Sekejap manis, sekejap pahit. begitulah urusan hati seorang Dinata Mahika Jennar, patah hati yang berulang membuat sikap egoisnya memaksa untuk selalu berpindah kampus tempatnya belajar dan trauma untuk menjalin rasa itu kembali terhadap seseorang.
"Gue mau jadi biksu aja, seumur hidup ngga akan pernah mau lagi ngerasain jatuh cinta sama manusia."
Namun kepulangannya ke tanah air justru mempertemukannya dengan seorang penggombal receh dimana nasib justru menghadapkan keduanya di situasi pernikahan yang terpaksa.
Adalah Prasasti Dirgantara, prajurit militer bersenjata negri yang lahir dari keluarga sederhana dan harus turut menerima derita menikahi Dina secara paksa, sepaket sifat menjengkelkan gadis kaya raya itu.
"Jangan lupa uang panainya! Pendidikan gue itu sarjana, om. Minimal 150 juta..." sengak Dina congkak. Prasasti menjedotkan kepalanya ke dinding beton markas militer, "mesti minjem kemana?!"
Sanggupkah keduanya menjalani pahit manisnya kehidupan sebuah pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27~ Kasmaran 2
Wajah judes itu hadir mengisi layar ponsel Prasasti yang sedikit pecah karena sinyal, ditambah merknya yang tak sebagus milik Dina. Namun di matanya, meski gambarnya persis pixel, tetap saja Dina semakin cantik.
"Hm, baru inget telfon? Padahal Dina udah ngitung tuh, dari ibukota kesana berapa jam....om tuh udah dari tadi sampe."
Prasasti menyunggingkan senyumnya bangga, "segitu perhatiannya andi sama abang, sampe diitungin segala...kangen ya," tembaknya tak malu-malu.
Dina berdecak mengaduh, "be go banget sih gue..." keluhnya pelan memancing tawa Pras, "kalo suka bilang sist..." katanya tergelak yang sontak memantik kalimat bernada sewot dari Dina.
"Abang juga masih simpen ini," Pras mengeluarkan dua buah bungkus permen bertuliskan i love you, dan i miss you lalu menunjukannya pada Dina. Hal sepele memang, namun mampu membuatnya belingsatan tak karuan.
"Ya Allah, kirain udah abis. Cuma tulisan doang itu, om."
Pras menggeleng, "itu tuh ucapan hati. Ucapan hati andi buat abang.." balasnya kekeh, sejenak keduanya terdiam, se-awkward ini saat keduanya dilingkupi satu rasa yang sama, kok asyem sih! Canggung!
"Ndi,"
"Om,"
Keduanya tertawa, "andi dulu saja."
"Om aja."
"Ladiest first."
"Imam yang kasih contoh," balas Dina mengundang decakan Pras.
Dahi Pras mengernyit, "andi baru mandi? Jam segini?!" tanya nya.
Dina menggeleng seraya melihat ke arah badan, "engga. Dina udah mandi dari tadi, cuma belum pake baju aja, abis ngolesin lotion." ditambah, ia memang semalas itu orangnya, bahkan seringkali ia tidur pun memakai bathrob.
"Mmhh, bohong..." ucap Pras sedang mengusili istrinya itu.
"Om ngga percaya?! Butuh bukti?" akhirnya si milk bun masuk perangkap si otak mesum.
"Kalo andi sudah mandi, so pasti badannya keliatan seger. Mana bisa abang liat andi seger atau engga..." ia yang berucap, namun ia sendiri yang kini meneguk saliva sulit sekaligus jantung yang berdebar. Mendadak si tole cenat-cenut ketika Dina mulai mencari tali bathrobnya.
"Nih liat ya, Dina bahkan belum pake baju!" ucapnya, semakin saja Pras dilanda keringat panas--dingin.
"Mana?" cebiknya memancing rasa menggebu-gebu Dina, dirinya sudah membayangkan bagaimana indahnya lekukan itu, terbayang kedua gunungan yang pernah ia sesap waktu itu, mendadak mulutnya dipenuhi rasa manis hanya dengan mengingatnya, cilaka! Masa ia harus bersolo karir ditengah dinas begini! Duh! Mau sesep gunungan siapa? Sapi betina?!
