TERLANJUR MENCINTAI
...Cinta tahu bagaimana cara memaafkan, tetapi tidak untuk melupakan sakit ketika dikecewakan....
......••••••......
Alana membuka lembar demi lembar album foto miliknya. Foto-foto di dalam album itu menunjukkan Alana dan seseorang yang tengah tersenyum bahagia, bukan menangis tersedu seperti sekarang.
Di foto itu Alana tampak sedekat nadi dengan sosok tersebut, bukan sejauh matahari seperti sekarang.
Di sana Alana masih memikirkan tentang ribuan hari yang akan mereka lalui bersama bukannya memikirkan bagaimana caranya menghapus seseorang yang sudah menorehkan luka terlalu dalam Pada Perasaannya. Bukan memikirkan bagaimana caranya dia menghindari seseorang yang masih sangat dia cintai.
Namun, cukup. Sekarang, Alana sadar diri dan akan berhenti.
Berhenti untuk bersikap bodoh dengan terus bertahan ketika sudah ditinggalkan.
“ Alana!” Panggil Cecil, mama Alana.
“ iya, Ma?" sahut Alana.
“ Ayo, Sayang, lima menit lagi kita berangkat.”
Alana menghela napas sejenak, lalu menutup album Foto itu seraya menghapus air matanya yang terjatuh.
Alana harus meninggalkan Kota Bandung, kota sejuta kenangan antara dirinya dengan sosok yang mengajarkannya tentang arti luka yang sebenarnya. Dia akan Pindah ke Jakarta.
Mungkin di sana akan ada kisah baru untuk Alana yang akan menghapuskan luka dari dia yang terlalu dalam menggoreskan luka.
...•••••...
Sudah seminggu Alana meninggalkan Kota Bandung, kota yang mampu membuatnya tersenyum dan tersedu Pada satu waktu di kala dia mengingatnya. Baginya, Bandung kota yang telah menciptakan Cerita yang cukup indah untuknya, sekaligus yang mengajarkannya arti luka yang sebenarnya.
Sudah satu minggu juga Alana memasuki sekolah barunya di Jakarta. Sekolah itu bernama SMA Arwana Sekarang, Alana sudah duduk di bangku kelas XI. Di sana, Alana memilih untuk mendaftar menjadi Pengurus OSIS dan ini hari Pertamanya untuk memasuki organisasi itu.
Langkah Alana terdengar sangat jelas karena dia tengah berjalan cepat untuk menuju ruang OSIS. Bahkan karena terlalu cepat dia tak memperhatikan lingkungan di sekitarnya, sampai-sampai dia tak sengaja menabrak seseorang yang tengah memegang gitar.
Gitar itu terlepas dari tangan Pemiliknya dan terlempar mengenai kepala Alana. Alana memegangi kepalanya yang sakit seraya menatap gitar yang jatuh di dekatnya. itu bukan gitar murahan. Alana mengetahui harganya.
“ Eh, Sorry," Lelaki itu meminta maaf. Alana hanya mengangguk, lalu mengalihkan Pandangan ke arahnya.
Saat menatap wajah lelaki itu entah mengapa darahnya terasa berdesir lebih cepat Perasaannya juga menjadi tak karuan.
Alana tidak mengerti mengapa wajah lelaki itu bisa sangat mirip dengan seseorang yang Pernah dia kenal.
" Kepala lo sakit," tanya lelaki itu sambil menatap Alana lekat-lekat. Alana membalas tatapan itu Kini dia seperti menatap mata yang sama, tapi milik orang yang berbeda.
Tatapan lelaki itu sangat tajam. Dia tak henti-hentinya memandangi wajah Alana Entah karena dia merasa bersalah atau karena Alana sedari tadi hanya diam saja.
" Lo enggak apa-apa " tanyanya lagi yang membuat Alana tersadar dari lamunannya.
" Hah ? Enggak apa-apa, kok, gue juga salah.”
" Ya, udah, kalo lo enggak kenapa-kenapa, gue duluan, ya. Gue lagi buru-buru soalnya.” Lelaki itu mengambil gitarnya yang terjatuh, lalu Pergi meninggalkan koridor.
