Sweet Alexsandra, seorang gadis yang memiliki sifat dingin. Ia dipaksa untuk menikahi seorang lelaki kejam demi keuntungan bisnis orang tuanya. Perusahaan lelaki itu begitu sulit ditaklukkan. Sehingga gadis itu digunakan sebagai alat. Sweet harus rela melepaskan segala mimpinya. Menjadi seorang istri dari lelaki yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Lelaki yang selalu menganggapnya sebagai pecinta harta.
Hidup tanpa cinta sudah menjadi hal lumrah baginya. Mungkinkah ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Alex memperkenalkan Sweet pada semua staf dan jajaran perusahaan. Banyak dari mereka yang menyambut hangat kedatangan Sweet, ada juga yang kurang menyukai posisinya saat ini. Mereka berpikir jika posisi yang Sweet dapat saat ini karena statusnya sebagai tunangan Alex.
Apa ini tujuannya membawaku untuk berkecimpung di sini. Membiarkan aku mendapat tatapan remeh semua orang? batin Sweet.
"Adel, bawa sekretaris Sweet ke ruangannya." Perintah Alex pada sekretaris lainnya. Pemilik nama Adeline itu dengan senang hati mengajak Sweet pergi ke ruang kerjanya. Mereka pun bergerak menuju ruangan yang terletak di bagian barat ruang direktur utama.
"Namaku Adeline, kau bisa memanggilku Adel." Ujar Adeline memperkenalkan dirinya dengan ramah. Gadis berambut pirang bergelombang dan berkulit putih itu memang terlihat begitu anggun. Wajahnya selalu dihiasi oleh senyuman ramah.
"Sweet." Balas Sweet singkat. Adeline membukakan pintu untuk Sweet. Ruangan itu terlihat mewah, di sana terbagi menjadi tiga ruangan lainnya.
"Perusahaan memiliki tiga sekretaris utama, termasuk aku, sekretaris Halley dan kau Sweet. Tapi kau memiliki posisi lebih tinggi, yaitu sekretaris pribadi Tuan muda. Jadi ruangan ini milikmu," jelas Adeline membuka pintu sebuah ruangan yang lebih besar dari yang lain.
"Terima kasih," ucap Sweet bergerak masuk. Ia meneliti setiap sudut ruangan yang lebih dominan dengan warna putih. Terdapat sebuah sofa, rak buku dan juga berbagai dokumen yang tersusun di sana, serta satu set meja kerja.
"Ruanganku tepat di sebelahmu, jika kau perlu sesuatu bisa langsung menemuiku. Selamat bekerja," lanjut Adeline. Sweet mengangguk sebagai jawaban. Lalu wanita itu pun beranjak pergi dari ruangan Sweet.
Sweet duduk di kursi kerjanya, memperhatikan beberapa benda yang ada di atas meja. Hampir semua alat pendukung kerja ada di sana. Hingga pandangannya jatuh pada sebuah potret yang tak asing lagi untuknya. Ya, potret dirinya dan Alex saat bertunangan beberapa minggu yang lalu.
Apa dia sengaja meletakkan ini? Sweet menatap nanar potret itu, sebuah hubungan yang sulit digambarkan. Mata coklatnya bergerak dan berhenti pada jari manisnya. Cincin yang Alex lingkarkan waktu itu masih tetap diposisinya. Sweet menarik napas panjang, menutup benda itu dengan tangan kirinya. Hingga suara deringan telepon mengejutkannya. Dengan ragu Sweet mengangkat gagang telepon dan menempelkannya ditelinga.
"Keruanganku sekarang!" perintah seseorang dibalik telepon. Siapa lagi jika bukan Alex si tukang perintah.
"Ya," jawab Sweet singkat. Ia meletakkan kembali gagang telepon seperti semula. Lalu bangkit dari tempat duduk dan bergegas keluar.
Saat Sweet keluar, ia berpapasan dengan seorang wanita yang pernah ia temui di ruangan Alex tempo lalu. Wanita itu menatap remeh Sweet, tersenyum sinis dan bergerak pergi meninggalkan Sweet.
"Huh, semua lelaki sama saja. Memilih sekretaris berpenampilan cantik dan seksi. Lalu untuk apa aku di sini? Bahkan Josh juga selau ada untuknya." Gerutu Sweet seraya meninggalkan ruangan.
