"Menikahlah denganku, maka aku akan memberikan cek satu juta dolar ini padamu dan jadilah suamiku selama satu tahun," Marien Douglas.
"Jika begitu, aku tidak akan ragu asal kau mau menikahi pria cacat ini!" William Archiles.
Kedua insan yang ditemukan setelah mengalami sakit hati, memutuskan untuk menikah. William dicampakan oleh kekasihnya tepat saat dia ingin melamar kekasihnya karena kedua kakinya yang mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan, sedangkan Marien melarikan diri saat hendak dijual pada pria tua menggantikan kakaknya. Mereka berdua bertemu di tempat yang sama lalu memutuskan untuk menikah dengan tujuan masing-masing. Akankah semua berjalan sesuai dengan rencana mereka dan tanpa Marien sadari, pria yang dia nikahi bukanlah pria biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Marien Dan Hadiah
William sudah tiba di restoran, kali ini William menyewa sebuah ruangan pribadi agar tidak ada yang mengganggu kebersamaannya dengan Marien. Dia pun tidak ingin ada yang tahu apa yang akan dia berikan pada Marien. Hal itu akan menjadi rahasia mereka berdua saja.
Marien yang tidak bersemangat akibat ulah Alexa sudah berada di luar. Seorang pegawai restoran mengantarnya menuju ruangan di mana William sudah menunggu. Tatapan mata William tak lepas dari Marien yang melangkah menghampiri dan terlihat lesu.
"Hy," Marien menyapa seraya duduk di kursi saat seorang pegawai restoran menarik kursi untuknya.
"Ada apa denganmu? Kenapa kau terlihat lesu dan tidak bersemangat seperti itu?" tanya William.
"Tidak ada apa-apa, apa kau sudah lama menunggu aku?" Marien berusaha tersenyum, permasalahan yang dia alami tidak boleh melibatkan siapa pun.
"Apa telah terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan?" William benar-benar curiga dengan sikap yang ditunjukkan oleh Marien.
"Tidak ada apa-apa, sungguh. Seharusnya kau sudah tahu apa yang terjadi denganku hari ini."
"Baiklah, jangan bersedih hanya karena tidak mendapatkan pekerjaan. Kemarilah!" perintah William sambil mengulurkan tangan.
Marien beranjak, dia baru sadar jika mereka berada di dalam sebuah ruangan private saat ini. Marien melihat sekeliling dan setelah itu dia melihat ke arah William.
"Kenapa kau menyewa sebuah ruangan hanya untuk kita berdua saja?" tanyanya. Ini pemborosan, seharusnya William tidak melakukannya.
"Aku ingin kita berbicara secara pribadi oleh sebab itu aku menyewa tempat ini untukmu."
"Tapi ini pemborosan, William."
"Jangan memikirkan hal itu, duduk denganku!" William kembali memerintah.
Marien duduk di sisi William dengan perlahan, senyuman kembali menghiasi wajahnya. William meraih tangan Marien dan menggenggamnya. Usapan lembut pun dia berikan, Marien menunduk, dia jadi merasa bersalah. William melihatnya dengan ekspresi heran, dia yakin pasti ada yang sedang terjadi dengan Marien tapi Marien tidak mau mengatakannya.
"Aku harap kau selalu mengatakan padaku, apa pun yang terjadi," ucap William.
Marien memandanginya, dia benar-benar merasa bersalah tapi dia masih ragu apakah dia harus mengatakan hal itu pada William atau tidak. Hubungan mereka akan berakhir tahun depan tapi satu tahun yang akan mereka jalani terasa sangat berat.
"Aku tahu, kau berkata ingin memberikan aku sebuah hadiah. Mana?" Marien berusaha mengalihkan percakapan.
"Bagaimana jika kita makan terlebih dahulu sebelum aku menunjukkan hadiah yang akan aku berikan?"
"Boleh saja, kita makan terlebih dahulu. kebetulan aku sedang lapar!" ucap Marien.
