Mengapa kita bertemu disaat yang tidak Tepat
Kisah berawal ketika Alana Clarissa memutuskan untuk Pindah ke sekolah baru untuk melupakan masa lalunya tiba-tiba ia bertemu dengan sosok sangat mirip dengan mantan kekasihnya itu yang bernama Devano Galan Dirgantara wakil ketua OSIS SMA Arwana yang sifatnya jauh berbeda dengan mantan kekasihnya itu
Mampukah Alana melupakan masa lalunya Atau justru Alana belum bisa melupakan kenangan bersama mantan kekasihnya itu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MY Beautiful, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. HURT
Semenjak hari itu hubungan Alana dengan Devan dapat dikatakan lebih dari renggang Mereka sangat jauh, bahkan Devan Pun tampak tidak menyukai Alana. Alana mengerti bahwa Devan Pasti mencintai kekasihnya, tapi haruskah lelaki itu menuduhnya tanpa bukti yang kuat ?
Sudah waktunya Pulang sekolah tapi Alana harus rapat OSIS untuk membicarakan Proker yang akan dijalankan minggu depan
Alana meninggalkan kelasnya dan berjalan menuju ruang OSIS. Belum terlalu ramai
Meski begitu ada sepasang mata yang menatapnya tajam. Sangat tajam. Benar Devan mengamati Alana sekilas dengan sinis lalu kembali fokus dengan Ponselnya. Alana yang menyadarinya, hanya membalas tatapan itu sekilas.
Tak lama rapat OSIS dimulai. Vei menatap Alan bingung. Mungkin dia sadar bahwa Alana tampak berbeda, lebih murung dan Pendiam
“ Lo kenapa?”
“ Kenapa apanya?” Alana terkekeh dan menggeleng, lalu kembali memperhatikan Satria yang tengah berbicara.
“ Untuk masing-masing tugas apa ada yang keberatan atau Perlu dibantu?”
Devan meletakkan Ponsel dan mengacungkan tangan.
" Maaf, saya tidak bisa menjalankan tugas di bidang ini. Saya mengundurkan diri dari tugas ini,” ujar Devan tegas. Dia menatap Alana tajam, Alana menundukkan kepalanya.
“ Saya mau ngomong sama kalian.” Farrel tiba-tiba berkata dan mengisyaratkan Alana dan Devan untuk keluar. Bahkan Satria Pun ikut keluar.
“ Lo berdua kenapa, sih?”
“ Maaf, Rel. Gue enggak bisa satu tugas sama orang munafik. Muka dua, sok Polos, sok suci!” sentak Devan
Alana terkesiap. Lelaki itu seperti menusuk hatinya dengan ribuan Pedang.
" Lo apaan, sih, Devan ? Mulut lo kayak Cewek tahu enggak, sih,"
“ Kok, lo belain dia ? Ya, jelas-jelas aja, lah, lo lihat faktanya gimana!” Devan kembali membentak.
“ Ya, lo Profesional, lah, Devan Gue enggak mau tahu, lo berdua tetep urus bidang kalian Lo mau karena ego lo terus ngancurin Proker gitu aja ? Mikir, man.” Farrel jadi banyak bicara, dan sebaliknya Satria malah hanya bisa terdiam.
Devan mengembuskan napas kesal lalu Pergi dan memasang headset di kepalanya.
" Terserah.”
“ Maaf, Kak, saya ke kamar mandi sebentar ya,” Alana bergegas Pergi nyaris tak tahan menahan tangisnya.
“ Adek Cantik.” Farrel mengejar Alana.
Begitu sampai di kamar mandi Alana melihat wajahnya di depan cermin. Matanya berkaca-kaca, hatinya sakit.
“ Apa salah gue?” Alana meneteskan air mata. Dia mengingat semua kejadian yang telah mereka lewati yang dia hadapi sekarang bukan Devan yang dulu.
" Gue enggak Pernah nyesel kenal lo. Tapi, gue nyesel karena gue enggak bisa ngenalin diri lo yang sebenernya, Devan,"
Alana membasuh wajahnya lalu keluar dari kamar mandi. Di sana ada Farrel yang tengah berdiri menatapnya.
“ Maafin Devan ya,” ujar Farrel setelah melihat mata Alana yang sembap. “ Lo nangis?”
“ Enggak.” Alana terkekeh kecil.
“ Gue yakin omongan Devan tentang lo sama sekali enggak bener.” Farrel menegaskan.
Alana tertawa miris. Farrel mengajak Alana duduk.
“ Gue enggak nyangka Devan segininya ke lo Padahal gue tahu apa yang dia dan lo rasain Gue bukan jelek-jelekin sahabat gue sendiri, tapi dia udah keterlaluan."
“ Gue tahu, lo enggak akan ganggu hubungan mereka. Lo sayang sama Devan, kan ? Makanya, lo mau lihat dia bahagia. Karena itu, lo sengaja ngejauhin dia, kan ? Lo enggak mau Perpanjangan Perasaan lo, ya ? Lo enggak mau orang lain sakit hati. Gue yakin ada Pihak lain yang ngerencanain semuanya Karena enggak mungkin kebetulan tapi masalahnya siapa?”
Alana tersenyum miring, dia menghela napas.
“ Ya, udahlah, Kak, enggak usah dibahas Enggak Penting juga,” tepisnya.
“ Tapi, nyatanya lo suka sama Devan, kan Alana ? Lo enggak bisa bohong, Alana.”
Alana tertawa. “ Enggak Penting juga, kan, dibahas ? Terus apa ngaruhnya kalo gue suka sama dia atau enggak ? Buat apa gue bilang ke semua orang soal gue suka dia atau enggak ? Enggak akan ubah semuanya Permisi,” ujar Alana menegaskan, lalu meninggalkan koridor.
Dia menguatkan diri dan tekadnya. Dia berjalan Penuh emosi yang bercampur kesedihan.
Dia berjalan tanpa melihat kiri dan kanan emosinya benar-benar memuncak. Tanpa sengaja, dia menabrak seseorang. Alana mendongak untuk melihat orang itu.
“ Mau lo apa, sih?” tegas Devan
“ Mau gue ? Kalo lo enggak Punya bukti enggak usah asal nuduh orang. Enggak usah ngambil kesimpulan sendiri tanpa lo tahu kebenarannya gimana. Kalo lo mau ngomong saring dulu. Buat apa lo Punya otak kalo enggak dipake ? Gue kecewa banget sama lo, Devan,” Alana dengan sengaja menabrak bahu Devan, lalu Pergi meninggalkan lelaki itu.
Devan menatap Alana dengan tatapan kosong hingga bayangannya hilang. Seperti ada sesuatu yang menohok di hatinya. Apakah dia menyakiti Perasaan gadis itu ?
Kenapa dia marah ? Apa dia emang bukan Pelakunya ? Tapi, semua hal mengarah ke dia batin Devan bingung Namun jika Alana memang bersalah Pasti dirinya akan ketakutan bukan malah marah. Kemarahan Alana seakan menampar Devan dengan kencang.
Dari kejauhan ada seseorang yang tersenyum Puas akan semua yang terjadi.
“ Lo enggak akan bisa dapetin hati Devan Alana Dengan begini, lo berdua akan semakin jauh."
“ Sekarang, tinggal dia.”
...•••••...
