Setelah sepuluh tahun, suamiku kembali pulang ke rumah. Dia ingin kembali hidup bersama denganku, padahal dia yang telah pergi selama sepuluh tahun dan menikah lagi karena menuduhku mandul.
Namun, setelah Petra pergi aku justru hamil. Aku merahasiakan kehamilanku hingga putriku lahir. Selama sepuluh tahun aku merawat Bella seorang diri.
Apa yang akan terjadi bila Petra mengetahui kalau Bella adalah darah dagingnya. Apakah aku harus menerima kembali kehadirannnya setelah sepuluh tahun.
Yuk! ikuti kisah dan perjuangan Kayla dalam cerita, Di Ujung Sesal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27.
Aku sangat kaget mendengar cerita, Bram. Apa memang Petra dibalik semua itu? Senekat itukah dia merusak reputasinya. Menghancurkan karir dan masa depannya sendiri yang ia bangun dari nol. Apa motifnya melakukan semua itu? Hanya karena cemburu melihat aku dan Bram menjalin hubungan?
Atas dasar apa dia mencemburui aku, bukankah kami telah berpisah sepuluh tahun lebih. Dia yang berkhianat dengan diam-diam menikah. Dia yang tega melukai hatiku menuruti semua keinginan saudari dan ibunya.
Sungguh egois, dan hanya peduli dengan kepentingan dirinya sendiri. Tidak tahu malu, belum cukupkah apa yang dia alami selama ini sebagai balasan dari perbuatannya? Ibunya yang struk, anak yang dia harapkan tidak kunjung hadir dan rumah tangga malah berantakan karena istri barunya malah menyelingkuhinya.
Dia berharap aku mau kembali hidup bersamanya, setelah apa yang telah dia lakukan padaku. Menghianatiku dan terakhir nyaris menodaiku.
Seharusnya aku mendengar saran Bram, waktu itu. Menuntut Petra lewat jalur hukum atas perbuatannya itu. Tapi aku memang tidak ingin kasus itu merembes kemana-mana terlebih, Petra telah menandatangani perjanjian tidak akan mengulanginya lagi.
Namun, dia kini mengalihkannya pada, Bram. Tapi benarkah Petra yang melakukan penyerangan ke kantor Bram. Ataukah itu orang-orang suruhannya. Siapapun yang melakukannya sama saja jika memang Petra terlibat.
Dugaan Bram sangat kuat, karena sebelumnya Petra telah mengajukan surat permohonan pengunduran dirinya. Bram masih ingin mencoba mempertahankan Petra atau setidaknya dia ingin tau alasan pengunduran diri, Petra.
Mereka sudah berjanji saling bertemu, tapi Petra malah mengubah tempat pertemuan itu. Maksudnya apa?
Jika Petra pelaku atau dalang dari penyerangan dan penyekapan itu sungguh tindakan yang nekat. Aku jadi khawatir dia akan bertindak lebih nekat lagi, semisal menculik atau menyakiti Bella. Aku tidak ingin hal itu terjadi pada, Bella. Ah, aku jadi panik dan cemas karena pemikiranku itu.
"Mama kenapa?" sapaan lembut Bella membuatku kaget setengah mati. Reaksiku terlalu berlebihan membuat Bella jadi heran.
"Oh, Bella kamu telah membuat Mama kaget, Nak," seruku mengelus dada.
"Idih ketauan Mama lagi melamun. Hayo, Mama pasti ngelamunin Om Bram, iya 'kan?" goda Bella dengan senyum nakalnya. "Bella telepon si Om ya ,Ma biar datang ke rumah kita." lanjutnya lagi.
"Eh, Bella jangan. Ntar, Om Bram terganggu,Nak." Aku mengejar Bella ke teras karena membawa ponselku dan hendak menghubungi Bram.
Langkahku dan langkah Bella terhenti saat melihat ada orang asing berdiri di luar pagar. Dia gugup saat pandangan kami bentrok. Dengan langkah tergesa dia berlalu.
"Hey, Anda siapa?" teriakku berlari menuruni tangga teras mengejar sosok itu sampai pintu pagar tapi dia keburu menghilang.
Aku jadi bingung sekaligus curiga melihat orang asing itu. Mau apa dia? Kenapa dia menghindar dan pergi? Pasti dia punya niat jahat karena tiba- tiba muncul dan menghilang.
"Dia siapa, Ma?" tanya Bella keheranan saat aku kembali ke teras.
"Mama tidak tau, Nak. Mungkin salah alamat." ucapku menyembunyikan perasaan cemasku.