Benar saja, salahkan sang rindu....salahkan hatinya yang merindu akan pujaan hati, dan salahkan otaknya yang usil dan kelewat mesum, alhasil badannya sekarang dilingkupi rasa panas, bahkan si tole sudah ngamuk dengan tegang tak berkesudahan. Pras terpaksa mengguyur badannya kembali di tengah malam sampai hawa panas itu mereda, shittt! Sepulang dari sini, ia harus benar-benar membujuk Dina untuk menyerahkan mahkotanya.
Dena yang nyatanya belum tidur dan baru selesai menghubungi sang istri melihat sosok Pras masuk bertelan jang dada dengan handuk tersampir di leher, "baru mandi, bang? Ck...ck...dedikasimu bang. Patut diacungi jempol, yang lain bilang abang baru selesai jajal puslatpur." Pujinya bangga, sosok Pras memang tak diragukan lagi, pantas namanya berkibar diantara nama-nama prajurit berprestasi.
Hidung Prasasti merekah seketika, andai ia tau jika dirinya bukan mandi karena lelah berlatih sesorean, melainkan karena meredakan sesuatu pastilah Dena tergelak.
Dina terbangun ketika suara mars militer berkumandang, tak adanya sosok Pras membuat dirinya tak nyaman di rumah sendirian. Rasa takut masih memenuhi ruang hati dan pikiran.
Malas masak, ia memilih tak menanak nasi hari ini. Rencananya hari ini ia akan ke rumah papi. Rumah masih rapi, tak perlu ia bersihkan, yang perlu ia lakukan sekarang adalah mandi lalu memesan taksi online.
Dina pergi saat masih pagi, seperti biasa ia menemukan para tetangganya masih sibuk bergu mul dengan aktivitas sehari-hari.
Ia menyempatkan diri untuk mampir ke rumah Clemira dan meminta sarapan.
"Om Pras nugas luar berapa lama?" tanya Cle menyajikan piring tambahan untuk temannya itu, sementara Dina menggidik, "sekitar 3 sampe 5 hari katanya."
"Pras itu unit pertama yang nantinya akan memberikan informasi penting untuk kesatuan, yang selanjutnya akan menjadi bahan surat perintah bagi unit lainnya. Jadi unitnya itu amat sangat penting, tugasnya pun tak main-main karena terjun langsung diantara target operasi yang kita pun kadang tak tau seperti apa di lapangan, apakah mereka individual, ataukah sebuah kelompok kartel..."
"Gembong mafia gitu maksudnya?" tanya Dina diangguki Tama.
"Weww..." sahut Clemira begitu saja. Dina kembali meneguk susunya dengan perasaan berat sekarang, akibat penjelasan Tama.
"Kalo seandainya...." Dina menatap nyalang ke arah gelas susu yang tersisa setengah di atas meja.
Tama melihat kegetiran itu dan sejenak saling berbalas tatapan memahami dengan Clemira.
"Do'akan saja setiap langkahnya dalam bertugas, karena setiap kata yang keluar dari mulut istri adalah do'a mujarab untuk suami." Pungkas Tama menyeka mulutnya dan beranjak dari kursi, "mas berangkat dulu. Adek mau berangkat bareng Dina?"
Clemira mengangguk, "Dina pesen taksi online, biar nanti Cle turun di halte deket kampus."
Tama mengangguk, "saya duluan, Din. Yakin saja, Pras itu ahlinya."
Clemira tersenyum, ia mengantarkan Tama terlebih dahulu ke pintu, dan kembali menemani Dina, "are you oke? Lo mau ke rumah papi lo kan? Yuk, buruan, supirnya udah sampe mana?" tanya Cle membereskan bekas makan yang kini dengan naluri refleksnya, Dina membantu Cle membawakan itu ke wastafel.
"Udah di deket lanud. Yuk,"
...
"Byeee!"
Ia berdadah ria dengan Clemira yang turun duluan. Lantas kini ia tinggal sendiri bersama pikiran yang menggema, seberat itu tugas seorang Prasasti Dirgantara.
Hingga kompleks elite dimana dulu ia tinggal sudah dimasuki mobil menghentikan lamunannya.
