Kemala adalah seorang wanita mandiri yang masih memiliki suami. Namun karena suami yang sangat pelit ia terpaksa bekerja sambil membawa anak nya yang masih kecil. setiap hari Burhan suaminya hanya memberi uang sebesar 10.000 rupiah beserta uang jajan untuk nya. Selama menikah dengan Burhan ia hanya tahu bahwa Burhan adalah seorang supir truk pengangkut sawit, tanpa ia ketahui suaminya itu adalah manajer di perusahaan kelapa sawit terbesar di kota itu. bagaimana kah kelanjutan rumah tangga Kemala? akan kah badai itu terus menerus datang ataukah akan ada pelangi setelah hujan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Kebenaran di Masa lalu
Hari ini Kemala mulai merapikan barang-barang milik nya, termasuk sisa peralatan yang sedang ia geluti. Ada rasa sedih rasanya akan meninggalkan kampung yang sudah lama ia tinggali.
"Siapa kau!"
Tiba-tiba dari arah luar Kemala mendengar suara keributan.
"Aska jangan keluar dulu ya nak. Bunda mau lihat ada apa diluar sana."
"Iya Bunda. Tapi Aska boleh ngintip kan."
"Sayang."
"Iya. Nggak Bunda. Aska janji." Ucap Aska.
Kemala langsung membuka pintu rumah nya dan menuju ke arah perkumpulan Ibu-ibu yang ada disana.
"Ada apa ini Ibu-ibu?"
"Ini Kemala, sudah beberapa hari laki-laki ini mengintai rumah kau. Wawak jadi curiga jangan-jangan dia pulak yang sudah merusak barang-barang milik kau."
Laki-laki yang memakai masker itu hanya menggelengkan kepala nya.
"Benarkah seperti itu?" Tanya Kemala.
Laki-laki itu tetap bungkam dan tidak ingin menjawab pertanyaan Kemala.
Tiba-tiba dari arah pintu rumah Kemala Aska keluar dan langsung berlari ke arah mereka.
"Om Ramadhan. Ngapain ada dirumah Aska?"
Degh,,, jantung Kemala langsung berdegup kencang. Mata itu, memang milik laki-laki yang pernah mengisi relung hati nya.
"Aska kenal siapa dia?"
"Kenal Wak Nur. Ini Guru ngaji Aska."
"Guru ngaji Aska? Emang di tempat kita ada Guru ngaji yang baru?"
"Om Ramadhan khusus mengajari Aska mengaji."
"Tapi kok pake masker segala sih. Buat curiga aja. Kayak maling yang ada di film-film itu tu." Ucap Ibu-ibu yang lain.
"Wawak nggak boleh ngomong begitu. Om Ramadhan sakit jadi harus pake masker." Ucap Aska membela.
Kemala dari tadi hanya diam dan memandang ke arah Ramadhan. Kemala tidak tahu harus berkata apa. Semua nya serba cepat. Dan jantung nya masih belum bisa di ajak kompromi.
" Om Ramadhan? Ramadhan yang mana ini." Arga ternyata telah berdiri di sana juga.
Semua mendadak diam saat kedatangan Arga. Akhirnya semua Ibu-ibu bubar meninggalkan Kemala, Arga dan Ramadhan di depan pagar.
"Kenapa masih menyembunyikan wajah mu Bang. Apa takut aku kenali? Supaya Abang bisa pergi lagi dan meninggalkan Kemala tanpa pesan?" Ucap Kemala dengan suara parau.
Tampak dari dalam masker itu air mata Ramadhan tumpah. Aska di titipkan sementara di rumah Wak Nur jadi mereka aman untuk menginterogasi Ramadhan.
" Jelaskan pada kami Bang. Apa yang terjadi pada Bang Ramadhan beberapa tahun yang lalu." Ucap Arga dengan tegas.
"Kemala."
Suara Ramadhan tercekat. Sudah lama ia tidak memanggil nama itu. Nama wanita yang sangat ia cintai sampai saat ini.
"Tolong jangan bertele-tele Bang. Gara-gara Abang hidup Kemala hancur. Jelaskan pada kami."
"Benar apa yang dikatakan Arga. Jelaskan apa yang terjadi, jika memang Abang tidak mau menjelaskan, maka silahkan saja pergi dari sini."
"Kemala"
Lagi-lagi Ramadhan tidak sanggup untuk berucap. Perlahan-lahan ia berjalan dengan tertatih. Lagi-lagi Kemala begitu terkejut saat melihat kedua kaki Ramadhan yang berbeda.
Ia berjalan pincang karena kaki yang satu nya lagi kelihatan lebih pendek. Kemala dan Arga tidak bisa berkata-kata melihat kondisi kaki Ramadhan.
Mereka berdua hanya mengikuti kemana Ramadhan pergi.
Setelah di rasa aman, Ramadhan langsung membuka masker penutup wajah nya.
"Bang Ramadhan." Suara Arga terdengar sendu menahan gejolak.
Kemala hanya bisa menutup mulut dengan kedua tangan nya sambil menahan tangis melihat wajah Ramadhan sekarang.
Wajah yang dulu nya tampan, kini banyak goresan lu ka. Dan yang lebih parah nya lagi, dari area bibir sampai ke pipi luka itu memanjang hampir sampai telinga.
Ramadhan hampir mirip dengan pemeran jo-ker di film bat-man.
"Apa yang telah terjadi pada mu Bang?" Ucap Kemala sambil menggi-git bibir nya menahan tangis.
Dada nya begitu sesak saat melihat kenyataan yang ada. Kaki yang pincang, di tambah wajah yang di penuhi lu-ka. Manusia seperti apa yang tega melakukan perbuatan seperti ini.