Sweet mengetuk pintu ruangan Alex dengan tempo santai. Tak berapa lama pintu itu sedikit terbuka. Dengan perasaan ragu Sweet memutar handle pintu dan mendorongnya pelan. Pemandangan pertama saat ia masuk yaitu menyaksikan Alex dan Cherry begitu intim.
Apa yang mereka lakukan di saat jam kerja? Batin Sweet.
Alex yang menyadari kehadiran Sweet pun langsung menoleh. Ia memberikan isyarat agar Sweet duduk di hadapannya.
"Kak, itu sangat sakit. Pelan sedikit," ucap Cherry begitu manja. Wanita itu duduk di atas meja kerja Alex. Sedangkan Alex berdiri didepannya.
"Tahan, ini tinggal sedikit lagi. Kau bisa memejamkan mata saat merasa sakit," ujar Alex sambil memasang kain kasa dilengan Cherry yang terluka.
"Itu sangat perih Kak," rengek Cherry. Sweet yang mendengar itu merasa geli.
"Sweet, buatkan aku kopi. Kau mau minum apa, Cherry?"
"Aku ingin cream latte," sahut Cherry menatap Sweet dengan sebuah senyuman sinis. Sweet mengabaikannya dan bangkit dari sana.
"Masih ada yang lain?" tanya Sweet sebelum pergi.
"Tidak," jawab Alex. Lalu Sweet pun langsung beranjak pergi. Ia menyusuri ruangan untuk mencari keberadaan pantry.
"Permisi, pantry di sebelah mana ya?" tanya Sweet pada Adeline yang kebetulan lewat.
"Owh, lurus saja, lalu belok kanan."
"Terima kasih," ucap Sweet tulus.
"Sama-sama," sahut Adeline yang langsung bergegas pergi. Sweet melangkah pasti menuju pantry.
Lima belas menit kemudian, Sweet sudah kembali ke ruang kerja Alex. Namun hanya Alex yang ada di ruangan saat ini.
"Masih ada yang perlu dibantu?" tanya Sweet setelah meletakkan cangkir kopi di atas meja. Alex berdeham seraya menatap Sweet penuh arti, lalu tertawa ringan.
Apa dia gila? Batin Sweet.
"Apa kau cemburu?" tanya Alex begitu percaya diri.
"Cemburu? Untuk siapa?" tanya Sweet begitu santai. Alex tersenyum mendengarnya.
"Kau terlihat kesal saat aku begitu dekat dengan orang lain," sahut Alex masih dengan rasa percaya dirinya. Ia bangkit dari sana dan mendekati Sweet.
"Aku? Kesal?" tanya Sweet menunjuk diri sendiri. Alex melipat kedua tangannya dan duduk di atas meja, lalu mengangguk pelan.
Sweet tersenyum sinis dan mendekati Alex. Menekan jari telunjuknya tepat didada Alex. "Kau sangat percaya diri, Tuan."
Alex tersenyum senang, tangan kekarnya bergerak untuk menyentuh pinggang Sweet dan menariknya hingga tak ada jarak anatar mereka. Sweet terhenyak.
"Jauhkan tanganmu," sinis Sweet. Alex semakin gencar menyentuh pinggang ramping Sweet. Membuat gadis itu semakin kesal.
"Tidak ada yang melihat kita, Sayang. Kita bebas melakukan apa pun," bisik Alex sambil menarik dagu Sweet. Menatap bibir tipis itu begitu intens. Tanpa sadar, Alex mulai mendekatkan wajahnya. Sweet pun langsung mendorong tubuh Alex, membuat lelaki itu kaget.
"Ini kantor, sebaiknya Tuan bersikap profesional." Sweet melangkah mundur, mengambil posisi aman.
"Iya artinya, aku bebas melakukannya di rumah? Aku jadi tidak sabar untuk pulang," ujar Alex begitu semangat. Sweet terhenyak mendengarnya.
"Jangan harap," ketus Sweet langsung pergi meninggalkan ruangan. Alex hanya menatap kepergian Sweet dengan seulas senyuman.
