MENIKAHI Mr. Arrogan

Velys melajukan mobilnya menuju rumah lama. Beberapa hari berlibur membuat hidupnya tenang, damai, tanpa gangguan siapapun. Honornya sebagai model dadakan berhasil membuat tabungannya menggembung. Namun, ia sama sekali tak tahu apa yang terjadi di rumah setelah sengaja mengabaikan panggilan Mira beberapa hari yang lalu.

Velys melirik dua paperbag brand ternama yang ia beli. Sebuah dress dan tas cantik yang akan ia berikan untuk sang Mama. Hingga jalanan macet sama sekali tak mengusik senyum di bibirnya. Ia malah menyalakan musik sambil menggerakkan tubuh sebagai obat gabut menghadapi kemacetan panjang ibu kota.

Satu jam setelah lolos dari kemacetan, ia langsung membelokkan mobilnya ke gapura masuk perumahan Elite. Sampai di depan rumah, Velys mengernyit saat melihat rumah lamanya dihuni oleh orang asing.

"Pak, bapak satpam baru ya? Mama ada kan?" tanya Velys menurunkan kaca mobilnya.

Pria paruh baya itu mengernyit.

"Maaf, Nona ini siapa? Setahu saya Tuan tidak punya anak perempuan."

Jawaban satpam itu sontak membuat Velys segera turun dari mobil dan berkacak pinggang.

"Lah, gak punya gimana? Anak Papa kan perempuan semua!" kesal Velys.

"Bukain pintunya, saya mau masuk!"

"Gak bisa, Nona. Orang asing dilarang masuk apalagi saat ini Tuan sedang tidak ada di rumah." satpam itu memberikan penjelasan sesuai aturan kerjanya.

Velys dibuat bingung, ia pun menghubungi Mamanya.

"Ma, Mama dimana? Ada satpam baru rese' nih masak aku gak boleh masuk rumah," gerutu Velys di sambungan telepon.

"Mama sama Papa di rumah kakakmu, kamu ini kemana aja? Mama hubungi gak bisa, kita udah pindah dake rumah baru. Kakakmu dan suaminya yang membelikannya."

"Apa?" Velys terkejut bukan main, kedua orang tuanya pindah bisa-bisany ia tak tahu apapun. Mematikan ponselnya, ia masuk kembali ke mobil dengan perasaan dongkol melajukan mobilnya ke rumah Hana.

"Dasar cewek aneh, tadi nanya-nanya sekarang pergi tanpa pamit," gerutu satpam menatap mobil putih milik Velys yang mulai menghilang dari pandangannya.

***

"Harus banyak istirahat, kalau perlu apa-apa jangan sungkan. Minta tolong Mama, Kenaan atau bibi," ujar Marry memberikan wejangan pada Hana.

Siang tadi, sang menantu sudah diperbolehkan. Marry cukup senang melihat kondisi Hana yang sudah membaik pasca dirawat.

Ia juga bersyukur melihat perubahan Mira akhir-akhir ini dengan sigap mendampingi Hana bahkan rela berjaga saat Kenaan harus bolak balik ke kantor.

"Hana, jangan pikirkan apapun! Sekarang fokuslah dulu," ujar Arman, ia memeluk sang putri dengan lembut. Melihat interaksi Arman dan Hana membuat Kenaan sedikit cemburu. Bukan cemburu sebagai suami, melainkan sebagai sosok anak yang merindukan kasih sayang dan sentuhan seorang ayah.

Kenaan membiarkan Hana duduk diantara Mira dan Arman. Ia paham, saat ini Hana butuh banyak dukungan orang banyak pasca kehilangan janinnya.

Velys baru sampai, ia cukup terkejut dengan interaksi mamanya dengan Hana. Namun, ia langsung memgubah ekspresi menjadi senyum sopan.

Velys bersalaman dengan semua orang lalu ikut duduk bergabung di ruang tamu.

"Maaf, Ma, Kak, Tante! Aku tadi sempat ke rumah lama, tapi disana malah diusir satpam dan aku sama sekali nggak tau kalau rumah kita ternyata udah dijual," ujar Velys.

"Gapapa!" jawab Hana, mungkin Velys setelah ini akan syok jika tahu sang Mama dan ia sudah berbaikan.

Merasa canggung, Velys pun hanya bisa bersikap pura-pura ramah. Namun, ia cukup terkejut mendengar kabar atas apa yang menimpa keluarganya. Bahkan saat sang kakak yang selama ini ia benci rela kehilangan janin demi menyelamatkan Mamanya.

