Marsya adalah seorang dokter umum yang memiliki masa lalu kelam. Bahkan akibat kejadian masa lalu, Marsya memiliki trauma akan ketakutannya kepada pria tua.
Hingga suatu malam, Marsya mendapatkan pasien yang memaksa masuk ke dalam kliniknya dengan luka tembak di tangannya. Marsya tidak tahu jika pria itu adalah ketua mafia yang paling kejam.
Marsya tidak menyangka jika pertemuan mereka adalah awal dari perjalanan baru Marsya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata ketua mafia yang bernama King itu ada kaitannya dengan masa lalu Marsya.
Akankan Marsya bisa membalaskan dendam masa lalunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27 Misi Penyelamatan
Marsya selesai dan segera keluar dari mini market itu, tapi betapa terkejutnya Marsya saat melihat mobil yang dia pakai sudah rusak dan dua pengawal sudah terkapar tak sadarkan diri. "Astaga, ada apa ini?" gumam Marsya panik.
Marsya segera berlari memeriksa mobil, Arsy dan Ratu sudah tidak ada di sana. "Arsy dan Ratu ke mana?" gumam Marsya panik.
Marsya menghampiri kedua pengawal Raja dan membangunkan mereka. "Bangun kalian semua, anak-anak ke mana?" teriak Marsya.
"Mbak, tadi anak-anak Mbak dibawa sama beberapa orang, kami tidak bisa menolong karena mereka membawa pistol," ucap salah satu pedagang kaki lima di sana.
"Apa?" Marsya semakin panik, dia tidak tahu harus melakukan apa.
Jika Marsya lapor kepada Raja dan King, sudah pasti mereka akan ngamuk bahkan mereka akan membunuh Marsya karena sudah teledor menjaga Arsy dan Ratu. Tidak lama kemudian, kedua pengawal itu mulai sadar dan bangun. "Siapa yang sudah menculik Arsy dan Ratu?" tanya Marsya sembari mencengkram baju keduanya.
"Anak buah Takeda," lirih salah satu pengawal.
Marsya terkejut. "Kenapa kalian tidak becus menjaga mereka?" bentak Marsya.
"Kejadiannya sangat cepat, mereka banyak sedangkan kita cuma berdua. Tapi saya tahu, di mana Markas Takeda," sahut pengawal yang satunya lagi.
"Kalau begitu, cepat kita susul mereka," ucap Marsya.
"Tidak bisa, kita harus hubungi Tuan Raja dulu dan meminta bantuan," tolak salah satu dari mereka.
Marsya emosi, dia menampar pengawal itu. "Bodoh, kalau kamu lapor sama Tuan Raja bisa-bisa kita mati. Sekarang kalian bawa aku ke markasnya mereka!" bentak Marsya.
"Tapi kita tidak berani, kita cuma berdua," tolak si pengawal.
"Kalau kalian tidak berani, aku saja yang maju kalian hanya tunjukan saja di mana tempatnya," tegas Marsya.
Keduanya saling pandang satu sama lain. "Baiklah, tapi kita hanya mengantar saja kita gak berani masuk ke sana," sahut si pengawal.
"Iya, tenang saja biar aku yang masuk menyelamatkan Arsy dan Ratu," sahut Marsya.
Kedua pengawal itu tahu Arsy dan Ratu di bawa ke markas bukan ke rumah Takeda karena sebelum tak sadarkan diri, mereka mendengar akan membawa kedua anak itu ke markas. Marsya pun diantarkan ke markas Takeda. "Bu dokter, bawa pistol saya karena nanti Bu dokter akan membutuhkannya," ucap salah satu pengawal sembari memberikan pistolnya kepada Marsya.
"Terima kasih," sahut Marsya.
Marsya memandangi pistol itu, dia sebenarnya baru pertama kali memegang pistol dan belum pernah menggunakannya namun Marsya memang membutuhkan pistol itu. Marsya menyimpan pistol di pinggangnya untuk berjaga-jaga. Mobil yang membawa Marsya masuk ke sebuah jalanan sepi dan seperti kota mati tidak ada orang satu pun.
Gedung-gedung tua berjejer dan kebanyakan gedung-gedung itu sudah tidak utuh lagi. Lalu si pengawal menghentikan mobilnya dan menepikan mobilnya di dalam sebuah gedung kosong. "Bu dokter, markas Takeda ada di depan sana kita hanya bisa mengantarkan anda sampai sini," ucap si pengawal.
"Baiklah."
"Bu dokter hati-hati, kita tunggu di sini untuk memantau situasi jika ada apa-apa kita langsung hubungi Bu dokter," ucap si pengawal satunya lagi.
