NovelToon NovelToon
Istrinya Polisi?

Istrinya Polisi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Paksa / Beda Usia / Kehidupan Tentara / Slice of Life
Popularitas:391.3k
Nilai: 5
Nama Author: sinta amalia

Aya tak pernah menyangka sebelumnya, sekalipun dalam mimpi. Jika kepindahannya ke kota kembang justru menyeretnya ke dalam kehidupan 'ibu merah jambu'.

Kejadian konyol malam itu, membawanya masuk ke dalam hubungan pernikahan bersama Ghifari yang merupakan seorang perwira muda di kepolisian. Suka duka, pengorbanan dan loyalitas menjadi ujian selanjutnya setelah sikap jutek Ghi yang menganggapnya pengganggu kecil.

Sanggupkah Aya melewati hari-hari yang penuh dedikasi, di usia muda?

~~~~~
"Kamu sendiri yang bilang kalau saya sudah mele cehkan kamu. Maka sebagai perwira, pantang bagi saya untuk menjadi pengecut. Kita akan menikah..."

- Al Ghifari Patiraja -

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Good night and sweet dream

Aya menatap dengan tajam kedua polisi yang mengajak dirinya pulang itu, bahkan ia menyipitkan mata sembari mendekap kedua tangan di dada. Akan ia tandai keduanya seumur hidup. Membuat self reminder jikalau ia harus membuat perhitungan pada keduanya kelak.

"Awas ya...liatin aja, tunggu pembalasan Aya di rumah...." jeda Aya melihat keduanya tak takut terkesan menantang dan songong. Bocah songong!

"Kalo ada papa." Lanjutnya memantik om Yudis mengu lum bibirnya sementara Ghi sudah mencibir, "huu, beraninya di ketek papa."

"Ya iyalah. Masa di ketek monyet." Balasnya selalu tak mau kalah soal berdebat.

Sayangnya Aya harus mengalah saat ini, dan si alnya ia harus menurut mengingat om Yudis dan sang suami itu ibaratnya adalah akamsi (anak kampung sini) sementara ia hanya pendatang.

Ia berjalan tepat di belakang Yudis disusul Ghi yang tanpa ijin menaruh tangannya di pundak Aya, praktis hal itu membuat Aya mengeluarkan refleks anak taekwondonya meski tak berarti untuk Ghi.

"Aduh Ay..." aduh Ghi saat tangannya ditekuk Aya.

"Keep your hands!" tepis Aya melotot judes sembari mengibaskan rambutnya yang setengah semrawut itu.

Ghi terkekeh menggeleng, nyatanya asik juga menggoda Aya yang galak begitu, rasanya gemas. Ia mulai nyaman dan suka melakukan itu.

"Maafin mama, ya neng..."

Adalah hal pertama yang dilakukan mama Rena pada Aya, dimana wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya itu memeluk Aya erat penuh sesal.

"Maafin Aya, ma." Aya menggeleng meralat konteks obrolan kali ini, yang seharusnya minta maaf itu dirinya, mama Rena sudah benar-benar menjadi mama mertua terde'best menurutnya.

"Aya yang salah. Aya sukanya kabur-kaburan dari masalah, Aya cuma bisa mikir dengan pulang bisa bikin Aya tenang...Aya ngga mau nambah beban pikiran mama sama masalah Aya..." ia meringis tersenyum getir dengan mata yang sudah berkaca-kaca becek.

Papa masih terlihat geram pada Ghi, namun dengan pulangnya Aya sedikitnya dapat mengurangi kemarahannya.

Aya juga beralih ke arah papa Sakti lalu menatapnya dengan alis menekuk penuh khawatir, takut jika ia marah padanya yang sudah menyembunyikan masalah.

"Pa, Aya---"

"Kalo Ghi bikin kamu kecewa, bilang sama papa. Jangan dipendam sendiri...apalagi sampe lakuin kekerasan kaya kemaren. Jangan diem aja, ngomong sama papa atau mama, jangan takut." Tatap papa masih mendelik tajam pada Ghi. Aya menoleh sebentar ke arah samping, dimana Ghi sudah menjatuhkan badannya di kursi.

Dan apa yang terjadi, Aya justru memeletkan lidahnya merasa di atas angin atas apa yang diucapkan papa Sakti.

"Iya pa. Makasih udah timpuk abang pake otot sama cincin papa yang gede..." jawabnya langsung memeluk pinggang papa Sakti dimana ukuran pinggangnya saja 2 sampai 3 kali ukuran pinggang Aya.

Papa mendengus geli, sementara mama sudah tertawa renyah mendengar ucapan terimakasih Aya.

"Semoga setelah ini, suami kamu berubah..." tunjuk mama dengan dagunya. Aya kembali melihat Ghi dengan mengu lum bibirnya mencibir, pandangannya jelas sedang menantang karena mama dan papa membelanya.

