"Aku tidak menerima pernikahan ini. Aku nggak cinta sama kamu, apalagi di usiaku yang masih muda sudah harus mengurus seorang anak!"
Bianca, gadis manja dan pecicilan harus dipaksa kedua orang tuanya untuk menikahi seorang duda beranak 1.
Ia yang tidak suka akan perjodohan tentu saja menolak, apalagi ditambah dengan seorang duda memiliki anak. Bianca tidak siap menjadi ibu sambung.
Akan tetapi paksaan tetap paksaan, ia akhirnya menikah dengan pria dewasa yang merupakan tetangganya saat ia kecil.
Bianca yang tidak cinta justru sebaliknya dengan sang duda, Raka Dewangga. Pria itu mencintai Bianca sejak gadis itu masih duduk di bangku SMP.
Ia yang ditawarkan untuk menikahi anak tetangga nya dulu tentu saja tidak menolak, Raka bertekad akan membahagiakan Bianca.
Akankah Bianca luluh dengan cinta Raka dan menerima semua takdirnya? Atau ia malah kabur bersama sang kekasih karena tidak siap menjadi ibu sambung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bianca kalah
Bianca bangun duluan kali ini. Gadis itu beranjak dari tempat tidur dan langsung mencuci wajahnya.
Jam menunjukkan pukul 12 siang waktu Bali. Bianca langsung memesan makan siang untuk dirinya dan Raka.
Baru selesai bicara lewat telepon dengan pelayan hotel untuk memesan makanan, kali ini ponsel Bianca yang berdering.
Bianca melihat yang menghubunginya adalah ibu mertuanya. Bianca merapikan penampilannya, lalu segera mengangkat panggilan video dari mama Wina.
"Mami!!!"
Suara melengking Kiano langsung menyambut Bianca dengan penuh semangat, membuat Bianca tersenyum.
"Hai, Sayang." Sapa Bianca dengan lembut.
"Mami, aku sedang jalan-jalan bersama Oma dan Opa. Mami, dimana papi?"
Bianca menatap Raka yang masih tertidur pulas. Gadis itu melangkah mendekati ranjang, lalu naik dan duduk di sebelah suaminya.
"Papi tidur." Jawab Bianca.
Bianca mengarahkan kamera kearah wajah Raka yang masih pulas dengan tidurnya.
"Papi, bangun. Papi!!"
Kiano terus memanggil Raka, dan karena suaranya yang melengking membuat Raka akhirnya membuka mata.
"Sayang …" erang Raka dengan mata yang baru terbuka sedikit.
Entah Raka menyebut sayang untuk siapa, untuk Bianca atau Kiano, atau bahkan keduanya.
"Raka, suara kamu serak begitu. Kamu sakit?"
Terdengar suara mama Wina yang bicara kali ini, lalu di susul oleh suara Kiano.
"Papi sakit? Kenapa papi sakit? Papi pasti nakal sama mama, makanya sakit."
Ucapan Kiano membuat Raka dan Bianca sama-sama tertawa. Pasangan suami istri itu pun bicara bersama putra mereka dan sesekali mama Wina.
"Aku baik-baik saja, Ma. Hanya sedikit lemas," jawab Raka.
Raka dan Bianca pun kembali berbincang dengan Kiano, atau sesekali dengan papa dan mama yang saat ini sedang mengajak cucu mereka ke sebuah pusat perbelanjaan.
"Istirahat, Raka. Jangan sampai kamu sakit terus, kasihan Bianca. Kalian bulan madu untuk senang-senang."
Papa Dewa bicara pada Raka untuk menasehati putranya.
"Aku tahu, Pa." Balas Raka seadanya.
Raka kembali menyandarkan kepalanya, namun kali ini ke bahu Bianca dan bukan dadanya.
"Bianca, kalo Raka bekerja di saat kalian bulan madu, banting saja ponselnya."
Bianca terkekeh mendengar penuturan ayah mertuanya. Mana berani ia melakukan itu.
"Baiklah, Pa. Aku akan ikut kata papa," timpal Bianca.
Setelah puas bicara, panggilan pun diakhiri. Bersama dengan itu, suara bel kamar membuat Bianca buru-buru beranjak dari tempat tidur.
"Mau kemana?" tanya Raka pelan.
"Ambil makanan, Mas. Ini sudah jam makan siang," jawab Bianca lalu membuka pintu kamar hotelnya.
Raka ikut turun. Keadaannya sudah jauh lebih baik, mungkin saja karena mencium bibir Bianca, lalu tidur dalam pelukan hangat gadis itu.
"Minum teh nya tuh, Mas. Aku udah pesankan," tutur Bianca tanpa menatap suaminya.
"Saya sudah jauh lebih baik, Bi. Mungkin karena bibir kamu yang saya cium, dan tidur di pelukan kamu." Kata Raka dengan entengnya.
Bianca menegang, ingatannya jadi kembali tentang tadi pagi dimana Raka mencium bibirnya untuk pertama kalinya.
"Ya ampun, segala ngomong. Gue kan jadi keinget lagi." Batin Bianca menggerutu.
"Udah deh, Mas. Duduk aja, dan langsung makan." Timpal Bianca yang enggan membahas kejadian tadi pagi.
Raka terkekeh, namun ia nurut saja daripada Bianca marah.
***
Malam harinya, seperti yang Raka ucapkan. Malam ini ia akan mengajak Bianca kemanapun yang gadis itu mau.
