Hutang budi karena pernah ditolong, seorang pria kaya berjanji akan menikahkan putrinya kepada pemuda bernama Kosim anak orang miskin yang menolongnya.
Di lain pihak istri seorang kaya itu tak setuju. Dia tak rela bermenantukan anak orang miskin dengan rupa kerap dicemooh orang desa.
Namun sang suami tak mau ingkar janji, ia menyebut tanpa ditolong orang miskin itu entah bagaimana nasibnya mungkin hanya tinggal nama.
Akhirnya sang istri merestui namun dalam hatinya selalu tumbuh rasa antipati kepada sang menantu, tak rela atas kehadiran si menantu orang miskin yang buruk rupa.
Bagaimana jadinya? Ya, "Mertua Kaya Menantu Teraniaya."
Lebih rincinya ikuti saja jalan ceritanya di buku kedua penulis di PF NToon ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fendy citrawarga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Tak Terpengaruh
Dengan hati riang Oyot membonceng Amih Iah pulang ke rumahnya. Tadinya Oyot bermaksud sedikit ingin bermain-main ngegas dan mengerem motor mendadak, tetapi ingat peristiwa tadi pagi Amih Iah sangat tak senang dipermainkan.
Ditambah lagi ada proyek yang sangat enteng namun bayarannya pasti gede yaitu memata-matai atau mencari-cari Kosim dan Yani di kampung halaman Mang Koyod dan Bi Icih.
Koyod sudah tak aneh kalau sikap Amih Iah begitu membenci menantunya Den Kosim. Itu sudah menjadi rahasia umum. Oyot pun sudah tahu mengapa Jeng Yani yang cantik dijodohkan dengan Kosim yaitu karena kehendak Pak Haji Soleh.
Pertanyaannya, mengapa Jeng Yani begitu lengket kayak perangko kepada Kosim? Ini yang tak diketahui Oyot. Padahal dirinya pun mau bernasib seberuntung Kosim, sayang itu cuma angan-angan.
Mujur dia punya profesi sebagai pengojek yang sesekali mendapat rezeki nomplok membonceng wanita cantik. Atau membonceng emak-emak bohay seperti yang kini tengah diboncengnya.
Asyik melamun, Oyot tak sadar di depan ada ayam jago dan betina saling berkejaran hingga ke jalan. Oyot mengerem mendadak, dan blekk! tubuh Amih Iah sekeras-kerasnya melabrak punggung Oyot dan sepeda motor pun tergelincir.
Amih lepas kendali dan terjatuh ke jalan. Mujur gak ada orang lewat.
"Gila kamu Saryot?! Sudah itu duit ke sinikan aku mau jalan kaki saja atau mencari ojek lain!" kesal Amih.
"Maaf, maaf, maaf Kangjeng Amih maaf, tadi ada ayam jago kejar-kejaran sama ayam betina mau ketabrak motor Oyot!" tutur Oyot seraya mau membantu Amih agar bangkit.
"Gak usah! Yang bener narik ojek, yang dibonceng bukan sandal, orang!" sungut Amih Iah lagi.
"Iya maaf, maaf, ayo naik lagi sekarang Oyot nariknya gak bakal kenceng-kenceng, akan-hati-hati," ujar Oyot dengan nada suara lirih saking takutnya uang ongkos ojek diminta lagi.
Amih Iah pun akhirnya naik lagi sepeda motor si Oyot dan kemudian dilajukan dengan pelan-pelan serta hati-hati hingga akhirnya sampai juga ke rumah Amih Iah.
***
Sementara dalam waktu bersamaan, Mang Koyod bergegas menuntun sepeda ke rumahnya.
Tampak Bi Icih tengah duduk-duduk murung di teras rumahnya. Mang Koyod menduga, istrinya berwajah murung karena ulah Amih Iah.
Tapi ke mana Fitri anaknya? Tadi teIah terdengar oleh Mang Koyod bahwa Amih menyebut-nyebut nama anaknya si Fitri. Mungkin kini Fitri sudah pulang ke rumah kakek dan neneknya.
Melihat Mang Koyod pulang, Bi Icih sangat senang. Dia pun bangkit akan menyediakan minuman untuk suaminya karena pasti dia kehausan bekas mengayuh sepeda yang lumayan jauh.
Mang Koyod sendiri membawa sepedanya ke dapur untuk disimpan. Pintu dapur masih tertutup. Namun kemudian Bi Icih membukanya.
Setelah sepedanya tersimpan rapi, Mang Koyod lalu masuk kamar dan menyimpan tas, lalu mengeluarkan bingkisan makanan pemberian dari Pak Haji yang seharian tadi tampak sibuk mencari-cari istrinya namun tak ada kabar beritanya, ternyata ke sini mencari Kosim dan Yani.
Tak lama kemudian Bi Icih membawa segelas air dan disimpan di depan Mang Koyod yang sudah duduk di tengah rumah sambil membuka bajunya hingga tinggal kaus yang maksudnya mengeringkan dulu keringat lalu akan mandi.
"Tadi Amih Iah ke sini, Bi?" Mang Koyod membuka pembicaraan sembari mengambil gelas berisi teh manis hangat lalu dihirupnya beberapa teguk kecil.
"Heeh," ujar Bi Icih pendek.
"Apa saja yang dilakukannya?"
"Ya begitulah marah-marah, masuk rumah tanpa membuka sandal, setiap kamar diperiksa, tak ada satu pun yang terlewat, bahkan kamar mandi pun diperiksa!" ujar Bi Icih mengeluarkan unek-unek dalam hatinya.