Alana melanjutkan langkahnya dan segera memasuki ruangan OSIS. Sesampainya di sana seisi ruangan menyorot dirinya dengan tatapan tajam. Terutama, sosok lelaki yang kini tengah berjalan menghampirinya.
" Maaf, Kak. Saya telat—” ujar Alana terpotong.
" Anak baru udah berani telat, ya?” tanya lelaki berparas tampan Ketua OSIS SMA Arwana Namanya Satria
" Yang daftar OSIS, tuh, banyak, kali Enggak kamu doang!” sentak Satria.
" Kamu baru masuk aja udah seenaknya kayak gini Gimana ke depannya Enggak usahlah masuk ke sini.” lanjutnya
" Saya minta maaf, Kak. Tapi, saya—” lagi-lagi ucapannya terpotong.
" Saya enggak butuh kata maaf dari kamu ini Kamu baca semua Peraturan di sini, terus kamu tentuin bidang apa yang mau kamu urus Oh, iya, kalo kamu mau di sini, kamu harus dapat tanda tangan wakil saya sama ketua koordinasi bidang yang kamu Pilih Lusa, surat itu harus udah ada di saya atau kamu enggak usah ada di sini.” Satria menyerahkan surat-surat tersebut kepada Alana
Alana menerimanya. " Oke, Kak, makasih.”
" Ya, udah, sekarang kamu duduk sana,” suruh Satria. Alana mengangguk, lalu duduk di kursi kosong di sebelah gadis yang berparas Cantik.
" Yang sabar, ya,” ujar gadis itu. " Kak Satria emang otoriter banget Apalagi, kalo ada orang baru, dia enggak mau kalo misalnya ada yang masuk Cuma main-main doang Tapi, kalo lo udah resmi masuk, dia bakal baik, kok,” ujar gadis itu Alana mengangguk mengerti.
" Kenalin, nama gue Bella.” Gadis itu mengulurkan tangannya.
Alana menjabat tangan gadis itu. " Gue Alana Anastasya,"
" Gue Pasti bakal bantu lo, kok, buat Penuhin syarat dari Kak Satria Semangat,” ujar Bella menyemangati.
" Siapa yang suruh kamu buat nolongin dia," sentak Satria seraya menatap Bella tajam Bella hanya terdiam.
" Pokoknya, kamu harus Penuhin semuanya sendiri Emang susah, ya, syarat kayak gitu doang?” bentak Satria
" iya, nanti saya Cari wakil Kakak sendiri kok,” Jawab Alana
Satria Menatapnya sinis lalu kembali ke depan Alana menghela napas sejenak.
" Pokoknya, wakil ketua OSIS kita itu namanya—” ujar Bella terpotong.
Belum selesai Bella berbicara Alana sudah memotongnya.
" Gue bisa cari dia sendiri, kok,"
" Aduh, Alana dari mana lo bisa tahu Daripada nanti Kak Satria marah-marah sama lo kalo lusa belom bisa dapat tanda tangan dari wakilnya,” dumel Bella.
" Waketos kita itu kadang masuk kadang enggak Bukan berarti dia demen bolos, tapi dia sibuk dispen acara ini-itu Pokoknya, lo bakal susah, deh, kalo mau nemuin dia. Kalo mood-nya lagi ancur apalagi, minta ditonjok.”
“ Oh, ya?” Alana tertawa Pelan. “ Lo baik banget makasih, ya. Tapi, gue Pasti bisa sendiri, kok.”
...•••••...
Cinta tahu bagaimana cara memaafkan, tetapi tidak untuk melupakan sakit ketika dikecewakan.
" Alana siapa, sih ? Kata siapa dia itu mantan gue Gue aja enggak Pernah kenal sama dia. Ngaku-ngaku aja kali dia.” Kata-kata itu masih teringat jelas di memori Alana Hatinya Selalu terasa Panas ketika dia mengingatnya.
Dia ingat betul, bagaimana rasanya mencintai seseorang yang tak mungkin jadi miliknya.
Bagaimana rasanya mencintai seutuhnya, tapi dikecewakan seutuhnya juga.
Bagaimana rasanya Pernah sedekat nadi dan menjadi sejauh matahari.