"Sayangnya mamih!" sambut maminya memeluk Dina, persis anak yang baru kembali lagi setelah diculik ko lor ijo.
"Sehat sayang, betah disana? Rame? Bagus tempatnya? Kok kurusan sih, padahal baru berapa hari...." cecar mami pada Dina sambil menggiring putrinya itu masuk, "baik ma. Betah, rame...soalnya Dina disana kan ngga sendiri, mami hitung aja satu blok itu ada sekitar 28 rumah, kalikan ratusan." Jawabnya.
"Papi mana?" tanya Dina memasuki istana kedua orangtuanya itu, "Dion ngga kesini?"
Mami menggeleng, "papi lagi urusan bisnis ke timur, Dion ngurusin kerjaan papi di negri Jiran."
"Ohh..." Dina berohria seraya melepas rindu pada setiap inci rumahnya yang besar, setelah beberapa hari ini matanya mentok-mentok mandangin dinding rumah sepetak tanpa hiasan atau ukiran khas modelan rumah bergaya eropa klasik macam rumah mami.
Dina membuka pintu kaca penghubung ruang makan dan taman di tengah rumahnya, "hay king! Miss you!"
**Gukk! Gukk**!
Seekor an jing jantan dengan bulu lebat hingga menutupi matanya menyambut kedatangan Dina, "king nyariin kamu, sayang. Kangen sama majikannya..." ujar mami melow dapat melihat Dina kembali.
Dina meraih dan menggendong King lalu mengajaknya berkangen-kangen ria di atas jalanan berlantai parkit diantara taman bunga mini dan waterfall wall buatan membuat suasana segar terasa di rumah ini.
"Papi ke timur sendiri?" tanya Dina lagi meski fokusnya kini pada king yang berputar mengejar ekornya sendiri.
"Ketemu om Ammar sama siapa ya mami lupa, tapi dia pejabat sih...katanya mau ngomongin bisnis sambil vacation...mau titip sesuatu sama papi?"
Dina menggeleng, "barang timur sering dikirim Zea. Jadi udah ngga aneh."
"Kira-kira kalo mami minta temenin kamu ke Paris, Pras kasih engga?" tanya maminya yang duduk di kursi taman putih, seraya memperhatikan kebersamaan Dina dengan king.
"Kemana?! Paris? Mau ngapain?!" kernyitnya.
Maminya tersenyum, "bulan depan kan mami sama papi anniv, kok ngga inget sih?!" rengeknya membuat Dina nyengir kuda.
"Papi bilang ngga bisa bawa mami jalan-jalan berdua buat rayain tahun ini, soalnya papi bilang punya proyekan besar sama om Ammar sama om Dipta. Makanya mami ajak kamu aja, tenang...papi udah transfer uang buat kita vacation di Paris, sebagai hadiah ulang tahun perkawinan."
Dina mengerutkan dahi, "om Dipta?"
Mami mengangguk, "tau ngga? Itu loh yang ada di dewan, komisi berapa ya, mami lupa..."
Dina tanpa kecurigaannya hanya mengangguk saja, pasalnya tak sedikit pula papinya memiliki teman di pemerintahan.
"Nanti deh, Dina tanya om Pras...kalo diijinin nanti Dina kasih passport Dina..." jawabnya menggendong king dari pangkuannya dan meletakan an jing itu di dekat mangkuk makanannya.
"Kok kamu manggilin suami, om sih? Perasaan Prasasti belum keliatan tua, umur dia berapa sih?" tanya mami.
Dina terkekeh, "kebiasaan."
"Kenapa ngga ayang beb, kek...sayang, honey gitu..."
Dina bergidik jiji, "ihhhh!"
"Mi, Dina kesini mau ngambil sebagian barang-barang Dina, biar disana ngga terlalu sepi..." ucapnya melengos masuk dan menyerbu lantai dua.
.
.
.
.
ada aja candaan bang Pras
lanjut baca ulang
blum bisa move on dari bg black
humornya gak pernah ketinggalan kalo lg ngobrol
selalu selalu seruuuuu
semangat dinaaaa💃
jubran
Lisa
jisoo or
chaeng kah???