Mencintai akan di sakiti.
Di cintai akan menyakiti.
Saling mencintai akan tersakiti
Sang anak Athena bersinar bak surya.
Merubah konsonan takdir dunia.
Kekasih takdir yang saling memberontak.
Membuat jurang kebodohan.
Sang anak Athena yang terus merintih sakit.
Yang melihatnya adalah saksi-saksi kekejaman takdir.
Sinopsis: Seorang dara yang masuk ke dalam sebuah novel Dektektif dengan segudang misteri. Namun tidak pernah terpikirkan bahwa dia memiliki peran di bawah pena takdir.
Terbagi menjadi pikiran dan emosi, sang jiwa luntang-luntung mencari jiwa yang asli. Paus yang bertemu putri duyung di pinggir laut lepas, serta sang Dewi yang terus mencari sang dara.
Mengikat janji di bawah lembayung biru bumantara dan berkeliaran di dunia yang menurutnya fiksi. Sang dara yang terus mencari apakah ia pikiran atau emosi, sampai ia mengetahui ekspresinya adalah 'kebohongan'.
—BLUE ROSE—
Tak peduli bahwa ia merubah takdir, takdir tetaplah takdir. Ia tidak akan bisa menebus semua dosanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon olivia junia f., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25: Hati Yang Bergetar (2)
Lily—LuckLife
00:08 ————————————— • ——————01:06
⏭ ▶ ⏮
“**Suatu kehormatan bisa menjaga sang anak sebagai kekasih takdir.”— Yoshizawa Takada**.
♪♦
Noe menutup sambungan teleponnya. Menatap datar bangunan di depannya yang bertuliskan Kamonohashi Apartement. Sekarang Noe tau semua kejanggalan ini. Ia tau pada akhirnya karakter Yoshizawa Takada yang seharusnya tidak ada dalam buku, ternyata memiliki peran di sini.
Ia bukannya mengubah alur, alur yang berubah ini sudah di rencanakan. Pasalnya semua scene tetap masih ada, Noe hafal betul semua jalan ceritanya. Noe adalah penggemar novel Blue Rose, ia tidak mungkin salah.
Kaki jenjangnya bergerak lalu membuka pintu di depannya. Masuk ke dalam dan meneliti setiap detailnya. Semuanya sedikit berantakan dengan lantai yang penuh jejak sepatu kotor.
Noe mengerutkan kening, Yoshizawa tidak mungkin sejorok ini, kan? Ia berpikir dalam hati. Walau tidak tahu sifat Yoshizawa karena di buku tidak ada karakter ini, namun ia tau kebiasaan Yoshizawa yang bersih. Ingat? Yoshizawa teman Tou-Sannya.
Noe berjalan ke lantai dua, berjalan di atas tangga. Lantai tangganya juga kotor penuh jejak sepatu, rasanya greget ingin membersihkannya. Namun saat di tengah jalan, ia berhenti.
“Bau darah ...” monolog gadis itu pelan.
Ia langsung berlari dan mendobrak pintu salah satu ruangan di lantai dua. Netranya mendapati sosok Yoshizawa yang terduduk dengan pisau menancap di perutnya.
“Yoshi-San!” seru Noe lalu ia menghampiri Yoshizawa dengan perasaan cemas.
Sepertinya dia terlambat, seharusnya dia lebih cepat lagi. Namun takdir tidak ada yang mengetahui, kan?
“Ugh ... Oh, Athanoe? Kau di sini?” tanya Yoshizawa dengan nada pelan.
Yoshizawa meringis sakit, lalu Noe mencoba dengan hati-hati mencabut pisau yang berada di perut Yoshizawa. Sampai akhirnya pisau itu tercabut dan Yoshizawa limbung ke depan. Namun Noe menangkap Yoshizawa dengan cepat.
“Noe, aku tahu apa yang diinginkan dari White.” ucap Yoshizawa.
.
.
.
.
.
Hashira dengan cepat berlari ke arah sebuah gedung milik Pemerintah di pinggiran pusat Yokohama. Pikirannya terpacu untuk menyelamatkan orang di dalam sana.
Sampai dirinya berhenti dan mengintip dari balik pohon agar tidak ada yang mengetahui dirinya. Otaknya teringat apa yang di katakan oleh Akami.
“Kamu menyusuplah terlebih dahulu, lalu matikan mesin gergajinya.”
Hashira merenung, memang dia mudah untuk menyusup. Dia adalah singa dan singa adalah hewan yang cukup sensitif terhadap suara dan bau.