Bagaimana Pernah merasa disayang, tapi kenyataannya dianggap ada Pun tidak.
Bagaimana dia selalu menunggu, tapi diabaikan.
Bagaimana dia mengorbankan banyak hal, tapi berujung sia-sia.
" Gue serius Bukannya lo Pernah Pacaran sama dia, masa, sih, enggak kenal?”
" Gue enggak kenal. Kenapa, sih, lo enggak Percaya?”
...•••••...
Satu hari berlalu, tapi Alana tak kunjung menemukan Wakil Ketua OSIS SMA Arwana dan Ketua Koordinasi Seksi Bidang yang dia Pilih Padahal, Alana sudah mencari di semua tempat yang kira-kira akan didatangi sosok itu. Alana juga sudah stalk akun Instagram OSIS Arwana untuk mengecek formatur Namun Percuma, sepertinya semuanya sudah dirancang dengan baik oleh Satria dan rekan-rekannya.
Alana terpaksa keluar dari koridor sekolah dan menunggu angkutan umum datang, tapi tidak ada yang lewat. Mungkin karena hari sudah terlalu sore.
Sebenarnya, Alana bisa saja menaiki ojek online, tetapi hari ini Alana lupa membawa Ponselnya karena tadi Pagi dia terburu-buru untuk ke sekolah.
Alana mencoba berjalan untuk kembali mencari angkutan umum. Namun tiba-tiba sebuah motor dengan kecepatan kencang tak sengaja menyerempet kakinya sehingga dia terjatuh dan terhantam trotoar di sampingnya.
" Ah " Alana memegangi kakinya yang berdarah Sosok Itu tampak melepas helmnya, lalu beranjak turun dari motornya untuk menghampiri Alana
" Hati-hati dong, kalo bawa motor Gimana, sih?” dumel Alana seraya masih memegangi kakinya. Alana mendongak, lalu menatap orang itu lekat.
Dia lagi ?
Alana tak mengerti mengapa semesta seakan kembali mempertemukannya dengan sosok yang berwajah mirip dengan mantan kekasihnya itu.
" Lo " Lelaki itu langsung mengerutkan dahinya. " Maaf, maaf banget sumpah, gue bawa motornya ngantuk," Ujar lelaki itu Alana masih menatap wajahnya Memang benar, wajah lelaki itu sudah tampak lesu dan mengantuk, tapi nyatanya yaitu malah menambah ketampanannya.
" Tapi, lo bisa enggak, sih, enggak usah minggir-minggir kalo bawa motor Kalo yang lo tabrak anak kecil gimana? kan, bahaya!” dumel Alana lagi.
Lelaki itu mengangguk.
" iya, iya, gue minta maaf. Lo mau ke dokter?”
Alana menggeleng. “ Enggak usah.”
Lelaki itu tampak mengamati kaki Alana yang tampak terluka karena tertabrak motornya
" Tapi ... kaki lo Parah.”
" Enggak, gue enggak apa-apa,” tepis Alana.
" Coba gerakin,” Pinta lelaki itu seraya sedikit mengangkat kaki Alana
Alana meringis kesakitan karena itu. " Sakit Gila lo, ya.”
" Lo yang gila Kalo kaki lo enggak kenapa-kenapa, ya, enggak bakal sakit, lah, kalo gue angkat. Kaki lo itu Parah lukanya,” jelas lelaki itu seraya menatap tajam Alea.
" Kalo lo enggak mau ke dokter, gue harus anter lo Pulang Biar gue obatin kaki lo,” ujar lelaki itu Namun, Alana masih saja menatap lekat matanya Lelaki itu benar-benar mirip dengan mantan kekasihnya, meskipun dapat dibedakan.
Sesungguhnya lelaki itu lumayan baik, tapi dekat-dekat dengannya selalu mengingatkan Alana Pada sakit yang seharusnya sudah dia lupakan.
" Gue bisa jalan sendiri, kok," Alana beranjak berdiri. Meski begitu, kakinya yang sedang terluka tak mampu untuk menopang tubuhnya sehingga dia hampir terjatuh. Untungnya, lelaki itu menahan tangannya.