Keduanya sudah keluar dari kamar hotel, dan tinggal pergi ke lobby dimana mobil sewaan mereka sudah menunggu.
"Yakin mau ke tempat seperti itu?" tanya Raka memastikan.
Bianca mengangguk mantap, ia lalu menyalakan ponselnya dan menunjukkan sebuah video.
"Yakin, Mas. Kayaknya seru banget," jawab Bianca.
Raka hanya bisa mengangguk saat istrinya mengajak pergi ke rumah hantu yang berada di dekat bandara Ngurah Rai.
Entah darimana Bianca tahu saat ini sedang ada wisata rumah hantu, yang jelas ia hanya bisa menuruti.
"Kamu nggak takut kan, Mas?" tanya Bianca usil.
Raka menoleh. "Enak aja kamu tanya gitu, ya nggak lah. Saya malah mikir kamu nanti yang takut," jawab Raka.
Bianca menekuk wajahnya, ia sudah beberapa kali pergi ke wahana seperti itu bersama Intan, jadi sudah dapat dipastikan ia tidak akan takut.
"Enak aja. Aku udah sering ke wahana kaya gitu, dan pasti nggak akan takut." Balas Bianca tidak terima.
"Oke, kita lihat siapa yang akan takut." Ucap Raka.
"Mau taruhan?" tanya Bianca menawarkan.
"Hadiahnya?" tanya Raka balik.
"Menuruti apapun yang si pemenang inginkan." Jawab Bianca. Ingat! Bianca yang menentukan tantangan dan hadiahnya.
"Oke, nggak boleh curang ya." Tutur Raka dan lagi-lagi Bianca hanya mengangguk.
Tanpa terasa mereka pun sampai di tempat wahana. Ternyata wahana rumah hantu itu ada di sebuah mall yang sudah sepi pengunjung nya.
Raka dan Bianca segera masuk, tidak lupa mereka membeli tiket masuknya. Pengunjung wahana itu bisa dibilang cukup ramai, namun tenang saja karena area wahana juga cukup luas.
Saat mereka masuk ke lorong yang gelap, Raka seketika mengeratkan pelukannya di pinggang sang istri.
Bukan karena Raka takut hantu, tapi ia lebih takut jika istri cantiknya ini menghilang.
"Udah nyerah belum, Mas?" tanya Bianca usil saat merasakan pelukan suaminya mengerat.
"Nggak bakal, saya peluk kamu erat gini karena takut kamu hilang. Bisa gila saya kalo kamu hilang." Jawab Raka.
Di tempat seperti ini saja Raka masih bisa membuat jantungnya berdetak tidak karuan, dan seperti biasa Bianca langsung bungkam.
"Kok diam aja, udah merasa takut?" tanya Raka yang tidak mendengar suara istrinya.
"Nggak lah, aku malas aja dengerin kamu ngomong." Jawab Bianca ketus.
Kalian pasti paham, jika Bianca hanya sedang menutupi kegugupannya setelah mendengar kata-kata manis dari Raka tadi.
Saat Raka dan Bianca berjalan, sudah banyak talent hantu yang keluar. Bermacam-macam, bahkan sampai membuat Bianca sesekali berteriak seperti pengunjung lain.
"Kamu nggak normal apa gimana, Mas. Kok nggak teriak?" tanya Bianca asal.
Raka tergelak. "Kamu sembarangan sekali sih, Sayang. Saya normal, cuma memang nggak seram loh hantunya." Jawab Raka.
Bianca mendengus mendengar ucapan suaminya yang sombong itu.
"Aku juga nggak takut, cuma kaget aja." Ucap Bianca tidak mau kalah.
Raka hanya membalasnya dengan senyuman. Sudah mutar-mutar sampai mereka pun hampir sampai ke pintu keluar, namun tiba-tiba Bianca berteriak kencang.
Gadis itu bahkan berteriak sambil memeluk Raka.
"Mas, udah. Ayo keluar, ayo keluar mas!!" ajak Bianca dengan suara gemetaran.
Bianca mungkin tidak takut dengan talent hantu Indonesia, tapi di depannya saat ini ada clown. Mungkin itu bukan hantu, tapi Bianca sangat takut meski hanya melihat fotonya saja.
"Iya-iya kita keluar." Raka pun segera mengajak istrinya keluar.
Bianca tampak gemetaran, sejak dulu ia takut pada apapun yang berhubungan dengan badut pembunuh.
"Kamu sampai panas dingin gini, tadi katanya nggak takut." Ucap Raka membantu istrinya menyeka keringat di dahi.
"Aku nyerah kalo modelan clown ada di sana. Aku takut, Mas." Jawab Bianca pelan.
Raka bisa melihat istrinya masih ketakutan, ia lantas memeluk gadis itu dengan erat lalu mengusap punggungnya.
"Yaudah, mau kemana lagi. Cari makanan yuk," ajak Raka lembut.
Bianca mengangguk. "Sekalian kamu mau apa, kan aku kalah." Ucap Bianca mengingatkan.
Raka tersenyum. "Saya akan memintanya saat kita sampai di hotel." Balas Raka berbisik di telinga istrinya.
Bianca menatap Raka dengan tatapan curiga, entah mengapa ia merasa merinding saat ini. Lebih merinding daripadanya melihat hantu di dalam wahana tadi.
MBAK BIA SAMA KAYA AKU, TAKUT CLOWN. BTW, MAS RAKA MINTA APA YA NANTI??
Bersambung..............................