'Menerobos langsung terlalu beresiko.' batinnya.
Matanya melirik kesana-kemari, mencari jalan masuk yang lebih aman. Lalu matanya menangkap pintu belakang gedung terbuka. Ia berkutik dengan otaknya sejenak.
'Terpaksa aku harus menggunakan pintu darurat.' batin Hashira.
Hashira berlari masuk ke dalam pintu belakang itu dengan mengaktifkan Bleidnya. Para penjaga sibuk di pintu depan, ini kesempatan emas baginya.
Namun telinganya menangkap sesuatu di belakangnya. Tubuhnya refleks menghindari peluru dari belakangnya. Ia menoleh, matanya membulat sempurna. Lelaki dengan serba putih—White—memegang pistol.
Padahal ia yakin, tidak ada yang menjaga di pintu belakang. Bagaimana bisa White di sini? Itulah pikiran Hashira. Dua peluru kembali melesat padanya namun dengan cepat di hindari.
“Gerakanmu lebih cepat daripada yang di rumorkan,” ucap White dengan nada ceria yang tidak cocok untuk penjahat.
Hashira mengerutkan kening, ia tidak boleh gegabah. Di depannya ini bukan penjahat sembarangan namun buronan.
“Ha'i, namae wa White! Tebaklah apa kemampuanku!” ucap White.
Hashira menatapnya bingung, apaan coba keluar-keluar suruh main tebak-tebakan? Gak lucu, pikirnya. Hashira menelisik semuanya namun otaknya buntu. Satu hal yang ia tahu, White tiba-tiba datang di belakangnya.
“Bleid milikmu adalah memanipulasi waktu?” tanya Hashira dengan nada serius.
“Benar! Bleid milikku bisa menghentikan waktu! Jangkauannya hanya sampai 10 menit!” seru White yang terlihat sekali dia tersenyum walau memakai topeng, pasalnya nada suaranya terlalu ceria untuk seorang penjahat.
'Ini penjahat bukan, sih? Terlalu ceria menurutku.' batin Hashira sweatdrop.
“Kalau begitu!” seru Hashira, “Bleid: Griseo, Kecepatan Singa Kembar,”
Hashira melesat ke arah White, namun sebelum White mengaktifkan Bleidnya Hashira sudah mengambil pistol miliknya. Dengan kaki miliknya, Hashira hendak menendang White namun dalam hitungan detik White sudah di belakangnya dengan sebuah besi yang di panaskan.
Mata Hashira membulat saat ia menoleh, merasakan besi panas itu mendarat di perutnya dan membuatnya terhempas jauh menabrak tembok. Hashira terbatuk, rasa panas dan sakit di punggungnya yang menabrak dinding harus ia tahan.
“Aku mengambil besi panas untukmu!” ucap White.
'Bagaimana bisa secepat itu! Batas waktunya 10 menit!' batin Hashira geram.
.
.
.
.
.
“White, dia ingin menghancurkan Organisasi untuk bersenang-senang dan menemukan buku yang bisa mengabulkan permintaan apapun. Luka ini, White yang melakukannya, memaksaku untuk memberikan informasi terkait buku,” ucap Yoshizawa sambil meringis sakit.
“Bukan hanya White, dia memiliki beberapa rekan dengan Bleid kuat. Mereka ingin buku itu untuk menghancurkan pengguna Bleid di dunia,” lanjut Yoshizawa.
“Aku tahu.” jawab Noe dengan rasa cemas.
Tangan Noe bergerak untuk menghentikan pendarahan, namun perban di sana hanya tinggal sedikit. Ia mengambil beberapa kain tidak terpakai, menyambungnya, lalu di jadikan perban sementara.
“Benar, tentu saja kau tahu, kau Reinkarnator, kan?” pertanyaan ini sontak membuat Noe kaget.
Bagaimana bisa dia tahu? Pikir Noe. Noe menatap Yoshizawa penuh keterkejutan, sedangkan Yoshizawa terkekeh pelan. Ia sudah tahu reaksi gadis di depannya.
“Akulah yang mengirimmu ke dunia ini,” ucap Yoshizawa pelan, “Bukankah kau ingin berterimakasih?” lanjutnya.
Mata Noe membulat sempurna, sekarang ia mengerti. 'Dia' yang mengirimnya adalah Yoshizawa, maka dari itu Yoshizawa yang bukan karakter dalam buku bisa muncul. Tapi apa maksud terimakasih?
Yoshizawa yang tahu pikiran Noe dari ekspresinya tersenyum tipis, “Jantungmu, sudah lebih baik?”