" Lo enggak usah sok kuat, deh Ayo, gue anterin balik Gue enggak mau, ya, lo bilang gue tabrak lari.” Lelaki itu terdengar sangat memaksa.
" Yaelah, lebay lo. Siapa, sih, yang bakalan bilang lo tabrak lari ? Lo Pikir, gue bakalan lapor Polisi gitu ? Ya, enggak, lah. Lagian juga, kan, tadi gue udah bilang—” ujar Alana terpotong. Tanpa Persetujuan Alana, lelaki itu langsung membopong tubuh Alana ke atas motornya.
" Eh, apa-apaan lo,"
“ Berisik!” sentak lelaki itu.
Alana memejamkan matanya. " Gue takut duduk miring begini. Kalo gue jatuh, gimana,”
Lelaki itu menarik napas gusar. " Lebay lo Nenek-nenek duduk miring aja enggak Pernah jatuh.”
" Ya, tapi, kan, gue bukan nenek-nenek.”
" Berisik lo," Bukannya menggubris Alana lelaki itu malah mengegas motornya kencang.
“ Woi, lo gila ? Pelan-pelan bisa kali!”
Lelaki itu tidak memelankan kecepatan laju motornya. Dia malah mengegas motor itu semakin kencang.
Alana spontan mencengkeram kuat baju lelaki yang ada di depannya. Lelaki itu menatap Alana dari kaca spionnya sehingga Alana melepaskan tangannya.
" Maaf "
Namun lelaki itu tak menggubrisnya. Di menit-menit berikutnya yang tercipta hanyalah keheningan.
Lelaki itu terus melaju, Alana baru tersadar ini bukan arah menuju rumahnya. Dia menepuk Pundak lelaki didepannya.
" Eh. Eh. ini bukan arah ke rumah gue.”
" iya, emang enggak ke rumah lo,” jawab lelaki itu.
" Lo mau bawa gue ke mana,” tanya Alana Panik Namun lelaki itu tak menjawab Pertanyaan Alana
" Heh, lo mau bawa gue ke mana ? Jangan bilang, lo mau nyulik gue.”
Lelaki itu berdecak kesal. Tak lama, motornya berhenti di depan sebuah kafe yang belum Pernah Alana kunjungi sebelumnya.
" Ngapain lo malah bawa gue ke kafe,” Alana bingung. " Beneran, kan, lo mau nyulik gue ? Gue teriak, nih?”
Lelaki itu turun dari motornya, lalu menatap Alana dengan tajam. " Ngapain juga gue nyulik Cewek kayak lo,"
“ Ya, terus ngapain lo bawa gue ke sini?” tanya Alana
" Mau ketemu nenek gue!” jawabnya asal.
Alana mengerutkan dahinya. " Serius lo ? Ngapain coba lo mau ketemu nenek ngajak-ngajak gue Jangan-jangan, lo kerja sama, ya, bareng nenek lo buat nyulik gue,”
" Ya, enggak, lah.”
" Terus, kita ngapain?” tanya Alana lagi.
Lelaki itu sudah terlebih dahulu berjalan meninggalkan Alana. " Ya, mau makan, lah, ngapain gue ngajak lo ke sini kalo enggak buat makan ? Ayo!”
" Ya, sebentar, enggak sabaran amat.” Alana mencoba turun dari motor dan berjalan Pelan tetapi kakinya terasa sakit sekali.
" Ah " ringis Alana memegangi kakinya.
Lelaki itu kembali menghampiri Alana, lalu menuntun Alana ke dalam. Alana melihat tangan yang menyentuh bahunya Aneh sekali, jantungnya berdebar lebih cepat. Padahal Alana belum mengenal lelaki itu.
Hanya karena wajahnya mirip dengan mantan kekasihnya masa, iya, Alana merasakan debaran yang sama ?
" Lo mau makan apa?”
" Enggak, ah," tolak Alana. " Lo aja enggak kenal gue,kenapa lo mau bayarin gue ? Atau, jangan-jangan, lo mau ngeracunin gue, ya?” tanya Alana curiga.
Lelaki itu berdecak kesal. " Emang muka gue sekriminal itu, apa ? Anggap aja, sih, ini tanda Permohonan maaf gue karena gue udah nabrak lo.”