William memanggil pelayan, lalu memesan makanan yang akan mereka nikmati. Marien berusaha tersenyum untuk menyembunyikan apa yang sedang dia pikirkan tapi meski begitu, William tetap curiga karena Marien terkadang termenung sambil melihat makanan yang ada di atas piring.
"Kenapa, apa makanannya tidak enak?" tanya William.
"Tidak, bukan seperti itu!"
"Lalu kenapa kau terlihat tidak berselera seperti itu?"
"Aku tidak?"
"Apa mau aku peluk?" William menyela perkataan Marien tentunya Marien terkejut dengan apa yang William tawarkan. Kedua matanya bahkan melotot ke arah William. Beruntungnya dia tidak sedang makan karena dia yakin semua makanan yang ada di dalam mulut pasti akan tersembur keluar semuanya.
"Tidak perlu terkejut seperti itu, kemari jika mau!" William sudah mengulurkan tangannya ke arah Marien.
"Apa ini metode baru dalam menggoda wanita?"
"Entahlah, aku menggoda istriku sendiri jadi aku rasa tidak ada salahnya," William masih mengulurkan tangannya. Marien beranjak, dari pada pusing memikirkan ancaman Alexa lebih baik dia menikmati waktunya bersama dengan suami satu tahunnya.
Marien menyambut uluran tangan William lalu duduk di atas pangkuan William dengan perlahan. Mendadak dia merasa aneh dan canggung. Marien berusaha tersenyum meski canggung dan seperti yang William tawarkan, pria itu memeluknya.
"Aku hanya bercanda tapi kau benar-benar melakukannya!" ucap William.
"Apa?" Marien terkejut, dia ingin beranjak namun William menahannya.
"Aku hanya bercanda!" ucapnya lagi.
"Hei, kenapa selalu saja bercanda?"
"Sekarang, apa sudah lebih baik?" William mengusap kepala Marien dengan perlahan, dia harap Marien mau berbagi dengannya setelah ini.
"Maaf dan terima kasih," ucap Marien.
"Maaf untuk apa dan terima kasih untuk apa?"
"Te-Terima kasih karena sudah menghibur aku dan maaf, aku mengacaukan malam ini!"
"Jadi, apa kau mau berbagi denganku dan mengatakan padaku apa yang terjadi?"
Marien menghela napas, sesungguhnya dia enggan mengatakan hal itu pada William tapi mereka sudah berjanji suka duka akan selalu bersama. Mungkin saja William punya solusi akan hal ini agar dia tidak pusing sendiri.
"Sesungguhnya aku tidak mau kau terlibat, William."
"Kau sudah mengatakannya beberapa kali dan aku pun sudah mengatakan padamu untuk tidak khawatir."
"Aku tahu dan aku percaya padamu tapi aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Dilain sisi aku tidak mau melibatkan dirimu dan membuatmu berada di dalam masalah tapi di sisi lain aku pun tidak mau menghancurkan diriku sendiri!"
"Apa ini? Kenapa aku tidak mengerti?" William mengusap wajah Marien dengan perlahan, "Katakan apa maksud dari perkataanmu itu?" tanyanya lagi.
"Alexa baru saja datang ke rumah dan memberikan aku dua pilihan," akhirnya dia mengatakannya.
"Pilihan apa? Apa dia mengancammu dan menghina kita lagi?"
"Dengar, Alexa membenci aku karena permasalahan ibu kami. Ibu Alexa bunuh diri gara-gara ibuku dan aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak tapi karena hal itu, Alexa sangat membenci aku oleh sebab itu dia ingin menghancurkan aku. Baru saja dia datang, memberikan aku dua pilihan. Dia ingin aku meninggalkan dirimu lalu menikah dengan seorang penjahat dengan begitu dia akan menganggap permasalahan di antara kami selama ini selesai tapi jika aku tidak mau maka dia akan menghancurkan aku juga kau yang terlibat denganku. Aku tidak ingin kau berada di dalam masalah gara-gara aku, William. Aku pun tidak ingin ada korban hanya karena kau harus menikah denganku!"
