Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21
Edwin masih melakukan serangkaian pemeriksaan medis, untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakitnya. Apakah sudah terinfeksi virus HIV atau penyakit kelamin lainnya, seperti raja singa atau sifilis.
Sejak sadar dari percobaan bunuh dirinya yang gagal, Edwin hanya termenung, pikirannya di penuhi Febi dan pernikahan mereka yang gagal.
Edwin berjanji, jika dirinya sembuh dia akan menemui Febi dan keluarganya untuk meminta maaf dan berharap, semoga Febi masih menunggunya. Edwin bertekad akan berubah demi Febi.
Ponsel Edwin, masih di sita oleh mamahnya, Lidya tak ingin, Edwin nekat menghubungi seseorang. Apalagi setelah mendapat kabar dari ibunya, jika Mantan suaminya, Fabian mendatangi rumah orang tua Lidya menanyakan keberadaan Edwin dan menceritakan perihal pernikahan Edwin, yang sengaja Lidya sembunyikan dari keluarga besarnya.
Beruntung, ibunya percaya, jika pernikahan itu hanya jebakan dari pacar Edwin yang ingin dinikahi oleh Edwin. Sekarang Edwin sedang di luar negeri, untuk mengurus pendaftaran kuliah. Dan melarang ibunya untuk memberitahu keberadaan Edwin kepada siapapun, termasuk ayaj kandungnya, Fabian.
Lidya menatap sendu ke arah Edwin yang sedang termenung. Menyesal memang selalu datang terlambat. Lidya menyesal terlalu memanjakan Edwin dengan limpahan materi sebagai bentuk kasih sayangnya, tanpa perhatian dan pengawasan.
Lidya sudah berbicara dengan Dokter yang menangani Edwin, Dokter itu mengatakan, jika seseorang bisa terinfeksi virus HIV, tujuh puluh dua jam setelah paparan pertama dan selama dua belas minggu pasca tertular, bila dilakukan pemeriksaan, hasilnya akan negative, karena pada masa itu antibody HIV belum terbentuk.
Untuk mendiagnosa HIV, dokter akan melakukan tiga kali pengulangan tes dengan kandungan reagen yang berbeda. Pengulangan tes dilakukan sedikitnya empat belas hari sesudah tes pertama.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan sekali selama setahun agar mendapat hasil yang pasti. (Sumber google dengan ringkasan)
Dokter juga menyarankan, agar Edwin didampingi konselor selama proses pemeriksaan, karena rumit dan lamanya pemeriksaan, serta melihat riwayat Edwin yang pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Lidya menitikan air mata mendengar penjelasan dokter, membayangkan anaknya, harus menjalani berbagai macam tes dengan waktu yang lama.
¤¤FH¤¤
"Itu siapa bang Bi, pasti keponakannya, cantik banget." Belum sempat Fabian menjawab, Wanita yang mengaku bernama Inces itu sudah berbicara kembali.
Fabian tetap duduk di samping Febi, tidak beranjak sedikitpun.
"Iya, teh Inces, hari sabtu kemarin saya pulang kampung."
"Ko pulang kampung nggak ngajak-ngajak siiih, kan Inces mau bertemu sama calon mertua." Kata-kata calon mertua, meski diucapkan dengan pelan, tapi masih bisa terdengar.
Mendengar itu sontak, Febi makin membulatkan matanya, sejurus kemudian matanya melirik tajam ke arah suaminya. Tentu saja Fabian yang sejak tadi terus memandang ke arah istrinya, hanya meringis mendengar perkataan wanita itu.
"Kenalin teh Inces, ini istri saya, kemarin saya pulang karena menikah." Fabian to the point karena takut melihat wajah istrinya.
Kini giliran wanita itu yang membelalakan matanya mendengar pengakuan Fabian. Pasalnya, dia menyukai Fabian, apalagi sejak mengetahui status Fabian yang seorang duda, dia rela sering belanja perhiasan untuk menarik perhatian Fabian.
Tak siap menerima kenyataan, wanita itu ambruk tak sadarkan diri. Sontak Fabian berdiri, begitu melihat wanita itu pingsan dan memanggil penjaga keamanan toko dan beberapa karyawannya untuk menolongnya.
Wanita itu didudukan di kursi yang tersedia di pojok toko. Dia masih menangis meraung-raung meratapi harapan cintanya yang kandas. Orang-orang yang melihat menahan tawa melihat kelakuannya.
¤¤FH¤¤
Sesaat setelah wanita itu pingsan, Fabian mengajak Febi keluar untuk makan siang, dan menyerahkan penanganan teteh yang menyebut dirinya inces itu pada karyawan tokonya.
Fabian mengajak Febi, makan bakso pinggir jalan dekat tokonya yang terkenal enak. Febi yang sedang kesal memasukan banyak sambal pada kuah basonya.
Melihat itu Fabian memegang tangan Febi untuk menghentikan Febi yang terus-terusan memasukan sambel.
"Udah dong sayang, nanti sakit perut."
Mata Febi mendelik, menatap tak suka ke arah suaminya.
