Satu tahun penuh kebahagiaan adalah janji yang ditepati oleh pernikahan Anita dan Aidan. Rumah tangga mereka sehangat aroma tiramisu di toko kue milik Anita; manis, lembut, dan sempurna. Terlebih lagi, Anita berhasil merebut hati Kevin, putra tunggal Aidan, menjadikannya ibu sambung yang dicintai.
Namun, dunia mereka runtuh saat Kevin, 5 tahun, tewas seketika setelah menyeberang jalan.
Musibah itu merenggut segalanya.
Aidan, yang hancur karena kehilangan sisa peninggalan dari mendiang istri pertamanya, menunjuk Anita sebagai target kebencian. Suami yang dulu mencintai kini menjadi pelaku kekerasan. Pukulan fisik dan mental ia terima hampir setiap hari, tetapi luka yang paling dalam adalah ketika Anita harus berpura-pura baik-baik saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan yang Tak Teridentifikasi di Balik Misi
Pukul 15.00 sore. Aidan, seorang CEO yang seharusnya berada di puncak gedung kantornya, memimpin rapat dengan puluhan eksekutif, kini justru terjebak dalam kemeja kusut dan aroma antiseptik. Ia baru saja meninggalkan kamar Anita setelah konfrontasi tegang dengan Sherly.
Kemarahan Aidan yang mendidih bercampur dengan frustrasi karena ia terpaksa mengabaikan bisnis besar perusahaan demi mengawasi urusan personal yang seharusnya sudah selesai.
"Aku menghabiskan waktu berhargaku untuk urusan kecil ini. Biaya Sherly, obat-obatan ini... semua sia-sia jika dia tidak bisa bertahan." batin Aidan, saat ia mencoba fokus pada smartphone-nya untuk meninjau email bisnis yang menumpuk.
Namun, fokusnya terusik. Bukan oleh email dari dewan direksi, melainkan oleh suara bip monitor dari kamar di belakangnya, dan ingatan akan wajah Anita yang nyaris tak bernyawa.
Aidan membanting ponselnya ke sofa. Ia melangkah ke jendela, mengabaikan perhitungan kerugian 60 juta—jumlah yang relatif kecil bagi seorang CEO sepertinya. Masalahnya bukan lagi pada uang.
Sejak kematian Kevin, hidup Aidan hanya memiliki satu tujuan: membuat Anita menderita. Utang 60 juta dan toko kue yang seharusnya tidak ia usik—yang merupakan satu-satunya sumber kebanggaan dan kebebasan Anita—adalah alat yang ia gunakan untuk melampiaskan duka dan kebenciannya. Selama Anita menderita, Aidan merasa Kevin telah terbalaskan.
Sekarang, alat itu rusak. Dan dengan kerusakan itu, muncul perasaan aneh yang tak ia kenal.
Perasaan itu adalah takut. Tapi bukan hanya takut pada kekacauan hukum atau kerugian. Itu adalah takut akan kegagalan balas dendamnya.
"Jika dia mati sekarang... semuanya selesai. Kevin tidak akan terbalaskan. Penderitaannya akan terpotong, dan aku akan ditinggalkan sendirian dengan kebencian dan dukaku yang belum terobati." batin Aidan
Ini adalah konflik utama: kebencian Aidan tidak bisa mencapai finalitas. Ia sangat membenci Anita, tetapi ia membutuhkan Anita untuk hidup agar ia bisa terus membencinya, agar ia bisa terus memegang kendali atas penderitaannya.
Di tengah konflik antara kebencian dan kegagalan misi, muncul lapisan emosi lain, lapisan yang lebih membingungkan dan terasa seperti pengkhianatan terhadap sumpahnya.
Saat Aidan melihat Anita terbaring rentan, ada semacam ikatan yang tak terdefinisikan yang muncul dari keakraban yang mereka miliki (meskipun dibumbui kebencian).
"Kenapa aku merasa ada yang hilang jika dia pergi? Aku menghabiskan setiap hari memikirkan cara membuatnya sengsara. Tanpa dia, apa yang akan aku lakukan? Aku tidak punya tujuan."
Perasaan itu seperti rasa kosong yang datang sebelum kegelapan, rasa takut akan kehilangan fokus hidupnya. Selain itu, ada sedikit rasa bersalah yang samar. Melihat penderitaan fisik Anita, yang jauh melampaui apa pun yang ia rencanakan, membuat Aidan bertanya-tanya: "Apakah ia telah mendorongnya terlalu jauh?"
Aidan menyentuh dadanya. Perasaan aneh itu terasa berat, bertentangan dengan semua logika bisnis dan kebenciannya.
"Apakah ini penyesalan? Tidak", Aidan menggeleng kuat. Apakah ini iba? Mungkin, tetapi iba yang tercampur dengan pengakuan bahwa wanita itu, yang telah ia hancurkan, kini berada di ambang kematian.
Aidan belum bisa menemukan nama untuk perasaan ini. Ia hanya tahu itu adalah virus yang mengancam misinya dan mengancam keseimbangan jiwanya yang selama ini tertutup oleh kebencian.
Aidan memutuskan untuk kembali pada apa yang ia kuasai: kendali dan logika CEO.
Ia harus bertindak. Ia tidak bisa berkutat pada emosi yang tidak teridentifikasi ini.
Aidan membuka ponselnya lagi, kali ini bukan untuk email, melainkan untuk memanggil kepala toko Anita, Maya.
"Maya," suara Aidan tegas. "Kau dan semua karyawan toko akan mengurus operasional penuh selama dua minggu. Jangan ada yang tahu kondisi Anita. Katakan dia sakit parah dan harus istirahat. Aku akan mengirimkan dana tambahan untuk menutup biaya tak terduga."
Ia mengatur segalanya, memastikan mesin penghasil utang itu tidak berhenti berputar. Ini adalah cara Aidan melawan perasaan aneh: dengan memperkuat alasan Anita harus hidup.
Aidan berjalan menuju pintu keluar rumah. Ia harus kembali ke kantor. Kehadirannya di samping Anita hanya akan memicu perasaan aneh itu lagi. Ia perlu melarikan diri ke dalam tugas-tugas CEO-nya yang besar, tempat di mana emosi tidak memiliki tempat.
Saat ia berjalan keluar, ia sempat melirik ke kamar tempat Sherly menjaga Anita. Aidan takut kehilangan Anita—takut kehilangan musuh yang telah ia ciptakan sendiri, takut kegagalan misi balas dendamnya, takut pada kekosongan yang akan ditinggalkan oleh kepergiannya yang menyakitkan.
Aidan menghela napas panjang. Perasaan itu ia tinggalkan di ambang pintu kamar Anita. Ia akan mengurusnya nanti. Sekarang, ia harus memastikan asetnya itu bertahan hidup.