"Ghi, jangan begitu lagi...mama ngga suka." Omel mama masih menyisakan masalah kemarin.

Ghi menghela nafasnya mengangguk, disini ia yang anak tiri.

"Papa cuma mau, pernikahan yang dilandasi dengan kecerobohan, keterpaksaan ini tidak berakhir dengan keburukan. Meski diawali dengan ketidakbaikan, tapi selalu..." papa menjeda ucapannya demi menyelami netra kelam Ghi sejenak.

"Baik mama, papa maupun kedua orangtua Aya berdo'a dan berharap kalau pernikahan kamu sama Aya akan sakinah mawadah warahmah...menjadi keberkahan dunia wal akhirat." Tatapnya sungguh-sungguh.

Kini pandangan pria tua itu beralih pada Aya, "apalah yang diharapkan pria tua ini, kalau bukan kelanggengan, dan kebahagiaan anak mantunya tanpa harus mendengar perpisahan..."

Aya langsung diam terhenyak, rasanya ia merasa sangat bersalah sudah pernah memikirkan meminta perceraian dari Ghi tadi. Aya melemparkan tatapannya pada Ghi yang juga mengangguk pada papa meski tanpa berkata-kata.

"Yang rukun. Nikah itu saling melengkapi, karena ngga ada manusia sempurna...yang sempurna cuma si demian." Tambah mama beranjak dari duduknya.

Om Yudis memutuskan untuk pulang malam itu juga. Begitupun mama dan papa yang sudah tertidur. Sebenarnya Aya pun sudah kembali ke dalam kamar yang telah ia tinggalkan seharian lebih itu. Namun diantara malamnya ia merasa kehausan, mengharuskan Aya mengambil minum di dapur.

Namun malam itu, ruang tengah terasa ramai saat menemukan sayup suara televisi menyala. Awalnya Aya cukup dibuat terkejut dengan televisi besar itu. Karena menyala tanpa seorang pun disana.

"Kok?" gumamnya mulai diselimuti rasa takut dan khawatir. Aya mencoba tenang meski kepanikan membuat tangan-tangannya mendingin karena takut. Degupan jantungnya pun bisa disamakan dengan bedug masjid tatkala muadzin hendak mengumandangkan adzan.

Namun Aya ingat untuk tak bertindak ceroboh atau panik. Terakhir ia ketakutan, panik dan parno...berakhir dengan ia yang dinikahi Ghi.

Aya memilih melanjutkan niatan awalnya untuk mengambil minum dan tak terpengaruh oleh televisi menyala.

"Astagfirullah!" serunya terkejut menemukan sesosok manusia yang tengah duduk di kursi meja pantry, di bawah penerangan lampu dapur yang menyala.

Ia menoleh ke arah suara Aya, dimana ia pun cukup terkejut. Bagaimana tidak, selama duduk disini ia sendiri dan nyaman dalam kesendirian dimana semua penghuni sudah tertidur di kamar masing-masing.

"Kenapa bangun?" tanya Ghi menempelkan kompresan dinginnya di tulang pipi sembari menyesap batangan tembakau.

Aya cukup gugup, namun entahlah...meski rasa hausnya tak lagi mendera, hatinya mengatakan ia harus tetap melanjutkan tujuan awalnya.

Melintasi Ghi untuk meraih gelas lalu menekan tombol dispenser demi mengambil air minum dengan sesekali ekor matanya itu mencuri pandang pada Ghi, "haus." Jawab Aya singkat.

Asap putih mengepul, namun belum batangan tembakau itu habis, Ghi sudah menggerusnya di asbak dan mematikan apinya. Ia melanjutkan kegiatannya yang sepertinya tengah mengompres luka lebam yang belum sempat ia obati sebelumnya mengingat tadi siang langsung menyusul Aya ke ibukota.

Kotak P3K terlihat di hadapan Ghi, sepertinya sengaja dibawa olehnya bersama cermin seukuran wajah demi mengobati luka. Aya mendengus menghembuskan nafasnya, kenapa hati nuraninya mendadak jadi malaikat kali ini! Karena jelas ia justru menghentikan langkahnya, menaruh gelas yang telah ia isi ulang dengan air untuk dibawa ke kamar di samping kotak P3K.

Seharusnya Aya takut, seharusnya Aya trauma berhadapan dengan Ghi, apalagi hanya berdua begini di tengah malam pula....mengingatkannya pada kejadian kelam tempo hari.

Namun alih-alih merasa takut, ia justru mengambil posisi di samping Ghi, "diapain papa sampe begini?" Tangannya terulur mengambil kotak P3K demi mencari salep.