"Oke."
Marsya pun bersiap-siap, dia mengikat rambutnya supaya tidak mengganggu habis itu dia segera berjalan ke depan melewati gedung-gedung tua. Tidak lupa, matanya melirik ke sana-kemari karena takut ketahuan. Hingga tidak lama kemudian dari kejauhan Marsya melihat sebuah gedung tua yang sedikit masih bagus, terlihat ada beberapa pengawal di sana.
"Pasti itu tempatnya," gumam Marsya.
Marsya mengendap-endap, dia begitu sangat waspada. "Apa aku bisa melawan tua bangka itu, bagaimana kalau trauma ku tiba-tiba muncul lagi? jangan sampai nasib Arsy dan Ratu seperti diriku, pokoknya aku harus menyelamatkan mereka walaupun nyawa taruhannya," batin Marsya.
Marsya melihat ada seorang anak buah Takeda yang berdiri sendirian dengan posisi membelakangi Marsya. Marsya berlari menghampiri orang itu dan langsung menghajarnya dengan cara mematahkan lehernya dan seketika anak buah Takeda tergeletak. Marsya kembali mengendap-endap dan bersembunyi di balik dinding.
"Bagaimana, apa Tuan Takeda sudah datang?" tanya si A.
"Belum, katanya Tuan masih ada keperluan jadi kita harus menjaga anak-anak itu dengan baik," sahut si B.
Seseorang datang dengan membawa kantong kresek berisi banyak sekali makanan ringan. "Bos, ini makanan yang diperintahkan oleh Tuan Takeda," ucap si C.
"Kamu bawa saja ke dalam dan berikan makanan itu kepada anak-anak itu," sahut si A.
"Baik, Bos."
Si C masuk ke dalam, sedangkan si A dan si B masih berada di luar. "Kasihan sekali anak-anak itu, sebentar lagi akan jadi mangsanya Tuan Takeda. Untung saja, Tuan Takeda tidak mengetahui mengenai anak-anak kita kalau tidak, pasti Tuan Takeda akan menyuruh kita untuk membawa anak-anak kita menjadi korban," ucap si A.
"Sampai kapan pun aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi, mendengar tangisan dan teriakan para anak-anak saja sudah sangat menyakitkan bagi aku," sahut si B.
"Tuan Takeda memang biadab," ucap si A.
Marsya yang mendengar pembicaraan dua orang itu menjadi naik pitam. Dia ingat akan kejadian yang menimpa dirinya dan itu sangat menyakitkan. Marsya akan pindah, namun dia tidak sengaja menginjak ranting yang mengeluarkan suara cukup nyaring.
"Siapa disana?" teriak si A.
"Sepertinya ada yang menyelinap ke sini," sahut si B.
Keduanya langsung mengeluarkan pistol masing-masing dan mulai memperhatikan sekitar. Marsya semakin bersembunyi, dia harus mencari waktu pada saat mereka lengah. Si B, berjalan mundur sembari memegang pistol dan matanya menyisir setiap sudut ruangan gedung tua itu.
Marsya mulai mendekat, dengan cepat Marsya memukul punggung si B dengan balik kayu yang dia temukan di sana. Seketika si B, jatuh pingsan. Dari sana, satu persatu anak buah Takeda berhasil dilumpuhkan oleh Marsya tinggal si A dan si C yang masih baik-baik saja.
"Aku harus cepat-cepat menyelamatkan Arsy dan Ratu sebelum tua bangka biadab itu datang," batin Marsya.
Marsya pun cepat-cepat masuk dan mencari ruangan tempat Arsy dan Ratu disekap. Hingga Marsya pun melihat si C keluar dari sebuah ruangan. "Pasti Arsy dan Ratu ada di dalam sana," batin Marsya.
Setelah dirasa aman, Marsya pun berlari masuk ke dalam ruangan itu. "Bu dokter!" seru Arsy.
Marsya menyimpan jari telunjuknya di bibir. "Jangan berisik, nanti ketahuan," bisik Marsya.
Dengan cepat Marsya melepaskan ikatan Arsy dan Ratu. "Ikuti Bu dokter dari belakang dan jangan berisik," bisik Marsya.
Kedua anak itu menganggukkan kepalanya. Marsya pun perlahan membawa anak-anak keluar dengan cara mengendap-endap, tidak lupa Marsya memegang pistolnya sembari tetap waspada. Sementara itu di luar, si A tampak terkejut melihat rekan-rekannya tergeletak tak sadarkan diri.
"Sial, ada penyusup di sini," geram si A.