal memerhatikan dan makin diperjelas saat cemburu itu datang membuatnya tersadar bahwa dia menyukai suaminya.
"Gandengan terus aja Ning," sapa santri perempuan.
"Iya dong harus biar makin mesra. Iya kan?" dia melirik Arsyad dan tersenyum mengangguk membenarkan ucapan istrinya.
"Bajunya beli dimana Ning bagus banget." salah satu dari mereka bertanya.
"Mall, harusnya banyak tapi ini stoknya terbatas dan nggak dibuat lagi, udah ya kami pergi dulu." Raya dan Arsyad melanjutkan jalannya lagi.
"Ternyata Ning Raya yang paling cocok ya sama Gus Arsyad meski umurnya beda,"
"Bener, umur memang hanya angka tapi Ning Raya sudah pantas buat nikah kok,"
"He'um yang penting jangan banyak halu ya besti, nggak baik tiap hari halu mulu sampai-sampai mau mepet orang yang sudah beristri,"
"Ups!" jawab mereka semua secara kompak.
Ternyata mereka sudah tahu bahwa Zalima memang punya rasa ke Arsyad, pengakuan dia langsung dan gerak-gerik Zalima yang tiap harinya ingin mencari perhatian namun tak digubris sama sekali. Mereka juga sudah menasehati secara terang-terangan bahkan sampai sindiran seperti tadi, namun tetap saja memang watak Zalima sendiri yang susah diatur.
Kembali lagi ke Arsyad, dia sedang duduk di kursi taman. Lingkungan pesantren ini luas hingga ada taman sendiri dibuat atas usulan Bu Sofiyah dulunya karena beliau sangat suka.
Raya senang bersenandung tidak jelas karena menyanyi tapi liriknya lupa. Arsyad hanya bisa menahan tawanya, mampus kalau dia tertawa keras akan mengundang macan betina bangkit.
"Kenapa sih dari tadi liatin Raya begitu, hm?" gemas sekali Raya dengan ekspresi suaminya yang seperti tak ada dosa.
"Memangnya kenapa kalau lihat istri sendiri, emang boleh lihat wanita lain?" pertanyaannya mendapat pelototan dari Raya.
"Boleh kok, asal nanti pas pulang kerumah jadi benjol benjol mukanya, bengkak keunguan," Arsyad meringis ngeri saat Raya mengatakan hal tersebut. Dia harus hati-hati karena istrinya bukan sembarangan, karena bisa menguasai beberapa elemen seperti air, udara, tanah, dan api macam Avatar, eh beda sih.
Huh
Arsyad menghembuskan napas pelan, lalu meraih tangan Raya untuk digenggam. Dielus-elus dengan gerakan perlahan sambil melihat wajahnya. Raya menjadi takut saat wajah Arsyad seperti orang mesum.
"Nanti malam bolehkan?" dahi Raya mengernyit tak tahu maksudnya apa.
"Tadi solat kan jadi nggak ada halangan,"
"Apanya? maksudnya apa dari tadi ngomong aku tuh nggak tau!" sewot Raya. Arsyad kini tahu bahwa istrinya tidak paham dengan ucapannya barusan.
"Saya mau ngasih nafkah batin untuk kamu." ucapnya sangat pelan dan berbisik tepat di telinga Raya karena takut didengar orang lain.
Singkat, padat, nafkah batin.
Jantung Raya mulai berdetak dengan kencang saat dia paham maksudnya. Dari awal dia menikah masih belum tersentuh alias masih gadis. Dan sekarang suaminya bertanya kepadanya akan memberi sesuatu yang biasa dilakukan oleh orang yang sudah sah.
"Raya," panggil seseorang yang memecah ketegangan antara mereka berdua.
"Kak Fira,"
"Maafin kak Fira ya soal kemarin yang ngerepotin kamu. Kaki kamu sudah sembuh?" Raya mengangguk menjawab ucapan Fira.
"Iya kak nggak papa kok," sahutnya tersenyum.
"Udah nggak sakit lagi, maksudku kak Fira nggak sering mual?" fire menggeleng.
"Aman kok. Oh iya ini aku punya sesuatu buat kamu," dia mengulurkan sebuah plastik yang berisi sepertinya makanan.
Raya mengambilnya, "Apa ini?"
"Aku habis beli tadi pas keluar sama suami, kita mampir ke toko kue sebentar terus teringat kamu jadi aku beliin."
Sepotong kue rasa Red Velvet dan coklat untuk Raya. Dia memang menyukainya apalagi yang coklat favoritnya.
"Terimakasih banyak kak Fir,"
"Sama-sama, aku balik ya." Raya mengangguk senang. Arsyad melihat istrinya dengan begitu pun ikut senang juga. Dia sangat bersyukur memiliki seorang istri seperti Raya.
"Kita balik?"
"Iya pengen makan ini tapi dirumah saja." mereka balik ke rumah kembali saat sudah terlalu sore. Raya ke meja makan untuk memakannya. Arsyad juga turut ikut dia menyuapi Raya dengan sangat manis dan romantis.
Saat bibir Raya terkena coklat tak segan-segan Arsyad langsung mengelapnya menggunakan tangannya sendiri dan sisanya dia makan. Raya menjadi malu dan tak enak kalau itu adalah bekas darinya.
"Kenapa nggak pakek tisu aja, kan itu ada,"
"Lebih enak begini. Sisanya bisa mas rasakan," entah kenapa Raya menjadi merinding setiap kata yang diucapkan suaminya. Apalagi tatapan liar Arsyad tertuju padanya.
Ehem
Mereka sama-sama menoleh ke sumber suara.
"Romantis sekali~" kata pak Umar.
"Sudah jelas dong Abi, dulu Abi juga begini kan? Bahkan tidak malu ditampakkan ke anak-anaknya," sahut Arsyad tak mau kalah.
"Ya ya, silakan puas puasin mumpung masih muda,"
"Abi nyindir Arsyad?"
"Nyindir kenapa?" pak Umar tidak tahu.
"Itu kenapa ngomong masih muda, iya kalau Raya memang masih muda, sedangkan Arsyad?"
Kini pak Umar tahu arah pembicaraan Arsyad kemana. Nampaknya anak bungsunya itu insecure karena perbedaan umur mereka yang sangat jauh.
"Hem, maksud Abi itu pernikahan kalian bukan umur!" kini Arsyad yang menahan malu. Pak Umar lalu pergi keluar. Raya menahan tawanya agar tidak pecah.
"Sudah kenyang." ucap Raya membuat Arsyad menghentikan gerakannya. Lantas dia menutup kembali wadah dan memasukkannya ke dalam kulkas.
Malamnya, Raya sedang di dalam kamar mandi dengan memakai baju pemberian dari temannya saat pernikahan dia. Menatap ke arah cermin memperlihatkan tubuhnya hanya terbalut kain tipis terawang. Awalnya memang malu dan berpikir lumayan lama, namun saat teringat banyaknya wanita yang tergila-gila dengan suaminya mau tak mau Raya harus membuat Arsyad takluk agar tak berpaling.
"Duh kok jadi deg-degan gini sih. perasaan tadi biasa aja deh,"
Suara pintu terbuka menandakan bahwa Arsyad sudah ke dalam.
"Oke... Tarik napas,"
"Fyuh... Saatnya keluar." gumamnya menata diri menatap ke cermin bahwa dia sudah terlihat sempurna.