Tanpa sadar Kemala terisak sambil memukul dada nya. Kenangan indah dengan Ramadhan berputar begitu saja dalam ingatan.
"Apakah ini perbuatan Burhan?"
Arga langsung menanyakan hal itu kepada Ramadhan. Ia tidak ingin berasa-basi lagi. Sudah cukup semua apa yang di lihat nya.
"Iya. Laki-laki itu telah merenggut semua nya dariku." Ucap Ramadhan sambil memejamkan mata nya.
"Tapi, bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah kalian tidak saling kenal?" Tanya Kemala.
"Kamu salah Kemala. Abang dan Burhan saling mengenal satu sama lain. Mungkin, kamu saja yang tidak tahu."
"Maksud Bang Ramadhan bagaimana?"
"Kami berteman dekat. Abang bekerja di perkebunan sawit milik keluarga mereka. Setiap hari Burhan yang kerja nya hanya main-main itu akan datang untuk mengajak Abang bercerita. Di situlah awal mula petaka itu terjadi."
Kemala dan Arga serius sekali menyimak cerita Ramadhan.
" Memang nya apa pekerjaan Bang Burhan? Bukannya dia bekerja sebagai supir pengangkut truk sawit?" Tanya Kemala.
" Itu tidak benar. Burhan memiliki lahan sawit beberapa hektar. Ketika Bapak nya meninggal, mereka telah mendapatkan jatah warisan masing-masing. Burhan setiap hari hanya duduk-duduk dan bermain bersama preman pasar."
"Preman pasar?" Tanya Arga.
"Iya, disana lah ia melihat dan jatuh cinta kepada Kemala. Ia tidak tahu sebelumnya kalau saat itu juga Abang dan Arga baru saja pulang mengambil pesanan kami di toko emas."
"Mas kawin inisial nama kita Bang?"
"Kamu sudah tahu Kemala?"
"Kemala baru saja mengetahui nya Bang. Jika saat itu Arga tidak ada, mungkin sampai kapan pun Mala tidak akan pernah tahu kalau emas itu bukan di beli pakai uang Bang Burhan."
"Benar sekali. Saat hari lamaran itu, Abang dan Nenek sudah menyiapkan segala nya untuk kamu Kemala. Semua seserahan dan juga Mas kawin yang akan abang berikan untuk mu, di rampas begitu saja oleh Burhan."
"Bagaimana ia bisa tahu kalau kalian akan bertunangan?" Tanya Arga penasaran.
"Bukan kah sudah Abang bilang kalau kami berteman. Abang bahkan tidak tahu kalau Burhan ternyata sedang menyusun rencana."
"Rencana?"
"Iya. Malam itu ia datang kerumah Abang beserta beberapa preman. Di sana Burhan menyuruh Abang untuk membatalkan pertunangan kita. Namun, Abang tidak melakukan itu. Abang berusaha melawan, dan inilah hasilnya."
"Maafkan Kemala Bang." Ucap Kemala sambil menunduk.
"Kamu tidak salah Kemala. Harus nya Abang nggak langsung percaya begitu saja dengan laki-laki itu. Harusnya Abang juga bisa lebih waspada."
"Lalu bagaimana dengan seluruh luka ini?"
"Burhan yang sudah mabuk, langsung memu-kul Abang dengan gagang cangkul. Bukan itu saja, mereka berlima juga mengeroyok Abang dan melu-kai wajah Abang. Kaki ini, mereka melindas nya dengan mobil hingga hancur. Abang kehilangan kesadaran saat melihat nenek Abang juga menghembuskan nafas terakhirnya saat menolong Abang."
"Bia-dab mereka! Lalu dimana nenek Abang sekarang? Ucap Arga geram.
"Abang tidak tahu dimana mereka mengubur nenek. Selama ini sudah lelah Abang mencari. Mereka pun mengira Abang sudah ma-ti. Tapi, Abang di selamatkan oleh kyai pemimpin pesantren dan di bawa ke Rumah sakit."
"Kenapa Abang tidak mencari Kemala dan membatalkan pernikahan Mala dan Bang Burhan?"
"Abang malu Kemala! Lihat lah kaki yang pincang dan wajah yang sudah seperti mon-ster ini. Apa Mala masih mau dengan laki-laki seperti Abang? Pasti tidak kan?"
"Abang salah. Mala lebih baik menikah dengan Abang daripada laki-laki ke-jam itu."
"Tidak mungkin Kemala. Jika ia tahu Abang masih hidup, pasti dia akan mencoba membu-nuh Abang lagi. Dan kita tidak akan pernah bisa mengungkap kejahatannya."
Habis sudah air mata di wajah kuyu Kemala. Ia mengira hidup nya sudah paling menderita selama ini. Namun ternyata, kehidupan laki-laki yang pernah ada di hati nya itu lebih menge-naskan.
" Aku lebih yakin sekarang untuk membawa Kemala pergi dari sini Bang. Apa Abang juga mau ikut kami?"
"Memang nya kalian mau kemana?"
"Pergi jauh dari desa ini. Sudah cukup keluarga Burhan terus-menerus mengusik kehidupan Kemala. Bukan tidak mungkin, nanti ia akan mencari cara agar Kemala menjadi milik nya lagi."
"Kamu benar Arga. Burhan itu tidak waras. Aku takut Kemala bernasib sama dengan ku. Pergi lah kalian. Abang tidak apa-apa di sini. Ada yang harus lakukan terlebih dulu."
"Kami akan pergi dua hari lagi. Siap-siap lah Bang. Maafkan Arga karena tidak ada di samping kalian dulu. Setelah ini kita mulai hidup baru bersama-sama."
a
a