"Kalian berdua pergi dari rumah ini sekarang!"
"Papa mengusir kami?"
Agus Sudarmono, ayah Lili, tega mengusir putri sekaligus pengawal pribadinya selesai acara pernikahan. Mereka berdua dipaksa menikah setelah dijebak tidur bersama oleh ibu tirinya.
Yang lebih menyedihkan hati, Lili harus meninggalkan segala kemewahan yang selama ini dikecapnya. Dan harus hidup sederhana bersama dengan pengawalnya di sebuah desa.
Akankan kah Lili bisa bertahan dengan kehidupan barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Lili memegangi kepalanya yang terasa pusing. Ia berlari ke kamar mandi karena perutnya terasa mual.
"Pasti gara-gara tidak makan semalam," katanya sembari berkumur.
Lili pergi ke meja makan, untuk mengisi tenaga agar tubuhnya terasa fit lagi.
"Nona Lili, kamu kelihatan pucat?" tanya Bik Onah cemas.
"Sepertinya karena semalam tidak makan, jadi sekarang tidak enak badan," katanya sembari menyesap susu hangat yang sudah disajikan oleh pembantunya.
Lili menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Baru saja tertelan dia ingin memuntahkannya lagi. Lili berlari ke kamar mandi.
"Nona, kenapa?" Bik Onah berlari mengikuti Lili ke kamar mandi.
Lili tidak menjawab, dia masih terus muntah. Lili berkumur lalu keluar. Tubuhnya sangat lemas.
Bik Onah membantu Lili ke kamarnya. "Nona, bibi buatkan minum hangat dulu."
Lili menyesal, karena semalam tidak makan sehingga paginya dia sakit. Padahal, hari ini dia ingin pergi dari rumah.
"Nona, minum dulu." Bik Onah membantu Lili minum.
"Bik, jangan panggil Nona. Lili aja," pinta Lili sembari menerima gelas berisikan air putih hangat.
"Tidak, aku lebih nyaman panggil Nona saja." Bik Onah tidak mau memanggil Lili lagi. Rasanya tidak enak memanggil majikannya dengan sebutan nama saja.
"Senyamannya bibi aja deh." Lili memberikan gelas setelah dia meneguknya sedikit.
"Bibi telepon Galang dulu," kata Bik Onah.
Lili menahan Bik Onah. "Tidak perlu Bik, aku cuma tidak enak badan saja. Kasihan kalau kerjaanya terganggu."
Lili tidak ingin membagi hal-hal sepele yang merepotkan Galang. Dia harus bisa melakukan sendiri tanpa dia. Terlebih lagi, dia masih malas bertemu dengan suaminya itu.
"Bibi panggilkan dokter ya," bujuk Bik Onah.
"Tidak usah Bik, makasih banget. Istirahat sebentar juga baikan," Lili menolak tawaran Bik Onah.
"Kalau begitu, Nona mau makan apa biar bibik masakan." Bik Onah menyelimuti Lili.
"Sup. Maaf ya bik, jadi merepotkan." Lili merasa tidak enak karena terus merepotkan Bi Onah.
Harusnya dia yang memasak, karena dia datang untuk membantunya memasak bukan menjadi pembantunya.
"Nona, Bibi buka pintu dulu kayaknya ada tamu," kata Bik Onah ketika mendengar suara ketukan pintu.
"Iya, Lili mau tidur dulu ya Bik. Nanti kalau sudah matang supnya baru bangunin Lili," Lili memejamkan matanya.
Dia ingin segera menuju alam mimpi, dia sedang tidak ingin banyak bergerak dan juga bicara.
"Lili, ayo ke dokter!" seru Mila dari ambang pintu.
"Ya ampun, Mila, kamu bikin kaget tahu," omel Lili dengan wajah di tekuk.
Baru saja dia mau terlelap, suara melengking sahabatnya membuatnya dia terbangun lagi.
"Kau, sakit bukanya ke dokter malah tidur-tiduran saja. Kapan sembuhnya," omel Mila membantu Lili duduk.
Mila mengecek kening Lili. "Tidak demam."
Lili menurunkan tangan Mila. "Aku baik-baik saja, cuma tidak enak badan. Semalam tidak makan," curhatnya.
"Tidak makan? Lili kau boleh kesal tapi jangan siksa dirimu sendiri." Mila menasehati sahabatnya jangan terlalu keras terhadap dirinya sendiri.
"Aku tidak napsu makan karena Galang cuek sama aku," jawab jujur Lili.
Mila menghela napas panjang, baru dicuekin saja sudah tidak nafsu makan bagaimana kalau pisah pasti bisa gila?
"Perutku rasanya tidak enak banget kayak kembung," keluh Lili dengan mengusapnya.