"Tapi Ma, Bella juga kayaknya pernah melihat Om itu di sekolah."
"Apa? Bella pernah liat Om itu di sekolah. Orang tua teman kamu, ya?" tanyaku serius.
"Kayaknya enggak, Ma. Baru akhir-akhir ini Bella liatnya. Klo gak salah sih, dua atau tiga kali. Dia berdiri agak jauh gak sengaja aja liatnya, Ma."
"Hem, kamu harus hati-hati ya. Jangan sekali-kali meladeni orang asing klo diajak bicara. Pura-pura gak tau saja kalau pas bertemu." Segudang nasehat aku jejalkan ke Bella, agar berhati-hati dengan orang asing.
Apakah orang itu suruhan Petra juga? Sengaja mengawasi gerak gerik kami. Apa aku harus beritahu ini pada, Bram. Ah, aku malah takut menambah beban pikirannya. Belum selesai masalah di kantornya, harus ditambah lagi dengan masalahku.
Untuk sementara ini biarlah aku simpan saja misteri orang asing itu. Aku harus waspada mengawasi Bella.
***
Siang ini aku sengaja datang lebih awal untuk menjemput, Bella di sekolahnya. Aku ingin membuktikan apa benar ada orang asing yang mengawasi, Bella. Aku sengaja singgah di warung dekat sekolah Bella. Biar lebih leluasa melihat siapa yang keluar masuk gerbang sekolah.
Tiba-tiba aku melihat mobil hitam parkir di ujung jalan seberang sekolah. Seorang pria muncul dengan memakai kaca mata hitam dan berdiri dekat pintu gerbang. Dari gerak-geriknya sangat mencurigakan. Seketika jantungku berdebar tak normal. Rasa panik mulai melanda. Sosok pria itu sangat mirip dengan yang kulihat datang ke rumah.
Aku ingin segera berlari ke arah pintu gerbang sekolah. Anak-anak memang belum pulang. Tapi orang tua yang hendak menjemput anaknya sudah mulai berdatangan. Jika aku datang kesana dengan tampilanku saat ini, pasti pria itu akan mengenaliku. Pastinya dia akan melipir atau berpura-pura tidak melihatku.
Sementara niatku ingin menyelidiki dan melihat pria itu lebih dekat. Aku berpikir keras, bagaimana caranya biar bisa kesana tanpa dikenali pria itu. Jika pria itu bisa datang kerumah aku pastikan dia sudah memata-matai keseharianku dan juga sudah mengenalku secara sepihak.
Aku melihat ada wig tergantung didekat jendela pemilik warung. Iseng aku meminjamnya.
"Bu, ini punya ibu, ya? Boleh pinjam bentar, Bu?" ucapku.
"Eh, Bu Kayla. Buat apa peke wig siang-siang gini. Mau nakuti Bella?" gelaknya tertawa lucu.
"Iya, Bu, mau iseng aja apa Bella, masih kenal Mamanya klo pake wig ini," gurauku. Seraya memasang wig itu di rambutku. Bu Lia pemilik warung ketawa ngakak melihatku yang betulan memakai wig.
"Gimana Bu Lia, aku masih bisa dikenali gak?" ucapku tersenyum menatap diriku di depan cermin.
"Eit, bentar Bu Kayla. Pake ini biar lebih keren. Bella pasti pangling melihat mamanya." Bu Lia menyerahkan kaca mata hitam padaku. Aku hampir saja tidak bisa menahan tawaku saat melihat pantulan diriku di cermin.
"Oke, siap Bu Lia. Bella pasti pangling sama, mamanya ini. Semoga saja dia gak kesurupan nanti." guyonku membuat Bu Lia tertawa.
"Bu Kayla ada-ada saja. Buat apa pula ngerjain Bella." Masih sempat kudengar gumanan Bu Lia saat aku meninggalkan warungnya.
Kulihat pria itu masih berdiri disisi pintu gerbang, berbaur dengan para orang tua yang hendak menjemput anak-anaknya. Aku mengambil tempat jarak dua meter dari pria itu. Pura-pura merima telepon, tapi aku mengaktifkan vidio dan fokus menyorot pria itu.
Puas merekamnya, aku menyimpan kembali ponselku dan berdiri santai sambil menunggu bell tanda pulang sekolah. Kulihat pria itu menerima telepon. Dia menjauh untuk menerima panggilan itu, aku berdiri dan berpura-pura berjalan ke arahnya lalu menjaga jarak.
"Baik Pak Petra, aku sudah dilokasi."
Aku terkejut saat pria itu menyebut nama Petra. Jadi benar pria itu suruhan, Petra? ***