Ghi menatap Aya lekat, kini tatapannya tak segarang dulu, tatapannya tak setajam dan sedingin waktu itu, justru tatapan Ghi kali ini seolah mengisyaratkan jika lelaki itu tengah menatap kagum nan hangat pada Aya.

"Dikasih pelajaran."

Aya membalas tatapan hangat itu dengan sorot kesal, pasalnya lidahnya ikut berdecak, "iya, dikasih pelajarannya diapain? Ditonjok kah, dipukul, ditampar?" cecarnya penuh penekanan.

"Di kasih bogeman mentah. Biar abang merasakan apa yang kamu rasakan malam itu."

Aya menghentikan jemarinya yang tengah mengolesi salep di tulang pipi Ghi, lalu menatapnya menyelami. Eye contact yang terjadi lama itu segera diakhiri Aya yang melanjutkan kegiatannya dan mengalihkan pandangan pada luka Ghi.

"Walaupun abang tau, sakitnya ini...ngga ada apa-apanya dibanding sakit hatinya kamu malam itu. Dibandingkan kecewanya kamu..."

Aya menyudahi olesannya setelah merasa cukup lalu menutup tube itu kembali.

"Ngga ada perempuan yang mau dile cehkan dengan kasar, tanpa persetujuan, tanpa rasa dan tanpa kelembutan, sekalipun itu sama suaminya sendiri..." tatap Aya datar.

"Ngga ada perempuan yang mau disakiti, ngga dipercaya apalagi sama orang yang harusnya melindungi dan mengayomi dirinya..." tambahnya lagi.

"Aya sakit. Aya kecewa...Aya merasa ngga dihargai. Tapi Aya bakalan lebih sakit ngeliat bunda, ayah, mama Rena, papa Sakti ngerasa gagal memutuskan masa depan anak-anaknya, Aya bakalan lebih sedih, kalo harus liat bunda, ayah, mama Rena sama papa Sakti merasa menjadi penyebab hancurnya masa depan Aya atau abang..."

Aya mengangguk-angguk hingga berakhir dengan menunduk, "selama usia Aya jadi anaknya bunda sama ayah, Aya ngerasa belum pernah kasih apa-apa yang bisa bikin mereka bangga. Bahkan seringnya Aya bikin mereka susah, bikin mereka marah, kecewa, sedih. Dan Aya pikir, pernikahan ini satu-satunya yang bisa bikin mereka bahagia." Jelasnya mulai melow.

"Mungkin cepat atau lambat, Aya memang harus kehilangan itu. Entah atas paksaan atau dengan suka rela penuh cinta, karena itu...sudah jadi hak abang." Aya kembali menatap Ghi, "tapi please...kasih Aya waktu untuk benar-benar siap. Kasih Aya waktu untuk belajar jadi seorang pendamping...karena itu ngga mudah buat Aya, Aya sedang berusaha." Pungkasnya.

Ghi melebarkan senyumnya meski itu hanya setipis helaian rambut, lantas mengangguk lebih dari sekali, "tidur. Besok sekolah..."

Aya mengiyakan, menyerahkan tube salep itu ke tangan Ghi kemudian mengambil gelas minum miliknya, "Aya tidur duluan."

Dan pandangan Ghi masih memperhatikan Aya hingga istri kecilnya itu benar-benar hilang di belokan, "good night and sweet dream Ay..." ucapnya pelan.

.

.

.

.

1
oca rm
kapan up lagi kak
Zee Zee Zubaydah
kok blum up juga kak
'Nchie
haha kasian ica 😄dipenjara aja ca penjara orang2 sholeh biar dpt ustad ganteng plus sholeh
Ika Sembiring
up kak
sitimusthoharoh
dah kebayang serendom ap rumah tanggane merekq berdua.
lanjut
sitimusthoharoh
aya emang beda y kapt wkwkkwkwkwwkwk
lanjut
Anonymous
Up
Defvi Vlog
enak aja minta maaf, ga segampang itu ya ghi
Defvi Vlog
aku aja yg baca sedih sakit bacanya😢
Defvi Vlog
emang c klo suami pulang kerja cape pasti bawaannya emosi, apalagi istri bwt ulah.
Defvi Vlog
tegang berasa nonton film action 🤭
Ika Sembiring
up kakakkk
Yuni Widiyarti
siap2 ay tinggal dirumah sendiri
Yuni Widiyarti
emang ay nya bang ghi segokil itu dak heran aku
oca rm
lanjut kak
Ika Sembiring
up kakak
Ney Maniez
jangan atas nama kan jihadddd please 😭😭😭
lagi sedihhh pengen ketawa ngakak
Rita
sadizzzzz🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Rita
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣dongkol ngga tuh
Rita
dijalanin Ay klo ngga dijalanin msh andai2 g bkln tau
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!