"Kita periksa, aku takut kamu kenapa-kenapa." Mila bersikeras membawa Lili untuk periksa.
"Kau yakin tidak mau ke kota?" Mila membujuk Lili.
"Janji, setelah ini kau bawa aku ke kota?"
Setelah dibujuk terus menerus oleh Mila, akhirnya Lili mau ikut dengan diiming-imingi pergi ke kota.
Lili memegang perutnya, dia masih tidak percaya dengan yang di katakan dokter. Jika dirinya hamil memasuki minggu ke lima.
"Senang banget, sebentar lagi mau punya ponakan," kata Mila.
Senyum Lili mendadak memudar, kenapa anak dalam kandunganya harus datang di saat dia dengan Galang bertengkar.
Selain itu, dia juga menginginkan perceraian. Bagaimana dia nanti menghidupi sang bayi. Dia masih belum bekerja.
"Kamu kenapa sedih?" Mila mengusap lengan Lili.
"Kenapa dia datang di saat seperti ini," ungkapnya sedih.
Mila mendekatkan duduknya, lalu merangkul sahabatnya itu.
"Justru dia datang di saat yang tepat," paparnya dengan mengusap perut Lili.
Mila mengatakan Tuhan mengirimkan bayi, untuk menyatukan hubungan Lili dengan Galang.
Lili berjalan pelan meninggalkan Mila. "Aku tetap ingin bercerai."
Lili bersikeras untuk meminta cerai kepada Galang, meskipun dalam kandungan sudah ada calon bayi dari Galang.
Mila melangkahkan kakinya lebar agar sejajar dengan sahabatnya. "Lili, jangan ceroboh. Menjadi ibu tunggal itu tidak seenak yang kamu bayangkan."
"Aku tahu, tapi aku juga tidak bisa bertahan dengan Galang yang memiliki perempuan lain. Dia bahkan mengabaikanku," wajah Lili menegang dadanya bergemuruh karena sahabatnya terus membela suaminya.
Lili yang diam seribu bahasa setelah perdebatan mereka berdua.
"Jadi kamu tetap ingin kerja di kota?" tanya Mila sembari melirik ke arah.
"Iya, aku akan ke kota besok." Lili menoleh ke arah Mila menatapnya intens.
"Apa?" ucap Mila bingung melihat sekilas tatapan Lili.
"Awas kau memberi tahu Galang rencanaku, aku tidak akan mau berteman denganmu!" ancam Lili lalu menatap ke depan lagi.
Lili menghentikan langkahnya saat melihat Galang sudah ada di rumah. Dia melirik kearah Bik Onah lalu mendengus, pasti dia yang mengadu dengan Galang sampai dia pulang.
Lili berjalan mengabaikan suaminya, kekesalannya belum menghilang.
"Kamu sakit apa?" Galang menyusul Lili ke kamar.
"Aku tidak apa-apa," ketusnya sembari menarik selimut sampai di dada.
Galang menghembuskan napas kasar, "Maafkan aku, kemarin aku emosi." Galang duduk di samping Lili.
Galang menurunkan gengsinya untuk menghentikan perang dingin dengan Lili.
"Aku akan memaafkanmu, jika kau membawaku ke kota," lirik Lili.
Galang menggebrak meja di samping kemarnya, "Kenapa kau itu keras kepala!"
Lili memegangi dadanya, jantungnya berdebar keras karena kaget.
Lili duduk, "Aku berhak pergi dari rumah ini."
Galang memegang dagu Lili. "Kau istriku saat ini, tidak bisa seenaknya meninggalkan tempat ini!" ketusnya.
"Kalau begitu, ayo kita bercerai," kata cerai meluncur mulus dari mulut Lili.
Galang menghembus napas pendek, rahangnya mengetat. "Tidak akan pernah!" tolak Galang.
Galang sudah meluangkan waktu pulang untuk melihat sang istri, meninggalkan pekerjaanya. Namun, sampai rumah justru di buat emosi.
Lili memejamkan matanya saat Galang keluar dengan membanting pintu keras-keras. Dia takut kedepannya Galang akan main tangan dengannya.
Emosi Galang yang meluap-luap semakin membuat Lili yakin, dia mau pisah. Dia juga tidak mau mendengarkan dirinya.
Keras kepala, melakukan yang dia mau tanpa memikirkan dirinya.
Lili mengusap perutnya pelan."Apa yang harus mama lakukan sekarang, sayang,"
kasih exrta dong dimas nikah sama indira lalu bagas nikah sama mila
sampai hamil gitu lo tor
buat cerita tentang dimas dong tor aku suka 😍 ya tor buat cerita dimas dongggg pliseee
dibikin sempurna dong MCnya walo dikit
suka dengan cerita nya