" Enggak usah lebay, deh!”
" Lo diem di situ,” suruh lelaki itu.
Alana berdecak lalu bergumam. " Emang kriminal.”
Namun, sepertinya gumaman Alana terdengar oleh lelaki itu sehingga dia menoleh sejenak ke arah Alana sebelum dia berjalan ke arah kasir.
" Permisi, Mbak. Nasi goreng spesialnya dua, sandwich dua, ice tea-nya dua, sama air mineralnya dua. Oh, iya, Mbak, ada kotak P3K enggak?”
" Ada, sebentar, ya, Mas.” Setelah Devan membayar makanan yang dia Pesan, kasir itu memberikan kotak berisi obat-obatan kepadanya Lalu, lelaki itu kembali menghampiri Alana.
Alana langsung terkaget saat lelaki itu menarik kaki Alana untuk mengobati kakinya yang terluka.
" Eh Enggak sopan banget,sih, lo megang-megang Sakit," ringis Alana ketika lelaki itu meneteskan obat ke bagian lukanya Si lelaki memutar kedua bola matanya malas.
" Bisa diem enggak, sih, lo ? Nih, ya, kalo enggak diobatin kaki lo, tuh, bisa infeksi, nanti ujung-ujungnya gue juga yang disalahin.”
" Lo, tuh, lebay banget, sih, siapa juga yang bakal nyalahin lo," dumel Alana.
" Diem " Lelaki itu kembali meneteskan beberapa cairan Pada kaki Alana.
" Kenapa muka lo harus mirip sama dia, sih ? Batin Alana
" Udah, tuh. Cepet, kan, kalo lo diem,” lelaki itu mendongak dan sadar Alana memperhatikannya.
" Enggak usah lihat-lihat.”
" Siapa juga yang ngelihatin lo,"
" Lo, lah.”
Alana berdecak. " Enggak usah kegeeran, deh.”
Dia menatap Alana datar dan berdiri untuk mengembalikan kotak itu. Tak lama Perasaan mereka datang. Alana menatap bingung meja di depannya, yang seketika terisi oleh begitu banyak makanan. Dia menatap lelaki itu malas.
" Eh, gila. Kan, gue bilang enggak mau makan. Lo ngapain Pesen banyak banget?”
Lelaki itu menatap Alana lekat. " Lo, kan, lagi sakit Orang sakit itu harus banyak makan.”
" Apa hubungannya ? Yang sakit, kan, kaki gue.”
" Pokoknya, lo harus makan!” lelaki itu memaksa.
Alana menatap lelaki itu tajam. “ Gue enggak mau!”
" Makan. Atau, lo gue tinggal sendirian di sini!” ancam lelaki itu sambil menatap Alana tak kalah tajam.
" Ya, udah, tinggalin aja,” tolak Alana. “ Emang lo Pikir gue bakalan takut,"
" Makanan itu mubazir kalo enggak dimakan mendingan lo makan, deh.”
Alana menghela napas kesal.
" Ya, udah, lo makan aja duluan,” sahut Alana malas.
" Lo, lah, yang harusnya makan duluan, kan, lo yang lagi sakit. Gimana, sih?” sentaknya.
" Ya, tapi, kan, lo yang beli makanan sebanyak itu Jadi harusnya lo yang makan duluan, lah. Lagian sejak kapan ada Peraturan kalo orang sakit harus makan duluan?”
Seorang Pelayan di kafe itu menatap bingung kedua remaja yang tak berhenti berdebat hanya karena Perkara siapa yang harus makan duluan.
" Maaf, Mas, Mbak,” celetuknya. " Kalo enggak ada yang mau makan, makanannya boleh saya yang makan aja enggak, ya?” tanyanya seraya menunjukkan deretan giginya tanpa rasa bersalah.
Akhirnya, Alana dan lelaki yang ada di hadapannya Pun Perlahan memakan makanan yang sudah tersedia di atas meja sedari tadi. Mereka sejenak saling bertatapan.
...•••••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Rahma Khonirunisa
enak banget cerita nya
2024-02-28
0
Anonymous
lanjut Thor updatenya
2024-02-10
0
Anonymous
lanjut Thor updatenya
2024-02-10
0