"Sweet, apa terjadi sesuatu? Kenapa wajahmu sangat merah?" tanya Adeline saat Sweet memasuki ruang kerja.
"Tidak ada," jawab Sweet datar. Gadis itu langsung masuk ke ruangannya dan menjatuhkan punggungnya di kursi.
"Kau membawa perubahan, Sweet." Gumam Adeline tersenyum tipis. Lalu ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Sweet, masih terdiam sambil membayangkan sikap Alex yang berubah akhir-akhir ini. Membuatnya selalu waswas menghadapi sikap lelaki itu, selalu berbuah setiap saat. Sweet menghela napas dalam-dalam. Mengambil dokumen dan mulai mempelajarinya. Membuatnya sedikit lebih tenang dan melupakan masalah yang ia hadapi saat ini.
Tiga jam berlalu, Sweet tampak menghela napas lega. Pekerjaannya hampir rampung, hanya beberapa bagian belum dapat ia selesaikan. Membutuhkan bantuan para senior untuk membantunya.
"Sweet, waktunya makan siang. Kau ikut denganku?" tanya Adeline sedikit memunculkan kepalanya di pintu.
"Ah, boleh." Sweet bangun dari duduknya dan merapikan pakaiannya yang sedikit kusut. Adeline tersenyum senang. Mereka pun langsung beranjak keluar.
"Makanan di sini sangat enak, bahkan aku tidak bisa move on dari rasanya," ujar Adeline dengan wajah berbinar. Sweet hanya mengangguk kecil. Mereka memasuki lift, karena posisi kantin berada di lantai dasar.
"Sweet," panggil seseorang saat mereka keluar dari dalam lift. Gadis manis itu langsung menoleh untuk melihat orang yang memanggilnya.
"Tuan Hanz, anda di sini?" tanya Sweet. Lelaki bertubuh jangkung itu berjalan mendekati Sweet.
"Ya, setelah jam makan siang akan ada meeting. Kau bekerja di sini sekarang?"
"Ya," jawab Sweet datar seperti biasanya.
"Kau telihat lebih cantik dari sebelumnya," puji Tuan Hanz dengan tulus.
"Ekhem, Sweet, waktu kita tidak banyak," sanggah Adeline yang tak nyaman dengan sikap Tuan Hanz.
"Maaf, aku harus segera pergi," ucap Sweet melangkah pergi meninggalkan Tuan Hanz. Lelaki itu tersenyum penuh arti, sambil terus menatap kepergian Sweet dan Adeline.
Adeline tampak menghela napas berat saat melihat kondisi kantin sudah ramai dan hampir penuh. Kehadiran mereka menjadi pusat perhatian semua karyawan yang ada di sana. Namun kedua wanita itu sama sekali tak merasa terganggu dengan berbagi tatapan mata orang-orang.
"Kita duduk disebelah sana," tunjuk Adeline pada meja paling ujung dekat jendela. Sweet kembali mengangguk sebagai jawaban. Lalu mereka pun bergegas menuju meja kosong dan memesan makanan.
"Hah, aku senang bisa memiliki teman. Biasanya aku duduk sendirian, Sweet. Mereka tidak mau menemaniku karena aku seorang sekretaris direktur. Katanya aku memiliki banyak trik sehingga mendapatkan posisi ini. Padahal aku dengan susah payah mendapatkan posisi ini, menggunakan seluruh kemampuanku." Adeline bercerita panjang. Sweet yang mendengar itu hanya bisa mengangguk kecil.
"Oh iya, bagaimana perasaanmu ketika menjadi istri Tuan? Apa Tuan sangat romantis?" lanjut Adeline menatap Sweet penuh intimidasi.
"Kau tahu aku sudah menikah dengannya?" tanya Sweet kaget. Adeline yang mendengar pertanyaan Sweet malah tertawa renyah.
"Tentu, aku selalu update." Sahut Adeline dengan begitu bangga.
"Apa semua orang tahu?" tanya Sweet penuh selidik.
"Tidak, hanya satu dua orang yang tahu. Karena tidak ada yang berani bergosip tentang Tuan. Kecuali aku, karena saat ini istrinya ada dihadapanku," gurau Adeline. Sweet yang mendengar itu merasa lega. Sedikit orang yang tahu tentang hubungannya, maka akan lebih baik.