Noe terdiam, ia tidak bisa berkata-kata. Allan Adams, organisasi yang membantunya membuat alat pacu jantung. Di depannya kini adalah presiden Allan Adams.
Air mata Noe sudah menggenang di pelupuk matanya. Satu tetes air mata keluar membasahi pipinya, membasahi jalur yang di lewati air mata. Setelahnya, setitik-titik air mata yang lain ikut berlomba-lomba keluar.
“Yoshi-San yang telah membantuku untuk hidup dan yang membuatku merasakan kehidupan kedua?” tanya Noe dengan suara bergetar.
Yoshizawa memegang tangan Noe lembut, “Benar, alat pacu jantung itu Allan Adams yang membuatnya. Gomen, tidak cepat memberitahu mu siapa aku,”
Noe menggeleng pelan. Ia tidak bisa mendengar fakta ini dari orang yang akan hilang dari pandangannya. Di depannya kini seseorang yang telah menyelamatkan nyawanya, membuat alat pacu jantung.
Dirinya sudah menunggu-nunggu untuk mengatakan terimakasih pada seseorang yang membantunya sepenuh hati. Ia sudah menunggu beberapa tahun lamanya, namun orang itu baru muncul sekarang? Bagaimana dia bisa tidak tahu jika ia sering bertemu dengan orang itu?
Di depannya seseorang yang memberikan kehidupan kedua padanya, itu sungguh tidak terduga. Siapa yang akan menyangka itu? Biasanya di dalam novel fantasi, mereka yang bereinkarnasi di reinkarnasikan oleh dewa-dewi.
“Terus hidup dan tempuh apa yang kau inginkan di kehidupanmu kali ini. Buatlah dunia ini menjadi happy ending,” ucap Yoshizawa pelan, “Sayonara, Yukijima Athanoe ...” lanjutnya.
.
.
.
.
.
Hashira mengatur nafasnya, pelipisnya sudah mengeluarkan darah. Bahkan perutnya melepuh akibat panas besi. Ia menatap nyalang musuh di depannya.
'Bleid ini, dia kuat.' batin Hashira cemas.
“Aku akan mulai dengan membuatmu diam!” ucap White lagi.
Tiba-tiba saja White sudah di hadapan Hashira sambil memegang kaki Hashira. Hashira mendelik kaget, badannya susah untuk di gerakkan. Ia tidak sempat mengelak.
'Bukan hanya praktis untuk pertarungan, Bleidnya bisa di gunakan untuk penyadapan bahkan pencurian. Jadi, inilah buronan rank SSS?' batin Hashira.
“Kenapa? Kenapa kau membunuh mereka!” seru Hashira dengan kerutan di keningnya.
White mengelus kaki Hashira dengan jari telunjuknya, “Keempat orang yang kubunuh mengatakan hal yang sama.”
“Alasan pertama! Karena ini menyenangkan!” seru White sambil mengeluarkan pisau.
“AKKH!”
Suara teriakan tertahan dari Hashira menggema di sana. Rasa sakit di paha Hashira karena tusukan pisau berkali-kali dari White. Darah mengucur dari sana.
Hashira menggigit bibir bawahnya hingga berdarah, rasa sakit di pahanya bertambah ketika tusukan itu tidak berhenti. Beberapa kali tusukan di layangkan kepada kakinya.
“Ini sangat menyenangkan, membuatku terus merasakan kebahagiaan!” ucap White sambil masih memberi tusukan sampai akhirnya berhenti, “Sungguh menyenangkan bukan? Di bunuh oleh orang gila yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Tidak masuk akal tapi dapat dimengerti. Jawaban yang bisa di terima sampai rela mati. Tapi sayangnya kau bukan target pembunuhan ku.” lanjutnya.
White membuang pisaunya lalu memandang Hashira yang meringis sakit, “Alasan kedua! Adalah ...”
Ia membuka topengnya, saat itu juga Hashira mendelik tidak percaya. Surai violet dengan mata kucing dengan netra dwi warna, memiliki luka di sudut bibirnya.
“Karena aku tidak gila!” serunya dengan senyuman lebar, “Kau tahu burung? Ya, terbang tanpa adanya gravitasi, itulah namanya kebebasan! Karena itulah aku bergabung dengan mereka!”
“Kebebasan? Itu alasan tidak masuk akal!” bentak Hashira sambil menggertakkan gigi.
White tersenyum tipis, “Sudah ku duga, hanya dia yang bisa mengerti,”
♪♥
... Sulit.