Tak diduga, Fabian menggeser mangkuk milik Febi ke hadapannya dan menggeser miliknya ke arah Febi. Dengan cepat Fabian langsung menyuapkan pentol baso berkuah pedas milik Febi ke mulutnya.
Meski kepedasan, bahkan beberapa kali meneguk air teh hangat yang disediakan kedai bakso, Fabian tetap memakan baso itu hingga habis tak bersisa, hanya meninggalkan kuahnya.
Segera Fabian meminta pelayan untuk mengambil mangkuk bakso dari hadapannya. Melihat itu Febi hanya melongo, apalagi keringat Fabian yang terus keluar dan mulut yang memerah kepedasan.
Febi tertawa, menertawakan kekonyolan yang suaminya lakukan.
"Aku kalau makan bakso, sambalnya memang suka banyak, Om." Febi berkata di sela-sela tawanya.
Febi kembali memasukan bersendok-sendok sambal, di tambah air cuka dan kecap, mencicipinya sebentar, setelah dirasa pas di lidah, Febi segera melahap pentol bakso yang memang enak rasanya.
Sebenarnya, Febi hanya pura-pura marah, dengan kejadian di toko. Dia pun mengerti, jika wanita tadi yang berharap pada suaminya. Tapi melihat wajah panik Fabian, Febi ingin mengerjainya sedikit.
Melihat itu Fabian menepuk keningnya, menyadari kekeliruannya.
"Makasi ya, Om. Sudah mengkhawatirkanku."
Setelah mengatakan itu, Febi mencium pipi Fabian sekilas, takut ketahuan pembeli bakso lain. Mendapat kejutan seperti itu, Fabian memegang pipinya, tak percaya dengan yang barusan Febi lakukan.
"Awas ya nakal, nanti aku balas!" Bisik Fabian saat berjalan bersisian menuju sepeda motor Fabian.
¤¤FH¤¤
Fabian dan Febi tak kembali ke toko setelah makan siang, mereka langsung pulang ke rumah, karena perut Fabian yang melilit akibat kebanyakan makan sambel.
Febi yang merasa kasih melihat suaminya yang bolak balik ke kamar mandi, membuatkannya air teh yang pekat, dan mengompreskan perut Fabian dengan air hangat.
Setelah meminum air teh hangat, perut Fabian sedikit membaik. Febi menyuruh Fabian untuk beristirahat. Dirinya berniat membuatkan bubur ayam, pasti perut Fabian saat ini kosong.
Febi memindahkan bubur yang masih panas ke dalam mangkuk, tadi dia juga meminta mak Ipah, untuk membelikan telur asin dan krupuk dorokdok. Sejak dulu, jika Febi sakit perut dan diare, mamahnya selalu membuatkan bubur dengan telur asin di atasnya.
Febi membawa bubur yang dia buat ke kamar, agar suaminya segera memakannya. Saat masuk, Fabian duduk di sofa, sedang memegang ponselnya, seperti baru selesai menelpon. Melihat Febi masuk, Fabian menyimpan ponselnya, dan mengambil mangkuk yang Febi bawa, lalu meminta Febi, duduk di sebelahnya.
"Apa ini?"
"Aku buatkan bubur ayam untuk, Om."
"So sweet sekali sih istriku."
Fabian mencium pipi Febi, sebagai balasan yang Febi lakukan di kedai bakso.
Fabian yang merasa lapar langsung memakan bubur ayam buatan istrinya.
"Kenapa pakai topping telur asin dan dorokdok?"
"Biar, Om nggak bolak balik lagi ke kamar mandi."
Fabian mengangguk-anggukan kepalanya, sambil terus menyuapkan bubur ke dalam mulutnya. Tak terasa isi mangkuk sudah kosong, Febi segera menyodorkan air minum untuk suaminya.
"Terima kasih. Tak sangka masih muda, tapi kamu sangat pandai memasak."
"Aku sebenarnya anak rumahan, Om. Suka bantuin mamah memasak."
"Kamu anak rumahan?" Ko bisa pacaran sama Edwin?"
Pantas saja Fabian kaget, meski tak tinggal bareng, Fabian tahu, jika Edwin anak yang suka keluyuran, nggak betah di rumah karena mamah dan papah sambungnya sibuk. Bahkan beberapa kali, Edwin sering tiba-tiba muncul di depan rumahnya, mampir dan minta uang pada papah kandungnya. Edwin mengaku baru pulang bersama teman-temannya dari pemandian air panas yang ada di kota ini.
Mendengar kata Edwin, entah mengapa membuat Febi merasa tak nyaman. Dia diam saja tak menjawab pertanyaan suaminya. Menyadari Febi yang diam saja, suaminya meminta maaf, tak bermaksud mengingatkannya pada Edwin.
Setelah itu, suasana berubah jadi sepi. Tidak ada obrolan dari keduanya, mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing.
"Feb.." Fabian memecah kesunyian.
"Ya.." Febi hanya menjawab singkat.
"Kalau misalkan, aku masih mencari informasi tentang menghilangnya, Edwin. kamu keberatan tidak?"
BERSAMBUNG
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama