kisah seseorang yang berjuang untuk lepas dari perjanjian tumbal yang ditujukan kepadanya karena sebuah kedengkian. Ikuti kisahnya selanjutnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode-27
Ki pahing berjalan mondar-mandir dengan raut wajah yang masam. Ia tahu jika Ira mengalami kecelakaan dari mata bathinnya, tetapi ia tak mungkin dapat ke rumah sakit karena akan menimbulkan kecurigaan saja. Kali ini ia ingin menunggu saja.
Sementara itu, Fahri pulang ke rumah ibunya untuk mengambil buku tabungan milik ibunya. Setibanya dirumah, ia membongkar isi lemari sang ibu dengan begitu tergesa-gesa.
Pencairannya tak sia-sia. Ia menemukan buku tabungan, surat tanah bersertifikat, serta beberapa perhiasan dalam sebuah wadah persegi empat berbahan plastik.
Hatinya begitu girang. Ia harus dapat menguasai seluruhnya sebelum Danang yang mengurasnya ataupun laku-laki lain yang menajdi selingkuhan ibunya.
"Enak saja ibu mengabiskannya bersama pria lain, sedangkan ayah yang bersusah payah mencarinya," gumamnya dengan geram.
Ia tahu jika tabungan ini tidak dapat diambil jika bukan pemiliknya langsung, maka ia membuat skenario yang telah ia siapkan sebelumnya.
Pria itu membawa semua yang ditemukannya, dan ia akan menanggung apa yang akan dilakukannya. Ia bergegas pergi meninggalkan rumah sang ibu dan menuju sebuah Bank tempat dimana ia akan mengurus segalanya.
Setibanya di Bank tersebut, ia mendatangi sebuah meja costumer service. Ia membawa semua berkas yang dibutuhkan.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya seorang pegawai pria berwajah tampan juga berpenampilan sangat rapih.
"Saya ingin mencairkan uang tabungan ibu saya dan menyimpan sertifikat tanah ini disafe deposit box." Fahri menyerahkan berkas tersebut.
Pegawai Bank tersebut memeriksanya dengan teliti. Ia memeriksa buku tabungan tersebut. "Untuk pencairan buku tabungan tidak bisa, Pak. Sebab harus pemiliknya yang dapat mencairkannya," ucap pegawai tersebut.
"Ibu saya sudah meninggal, dan ini surat kematiannya." Fahri menyodorkan surat kematian sang ibu yang mana telah ia manipulatif.
Petugas itu memeriksanya, lalu meminta kartu identitas milik Fahri dan juga kartu identitas milik Ira sebagai pemiliknya.
Setelah memeriksanya, maka pencairan dimulai, dan sertifikat kepemilikan tanah dan bangunan itu disimpan dalam box yang disediakan.
Pencairan telah berhasil. Ternyata perhiasan yang didapatnya dari Ki Pahing telah diubahnya sebagian dalam bentuk uang, dan tentunya.Fahri mendapatkan uang tersebut dengan senang hati.
Sementara itu, Ira mulai membaik, tetapi tidak ada satupun yang menjenguknya dan menyambut kepulangannya hari ini. Bahkan Fahri-puteranya juga tidak perduli padanya. Ia terpaksa pulang dengan menjual giwang yang masih tersisa disebuah toko emas yang tak jauh dari rumah sakit.
Wanita itu menggunakan jasa taksi online untuk tiba dirumahnya. Setelah menempuh perjalanan yang baginya melelahkan, ia tiba dirumah.
Tampak tetangga yang melihat kepulangannya juga terlihat acuh tak acuh padanya. Bahkan peristiwa yang terdengar mengerikan terjadi padanya tak menarik simpati bagi mereka.
Ia mencoba membuka pintu yang ternyata tidak dikunci oleh Fahri. Ia memasuki rumah dengan perasaan yang tak nyaman. Ia menuju kamar dan memeriksa kondisinya yang tampak berantakan.
"Fahri!" gumamnya dengan geram. Ia memeriksa isi lemari, dan ternyata semua barang-barang berharganya sudah lenyap. Ia yakin jika puteranya adalah pelaku utamanya.
Ia keluar dari kamarnya, lalu menuju dapur dan mengeluarkan sepeda motor butut milik almarhum suaminya.
Ira mengendarainya dengan tujuan rumah puteranya. Akan tetapi, saat diperjalanan, ia bertemu dengan Amdan yang saat ini sedang bersama dengan Dewi. Sepertinya kemanakan perempuannya itu belum pulang ke rumah suaminya diperantauan.
Amdan mencoba bersejajar dengan bibinya atas permintaan sang kakak. "Bi, bagaimana kondisi bibi?" tanya keponakan perempuannya itu.
"Jangan sok perduli dengan saya!" jawab Ira, lalu menambah laju motornya. Ia merasa panas pada hatinya saat berhadapan dengan kedua orang tersebut. Rasa iri dengki masih men-dominan dihatinya.
Amdan dan Dewi diam termangu menatap bibi mereka. "Sudah ku katakan, jangan berharap akan berbuat baik pada mereka, bahkan masih niat saja sudah dianggap jahat." Amdan tampak sangat kesal.
"Ya sudah, kita pulang," jawab Dewi, lalu keduanya menuju pulang. Mereka baru saja selesai berbelanja kebutuhan warung milik Amdan.
Saat ini Wardah masih belum dapat diajak untuk membantu buka warung, karena ia semakin bertingkah aneh.
Ira sudah tiba dirumah Fahri. Tetapi rumah sang anak sudah tutup. Ternyata pria itu sudah keluar kota bersama anak dan istrinya untuk berlibur sembari menikmati uang milik ibunya.
Meskipun merasa kesal. Ira memilih untuk menuju rumah Ki Pahing, hanya pria itu satu-satunya tujuannya saat ini.
Motor bututnya melaju dengan kencang dan asap yang keluar dari knalpot tampak mengepul dengan sangat banyak.
Setibanya ditempat itu, ternyata Danang juga sudah berada disana. Tetapi pria itu memilih menyelinap pergi dari arah dapur dan tidak ingin bertemu dengan wanita yang selama ini poroti.
"Kemana saja kamu, Mbak?" sapa Ki Pahing seolah tidak mengetahui apa yang terjadi pada wanita itu. Ia tidak ingin dipersalahkan karena tidak menjenguk saat Ira dirumah sakit.
"Apa Ki Pahing tidak tahu jika saya mengalami musibah?!" tanyanya dengan sengit.
"Tidak," jawabnya berbohong.
"Kalau tidak tahu, berarti kesaktian Aki tidak hebat!" jawab Ira dengan sengit.
Ucapan Ira tentu meremehkan pria penganut aliran sesat dengan ilmu hitam tersebut.
Ia menggeretakkan giginya dengan kepalan ditinjunya, tetapi ia masih ingin menggunakan Ira sebagai kaki tangannya, dan sebaiknya ia mengalah.
"Aku tidak ingin berdebat. Sebaiknya mbak Ira mengikuti ritual yang tertunda, sebelum jin yang melakukan perjanjian dengan Mbak Ira mengamuk!" ucapnya dengan penuh penekanan.
Sesaat Ira tak berkutik dengan tatapan pria tersebut. "Masuklah kekamar, saya sudah mempersiapkan segalanya," titahnya, lalu tanpa bantahan apapun, Ira memasuki kamar dengan rasa yang tak dapat ia tahan.
Engah mengapa saat memasuki kamar tersebut, hasratnya kembali meledak dan ia melihat sudah tersedia da--rah ayam cemani yang berwarna hitam pekat dan berbau anyir dalam wadah sebuah mangkuk.
Kemenyan dan anglo serta minyak duyung berbau sangat menyengat menyambutnya dengan nuansa mistik yang sangat ken--tal.
Seperti biasanya. Ira menanggalkan penutup tubuhnya dan ia menghampiri segala perlengkapan ritual. Disana terdapat juga kembang tujuh rupa yang bercampur dengan aur yang mana juga sudah menyatu dengan sebagian da--rah ayam cemani.
Ira mulai melakukan ritual tersebut. Ki Pahing membakar kemenyan, asap membumbung diudara, lalu ia memercikkan minyak duyung ditubuh sang wanita dan ia memberikan segelas cairan kental berwarna hitam kemerahan itu kepada sang wanita. "Minumlah, dan habiskan!" titah Ki Pahing pada wanita yang sudah tersesat dengannya.
Ira tak membantah. Ia bagiakan terhipnotis atas apa yang dikatakan oleh pria tersebut. Ia meneguknya hingga habis, lalu menyiramkan air yang juga sudah bercampur da-rah itu ke sekujur tubuhnya.
Sementara itu, Ki Pahing terus berkomat-kamit membaca mantra mengiringi pelaksanaan ritual tersebut.
Sukses trs tuk semua Novel-novel nya. sllu Sehat Wal'afiat untuk Mu Beserta Keluarga 🤲 Aamiin 🤲
Terakhir di akhir Novel ni sdh aku beri Like + Hadiah Bunga + Vote yaa Akak Cantik 😘
akhirnya Bu Ira meninggoi 🤦🤦🤦
mkne jgn kyk gtu
hadehh klo nanti mati juga lama2
Novel bagus,ada makna di dalamnya yg bisa jadi pelajaran buat kita.
Selalu bersyukur dg hidup kita,jangan iri dg hidup orang lain.