Takdir buruk mempertemukan Renata Gayatri dengan Bian Aditya Mahesa dalam sebuah ikatan yang tak mereka harapkan.
“ Menikahi bocah ingusan ? Ayolah mi, Bian sudah 29 tahun ! Bian bisa merawatnya tanpa menikahinya. " Tolak Bian tegas.
Pada akhirnya seberapa keras melawan, Takdir dan kehendak Tuhan lah yang menentukan.
Cinta dan Benci
Surga dan Neraka
Bian ciptakan dalam kehidupan Renata, memebelenggu dan menjerat Renata agar jiwa nya mati perlahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Ada Pilihan Lain
Bian berdiri di tepi jendela menatap hiruk pikuk kota dari lantai 5 rumah sakit. Katakanlah dirinya sebenarnya malas berlama lama disini, tapi hati kecilnya merasa mempunyai tanggung jawab pada wanita yang kini terbaring dengan kepala yang di perban.
" Hmm .. " Renata melenguh kala sinar lampu menyorot ke matanya.
" Sudah bangun ? " Tanya Bian dingin.
" Kamu .. Ka .. Mu ngapain disini ? " Tanya Renata dengan suara serak.
" Menurutmu ? Apa kamu seingin itu mendapatkan perhatian sampai mencelakai dirimu sendiri di hadapanku ? "
" Aku lebih baik mati daripada mengemis perhatianmu. " Jawab Renata yang kini berusaha bangkit.
" Diamlah. Jangan banyak tingkah ! Kamu harus segera sembuh karena kamu harus segela mennjalankan kewajiban mu sebagai istri untuk mengandung dan melahirkan anakku. " Ultimatum Bian.
" Kamu memang berengsek Bian. "
" Harusnya kamu mennyadari itu sebelum kamu memutuskan untuk melakukan pernikahan ini. " Bian tersenyum smirk lalu meninggalkan Renata seorang diri di ruangannya.
Bian memanggil dokter, memberitahukan bahwa Renata sudah sadar bersamaan dengan Alvin yang baru saja dari kafetaria untuk membeli dua cup americano. Alvin menatap tajam menuntut sebuah penjelasan karena dirasa saat ini sudah tepat.
" Lo hutang penjelasan sama gue Bi ! " Cerca Alvin kala mereka baru saja duduk di smoking area.
" Apa yang perlu gue jelasin ? Yang jelas dia lebih milih mati daripada ngelahirin anak buat gue. "
" Istri Lo bilang gitu dan Lo masih bisa santai Bi ? Apa Lo yang ngeprovokasi dia ? " Alvin menggelengkan kepalanya heran.
" Ck .. Lagi lagi Lo lebih dukung dia. Gue bisa urus urusan gue sendiri. Apa yang gue mau itulah yang harus terjadi. Gue mau dia hamil dan ngelahirin anak gue ya itu yang bakal gue wujudin ! "
" Lo bener bener gila Bi. " Rahang Alvin mengeras ingin rasanya mencabik cabik tubuh Bian namun apalah daya, semakin dihalangi maka Bian akan berbuat semakin nekad.
Renata hanya bisa meringis ngilu, selain tubuhnya yang terasa sakit luar biasa, hatinya pun tak kalah begitu. Padahal ya menikahi Bian atas dasar keterpaksaan lalu waktu yang di lalui pun tak begitu lama. Tapi kenapa ? Kenapa lelaki itu bisa membuatnya jatuh hati. Ingin rasanya menghempaskan perasaan bodoh ini, namun hati tak bisa membohongi.
" Nyonya hanya perlu beristirahat untuk sementara waktu agar luka nyonya segera pulih. " Ucap seorang dokter.
" Terimakasih dok .. Boleh saya bangun ? " Tanya Renata yang memang berniat mengambil ponselnya.
" Tentu, sebentar biar saya bantu aturkan posisi anda agar nyaman. "
" Baik dok "
Setelah dirasa cukup, Renata mempersilahkan dokternya untuk kembali melakukan aktivitas yang lain dan meninggalkan nya seorang diri. Renata mengambil ponsel di nakas samping tempat tidurnya. Di tatap nya puluhan pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari teman teman yang mengkhawatirkannya. Salah satu yang paling khawatir adalah Dirly. Berulang kali dirinya mengirimi Renata pesan.
Dirly : Re gimana kabar Lo gue khawatir banget. Call me back please.
Renata menyunggingkan senyum, lalu dengan lengannya yang masih terbatas karena infus Renata berusaha menghubungi Dirly melalui panggilan telpon.
" Halo .. "
" Re Lo baik kan ? Lo gak papa ? Ruangan Lo ruangan berapa gue kesana sekarang " Rentetan pertanyaan Dirly ucapkan kala mendapati Renata menghubunginya.
" Calm down kak, gue baik baik aja. Gue juga gak tau gue di ruangan atau rumah sakit mana. Nanti gue kabarin lagi ya kalo gue udah tau. "
" Astaga Re Lo emang sendiri disina ? " Tanya Dirly cemas.
" Gak kak, tapi mereka lagi di luar nanti gue tanyain ke mereka. Btw kak, sorry gue bikin semuanya berantakan "
" Apa sih Lo .. Jangan pikirin lagi yang penting Lo balik sehat ya Re. Pokoknya gue tunggu kabar Lo lagi. Nanyi gue sama anak-anak jengukin Lo kesana. " Pinta Dirly
" Iya kak, gue mau istirahat lagi. See you soon "
" Ok Re. Cepet sembuh "
Renata pun memutus panggilan suara, tenggorokannya kini terasa begitu kering dan haus. Renata berusaha meraih gelas di nakas namun jauh dari jangkauannya. Bian ! Dia melarang Renata untuk mati namun air putih saja tak dia siapkan untuk setidaknya membuat Renata bertahan hidup dari rasa haus yang teramat. Renata menyerah, dia memilih menahan hausnya lalu menutup matanya kembali. Namun baru saja matanya tertutup, pintu terdengar terbuka.
" Renata .. " Panggil Alvin.
" Mas Alvin ? Untunglah kamu disini. Tolong aku ingin minum "
Dengan sigap Alvin menuruti permintaan Renata lalu memberikan segelas air putih untuk mennghilangkan dahaganya. Alvin menatap iba pada gadis muda di hadapannya ini. Dia terluka, baik secara fisik mau pun batin.
" Saya gak suka lihat kamu kaya gini Re. " Ucap Alvin pelan.
" Mas ngomong apa ? "
" Iya saya gak suka lihat kamu gini. Tersiksa secara fisik dan batin. Re saya ingin segera membantu kamu bebas dari Bian. "
" Maksud mas ? "
" Turutilah permintaan Bian .. Hanya itu cara satu satu nya kamu bisa bebas Re. Sampai kapan kamu ingin terbelenggu dan terikat pada pria seperti Bian ? " Tanya Alvin dengan ekspresi sendu.
" Apa gak bisa aku lari aja mas ? Pergi sejauh mungkin. Aku masih terlalu muda untuk memiliki seorang anak, aku juga masih ingin mengejar cita citaku. " Renata berbicara dengan suara bergetar menahan tangis.
" Andai bisa saya pasti sudah menyarankan itu Re. Tapi gak semudah itu, semakin kamu berusaha lari maka Bian akan semakin menyakitimu Re. Saya mohon lakukan saja apa yang dia mau lalu pergi dan jalani hidupmu dengan tenang. " Pinta Alvin tulus.
Renata menarik nafas panjang, saat ini yang memintanya adalah seorang lelaki yang begitu dekat dengan suaminya dan bisa di bilang tau luar dalam watak asli suaminya bagaimana. Jika Alvin yang berkata sedemikian rupa maka kemungkinan besar itulah yang benar benar akan terjadi.
Apa benar tak ada pilihan lain ? Aku ingin lepas dan bebas dari Bian.
Setelah merenung cukup lama, akhirnya Renata pun mengambil keputusan yang tak akan bisa dia tarik kembali. Dengan berat hati, Renata menerima kenyataan takdir ini. Ya ! Renata akan berusaha secepatnya memberikan keturunan pada keluarga Mahesa.
" Aku lelah berdebat denganmu mas .. " Ucap Renata lirih.
" Jadi sekarang kamu sudah rela melakukannya Renata ? "
" Ya dengan satu syarat ! "
" Apa ? "
" Aku ingin mendapat pengakuan sebagai istri mu secara resmi di hadapan publik dan hanya aku satu satunya yang boleh kamu sentuh selagi kita berhubungan. Aku tidak ingin dianggap hamil di luar nikah dan juga aku tak ingin sampai ternodai oleh bekas dari wanita lain. " Ucap Renata.
" Haha permintaan mu aneh Re. Tapi baiklah itu tidak masalah. Aku akan membuat surat perjanjian baru, cukup adil. Kita akan sama sama di untungkan nyonya Mahesa ? " Sindir Bian.
Renata hanya bisa menatap jengah. Biarlah takdir yang mennentukan kemana arah kakinya akan melangkah setelah ini.