"Benarkah?"
"Iya, bahkan tadinya mau naik ke para rumah kita. Untung saja si Fitri punya nyali melawan," kata Bi Icih.
"O ya?"
"Heeh. Ketika Amih minta disediakan tangga untuk naik ke para oleh si Fitri dibilang tidak ada karena memang tidak ada. Amih marah, mau menjambak rambut si Fitri namun si Fitri bisa berkelit, malah Amih yang jatuh bibirnya beradu dengan papan ubin!" lapor Bi Icih.
Mang Koyod geleng-geleng kepala mendengar kabar itu walaupun tidak mengejutkan karena tadi pun dia telah mendengarkan sebagian omongan Amih Iah tentang kedatangan ke rumahya saat berbicara dengan si Oyot.
"Di jalan tadi Akang berpapasan dan sempat mengintip pembicaraan Amih dan si Oyot. Tapi, Amih tidak mengetahui kan kalau Den Kosim dan Jeng Yani ada di rumah Abah?"
"Ya tidak karena baik aku maupun Fitri tak memberi tahunya. Namun aku sempat deg-degan tadi Kang," ujar Bi Icih.
"Deg-degan? Emang kenapa?"
"Iya, tadi waktu Amih memeriksa kamar kita Amih melihat ada baju Jeng Yani. Amih marah besar dan menyangka Jeng Yani dan Den Kosim ada di sini atau paling tidak pernah ke sini karena ada bajunya."
"Terus bagaimana kamu bisa selamat?" Mang Koyod mengernyitkan alis.
"Yah terpaksa saja berbohong, kata Bibi ini memang baju Jeng Yani, tetapi sudah menjadi milik Bibi karena baju itu dikasihkan oleh Jeng Yani ke Bibi ketika Mamang masih bekerja dulu," jelas Bi Icih.
"Hebat, hebat kamu Bi! Tapi emang kenapa baju Jeng Yani ada di kamar kita?" tutur Mang Koyod.
"Ketinggalan di jemuran. Nanti akan Bibi antarkan ke sana."
"Oh ya sudah, nanti malam kita ke rumah Abah untuk memberi tahu Jeng Yani dan Den Kosim karena tadi aku dengar Amih menyuruh si Oyot memata-matai rumah kita dan mungkin juga rumah Abah. Sekarang akau mau mandi dulu," ujar Mang Koyod lalu bangkit dan berjalan memasuki kamarnya untuk mengambil handuk sebelum ke kamar mandi.
***
Malam harinya setelah menunaikan salat magrib, Mang Koyod dan Bi Icih ke rumah orangtuanya, Bah Omod dan Ambu Usih untuk memberi tahu kedua orangtuanya meskipun pastinya Fitri sudah bercerita.
Setibanya di rumah Abah Omod dan Ambu Usih, Mang Koyod dan Bi Icih langsung diterima di ruang tengah dengan jamuan khas kampung telah terhidang.
Tampaknya Fitri sudah berbicara banyak dan Abah Omod, Ambu Usih sudah menduga anak dan menantunya itu akan menyambangi kediamannya.
Kosim dan Yani pun ikut bergabung dengan semuanya di ruang tengah rumah itu. Wajah Kosim dan Yani tidak setegang dulu-dulu, bahkan keduanya kini tampak sudah menyatu dengan Bah Omod dan Ambu Usih seperti keluarga dan seperti tidak terjadi apa-apa.
Meski tadi begitu datang ke rumah Fitri sudah berbicara banyak dan tampak menegangkan, Yani dan Kosim tidak terpengaruh sedikit pun. Yang menjadi kekhawatiran mereka justru Amih melukai Bi Icih dan Fitri.
"Fitri sudah berbicara banyak Bah?" Mang Koyod mulai membuka pembicaraan yang menurutnya amat sangat serius itu.
"Sudah, Yod, sudah. Untung saja Abah sudah ngasih sedikit ilmu pada Fitri, ternyata ada manfaatnya," ujar Abah Omod sambil melirik cucu kesayangannya yang saat itu ikut bergabung pula.
"Ya syukur kalau sudah diberi tahu mah Bah. Kini mungkin tinggal Den Kosim dan Jeng Yani harap berhati-hati sebab setelah tak berhasil menemukan di rumah Mamang, Amih merencanakan menyuruh mata-mata ke sini. Yang Mamang tadi dengar, Amih menyuruh si Oyot untuk memata-matai Den Kosim dan Jeng Yani ke daerah ini, khususnya ke rumah Mamang," ujar Mang Koyod.
"Kamu tahu dari mana Yod?" tanya Bah Omod.
"Tadi waktu pulang kerja dari Pak Haji Soleh, di jalan saya melihat Amih tengah berbincang dengan tukang ojek, si Oyot. Saya mengintip di balik pohon dan sempat mendengar rencana Amih itu, ternyata Amih benar-benar nekat mencari Jeng Yani dan Den Kosim. Sampai seharian tadi Pak Haji sibuk sendiri di rumah mencar-cari Bu Haji karena perginya tak memberi tahu mau ke mana ke mananya, ternyata ke rumahku, Bah!!" jelas Mang Koyod.
"Bukan hanya ke rumahmu, Yod. Sebelum ke rumahmu, Amih Iah ke rumah Mak Tiah dulu, Den Kosim juga telah mengetahui. Iya kan Den Kosim?"
"Benar, Bah. Saya juga mendengar langsung dari Amih Iah tadi ketika bersitegang dengan si Oyot. Kalau
Den Kosim tahu dari mana?" imbuh Mang Koyod.
(Bersambung)