Menjelang sore, Arman, Mira dan Velys pamit pulang. Kenaan menuntun Hana ke lantai atas dimana kamar mereka berada untuk istirahat.

Hampir dua jam Hana tertidur, dan Kenaan sama sekali tak membangunkannya. Melihat jam di dinding, ia ternyata telah melewatkan makan malamnya.

"Na..."

"Kok kamu gak bangunin aku sih, aku kan belum mandi! Mana udah jam segini? Mama marah nggak aku nggak ikut makan malam?" cerca Hana.

"Nggak, Mama kan tahu kalau kamu masih sakit." Kenaan tersenyum lalu duduk di sisi ranjang, tepatnya di samping Hana.

"Oh, tapi kan aku bisa..."

Tok tok tok...

Kenaan bangkit membuka pintu kamarnya, yang ternyata Bibi mengantar makan malam.

"Makan malamnya, Tuan!" ujar bibi.

Kenaan mengangguk, menerima nampan berisi dua porsi makanan untuk ia dan Hana.

"Makasih, Bi."

Kenaan meletakkan nampan di atas nakas lalu menutup pintu sebentar.

"Makan yuk? Atau mau kusuapin?" tawar Kenaan.

Hana memutar bola matanya malas, "aku bisa makan sendiri, Ken! Lagian kok kamu malah nungguin aku?"

"Ya kan biar kita bisa makan malam bareng walau cuma di dalam kamar." Kenaan menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

Hana hanya berusaha tersenyum, lalu mulai menyentuh makanannya.

"Aku gak mandi, besok aja deh! Kamu gak keberatan kan?" tanya Hana.

"Nggak mandi juga udah cantik," goda Kenaan.

"Hm."

Mereka melanjutkan makan malam setelah obrolan singkat itu. Setelah membereskan bekas makanan, Kenaan turun untuk menaruhnya di dapur.

"Biar saya saja, Tuan!" cegah bibi saat melihat Kenaan malah mencuci piring bekas makan malamnya.

"Udah selesai, Bi. Lagian cuma cuci piring ini, Bibi istirahat aja," ujar Kenaan. Laki-laki itu menyunggingkan senyumnya. Sungguh si art ikut bersyukur melihat Sang Tuan lebih banyak tersenyum semenjak pulang dari Surabaya.

***

Cahaya kuning keemasan menerobos masuk seolah ingin sekali mengusik sepasang suami istri yang saat ini masih lelap bersama mimpi meski jam sudah hampir pukul tujuh. Menggeliat pelan, Hana tersenyum saat membuka mata. Wajah tampan Kenaan yang tertidur pulas sambil melingkarkan tangan memeluknya bak guling hidup.

Tadi malam, Hana memutuskan mulai memberi kesempatan pada sang suami. Membiarkannya tidur di sisi. Menjalani pernikahan normal layaknya suami istri saling mencintai. Meski sebenarnya, Hana masih ragu cinta itu ada atau tidak diantara mereka.

Di bawah, Marry yang hendak berangkat ke kantor menyapa satpam jaga rumahnya.

"Pak, coba saya lihat koran pagi ini?" pinta Marry menurunkan kaca mobilnya.

"Ini, Nyonya!"

Marry menghela napas, lalu mengembalikannya pada Satpam jaga.

"Tolong kamu atur, agar semua koran yang masuk mulai hari ini jangan sampai istri Kenaan tahu ya, bisa?"

"Baik, Bu. Terus ini gimana? Mau saya sembunyikan atau..."

"Bakar aja tanpa sisa," ujar Marry.

Satpam itu mengangguk.

Marry pun kembali menutup kaca jendela, lalu melajukan mobilnya menuju perusahaan Atharis Group tanpa menunggu sang anak dan menantunya bangun. Marry pikir, ia harus menyiapkan tiket honey moon untuk Kenaan dan Hana sebagai kejutan setelah Hana pulih nanti.

Berita pagi ini, jatuhnya perusahaan milik Albert karena scandal perselingkuhan sang istri dengan assistennya mencuat ke media membuat saham perusahaan anjlok bahkan beberapa clien memutuskan kerjasamanya.

Albert mengalami kerugian besar, belum lagi tuntutan para investor membuat perusahaannya jatuh dalam sekejap.

Melysa dan Arion ditangkap pihak berwajib karena terlibat penggelapan dana.