Di dunia yang dikuasai oleh dua bulan.
Araksha dan Luminya.
Sihir dan pedang adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Kedua bulan tersebut mewakili dua kekuatan yang bertentangan, Araksha adalah sumber sihir hitam yang kuat, sedangkan Luminya menjadi sumber sihir putih yang penuh berkah.
Namun, keseimbangan dunia mulai terganggu ketika sebuah gerhana yang belum pernah terjadi sebelumnya mulai terbentuk, yang dikenal sebagai "Gerhana Bulan Kembar".
Saat gerhana ini mendekat, kekuatan sihir dari kedua bulan mulai menyatu dan menciptakan kekacauan. Menyebabkan kehancuran diberbagai kerajaan.
"Aku adalah penguasa, diam dan patuhi ucapanku!"
[NOVEL ORISINIL BY SETSUNA ERNESTA KAGAMI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Setsuna Ernesta Kagami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bulan Luminya - V
Di dalam aula utama Istana Araksha, Selene berdiri di depan sebuah bola kristal besar yang memancarkan cahaya keunguan, berdenyut seperti jantung yang berdetak perlahan. Permukaan bola itu tidak sekadar transparan, melainkan seolah berisi kabut hidup yang selalu bergerak, mencerminkan berbagai gambaran dari tempat yang jauh.
"Nyx’s Omen," demikian bola ini dikenal. Artefak legendaris yang hanya bisa digunakan oleh para Jenderal Tertinggi Araksha untuk mengawasi dunia luar.
Dan saat ini, apa yang tergambar di dalamnya membuat Selene terdiam.
Kilatan cahaya membutakan memenuhi layar bola pengawas itu, diikuti oleh suara gemuruh menggelegar yang bergema di dalam ruangan. Lima Ksatria Kegelapan, makhluk buatan Velka yang seharusnya tak terkalahkan, lenyap begitu saja dalam sekejap mata.
Tak ada darah. Tak ada sisa armor yang terserak.
Hanya ada lubang besar di tanah yang masih mengepulkan asap suci, dan di tengahnya, sosok itu berdiri.
Seorang wanita berambut perak panjang, baju zirah putihnya berkilau di bawah sinar bulan. Di tangannya, sebuah pedang panjang yang mengeluarkan cahaya keemasan masih menguarkan sisa energi dari serangan yang baru saja ia lancarkan.
Matanya yang tajam menatap lurus ke depan, penuh keyakinan dan kekuatan.
Shion Aurelia Von Rosenberg.
"Tak mungkin…," Selene bergumam pelan, bibirnya yang selalu tersenyum kejam kini sedikit terbuka karena terkejut.
Ia menoleh ke samping, ke arah sosok yang duduk di singgasana hitam.
Jellal Astraus, sang Raja Kegelapan, tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia hanya menatap bola pemantau dengan mata gelapnya yang dalam, namun Selene bisa merasakan auranya bergetar sedikit.
Jellal tidak terkejut… tapi ia mengenali wanita itu.
"Shion Aurelia Von Rosenberg…," gumamnya pelan, seolah mengucapkan nama yang membawa kenangan lama.
Selene menelan ludah, perasaan tidak nyaman menjalari tengkuknya. "Tuanku… Anda mengenalnya?"
Jellal tidak langsung menjawab. Ia hanya menyandarkan punggungnya ke singgasana, menatap sosok di dalam Nyx’s Omen seolah menelusuri sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar apa yang terlihat.
Lalu, perlahan, sudut bibirnya melengkung dalam seringai kecil.
"Menarik…," katanya dengan nada rendah, hampir seperti bisikan. "Aku tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi di dunia ini."
Selene menggigit bibirnya. Ia tidak menyangka akan ada makhluk yang memiliki kekuatan mendekati tuannya. Cahaya itu… kekuatan yang bisa melenyapkan pasukan mereka dalam sekali tebas…
Dan yang lebih menakutkan, Jellal tidak tampak marah.
Ia tampak tertarik.
Lalu didalam balairung besar Istana Araksha, deretan sosok berdiri dalam keheningan yang mencekam.
Jenderal-jenderal kegelapan, para komandan, hingga pelayan setia berkumpul dalam barisan yang tertata rapi di bawah pancaran obor kehijauan yang menerangi ruangan. Setiap orang yang hadir adalah makhluk yang telah bersumpah setia pada satu sosok, sosok yang kini duduk di singgasana hitam kelam di atas panggung tinggi.
Jellal Astraus.
Sang Raja Kegelapan menyandarkan dagunya pada satu tangan, matanya yang dalam dan dingin menyapu mereka semua.
Di sampingnya, Selene berdiri dalam diam. Ia tahu, ini bukan saatnya untuk berbicara.
Lalu, suara Jellal menggema di seluruh balairung.
"Aku punya satu perintah."
Seluruh bawahan menundukkan kepala mereka, memperhatikan setiap kata yang keluar dari bibir tuan mereka.
"Shion Aurelia Von Rosenberg."
Suara itu menusuk seperti belati. Nama yang baru saja mereka dengar kini menjadi beban yang melayang di atas kepala mereka.
"Mulai saat ini, sebagai raja kegelapan.. aku melarang siapa pun di antara kalian untuk menghadapi wanita itu."
Keheningan semakin dalam. Mata-mata penuh tanya saling berpandangan. Bahkan Darius yang gagah dan penuh percaya diri mengerutkan dahi.
"Tuan…" Velka, yang berdiri di barisan depan, akhirnya membuka suara. "Apakah wanita itu… benar-benar begitu berbahaya?"
Jellal mengangkat satu alisnya, lalu tersenyum kecil. "Bahaya? Tidak."
Tatapan semua orang kini tertuju padanya.
"Ia bukan ancaman bagiku. Tapi bagi kalian.. dia adalah kematian."
Nada suaranya begitu tenang, begitu mutlak, seolah ia sedang menyatakan sebuah kebenaran universal.
"Kesatria suci sejati bukan sekadar petarung yang kuat." Jellal melanjutkan. "Mereka bukan cuma makhluk yang mengayunkan pedang dan menggunakan sihir. Mereka adalah lambang perlawanan, simbol keyakinan. Dan keyakinan seperti itulah yang menjadikan mereka rintangan yang patut dipertimbangkan."
Tatapan matanya berubah tajam.
"Namun, pada akhirnya…"
Ia berdiri perlahan dari singgasananya, menaikkan satu tangan.
"…tidak ada satu pun kesatria di dunia ini yang bisa menandingi kekuatanku."
Aura hitam pekat menyelimuti ruangan dalam sekejap. Suasana yang tadinya sudah mencekam kini berubah menjadi sesuatu yang lebih berat, seolah gravitasi dunia telah berpihak pada sosok yang berbicara.
Selene tersenyum tipis.