"Jadi hanya karena itu?" tanya William dan Marien menjawabnya dengan anggukan.
"Aku tidak mau kau menjadi korban atas dendam Alexa padaku jadi aku ingin tahu, apa kau masih ingin tetap bersama denganku sampai satu tahun ke depan atau tidak. Kau tahu konsekuensinya jika kau tetap bersama denganku tapi jika kau tidak mau mengambil risiko, maka kita akhiri kebersamaan kita. Aku bisa menghadapi Alexa seorang diri tanpa perlu melibatkan siapa pun jadi buatlah pilihan!" Marien kembali memberikan tawaran untuk kedua kalinya pada William.
"Aku bukan pengecut, Marien. Aku tidak mungkin takut dan mundur hanya karena ancaman seperti itu. Aku tidak mungkin meninggalkan dirimu hanya karena ancaman Alexa jadi kau tidak perlu khawatir, apa pun risiko yang aku dapatkan karena memilih bersama denganmu, aku siap menghadapinya!"
"Jadi itu pilihanmu?" tanya Marien, dia harap William memikirkan ulang pilihan yang dia ambil.
"Yeah, aku tidak akan meninggalkan dirimu hanya karena ancaman dari Alexa."
"Terima kasih, William," Marien melingkarkan kedua tangannya ke leher William. Ternyata pria yang dia nikahi bukanlah pria pengecut.
"Sebab itu jangan takut dengan apa pun apalagi dengan Alexa meski dia memiliki pendukung. Ingatlah satu hal, di atas langit masih ada langit!"
"Baiklah, kita sudah makan dan berbicara tapi aku belum mendapatkan hadiahnya!" Marien melepaskan pelukannya dan memandangi William. Dia harap pria tidak lupa.
"Sekarang berikan kedua tanganmu dan tutup kedua tanganmu!" pinta Willam.
Marien melakukan apa yang William perintahkan. Kedua mata sudah terpejam, Marien mengernyitkan dahi ketika William menaruh sebuah buku di atas telapak tangannya.
"Apa kau memberi aku buku dongeng?" tanya Marien.
"Bukalah kedua matamu!"
Marien membuka kedua matanya. Sebuah dokumen berada di tangan dia dapatkan dan setelah itu Marien melihat ke arah William. Entah dokumen apa tapi Marien segera membukanya karena pensaran. Marien membaca beberapa tulisan dan terkejut, kedua mata bahkan melotot saat dia melihat ke arah William kembali.
"Apa kau sedang bercanda denganku?" tanya Marien karena dia tidak percaya William memberikan sebuah perusahaan untuknya.
"Tidak, aku ingin kau mengelola perusahaan itu dan membuatnya berjaya!"
"Tapi bagaimana?"
"Sttss!" William meletakkan jarinya ke bibir Marien, "Jangan banyak bertanya, bukankah kita sudah sepakat untuk bangkit bersama? Uang yang kau berikan aku pakai untuk membeli perusahaan itu jadi mulai sekarang, itu milikmu dan kau tidak perlu mencari pekerjaan lagi!"
"Uang itu untukmu, William. Kenapa kau menggunakannya untuk membeli perusahaan untukku?"
"Tidak masalah, kau bisa menggantinya nanti setelah kau memajukan perusahaan itu!"
"Terima kasih, William. Ini kejutan yang tak pernah aku duga!" Marien kembali memeluk suaminya. Dia sungguh tidak menduga William menyiapkan hal ini untuknya.
"Jadi, mulai sekarang jangan mengkhawatirkan apa pun karena ada aku. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama!"
Marien mengangguk, senyuman kebahagiaan menghiasi wajahnya. Sekarang dia yakin dia bisa menghadapi Alexa yang licik tentunya karena sekarang dia benar-benar tidak sendirian lagi.