NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Dengan Abang Tiri

Cinta Terlarang Dengan Abang Tiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Cinta Terlarang / Cintapertama
Popularitas:39.3k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

“Jika mencintaimu adalah dosa, biarkan aku berdosa selamanya.”

Sejak ayahnya menikah lagi, hidup Davina terikat aturan. Ia hanya boleh ke mana pun ditemani Kevin, abang tiri yang dingin, keras, dan nyaris tak tersentuh.

Delapan belas tahun bersama seharusnya membuat mereka terbiasa. Namun siapa sangka, diam-diam Davina justru jatuh pada cinta yang terlarang … cinta pada lelaki yang seharusnya ia panggil 'abang'.

Cinta itu ditolak keluarganya, dianggap aib, dan bahkan disangkal Kevin sendiri. Hingga satu demi satu rahasia terbongkar, memperlihatkan sisi Kevin yang selama ini tersembunyi.

Berani jatuh cinta meski semua orang menentang? Atau menyerah demi keluarga yang bisa menghancurkan mereka?
Sebuah kisah terlarang, penuh luka, godaan, dan cinta yang tak bisa dipadamkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Dua Puluh Lima

Sudah tujuh hari Kevin pergi. Seminggu penuh tanpa suara langkahnya di tangga setiap pagi.Tanpa kopinya yang selalu ia buat terlalu pahit. Tanpa gumaman kecilnya ketika ia lewat depan kamar Davina.

Tanpa tatapan hangat yang diam-diam selalu membuat Davina merasa aman. Rumah itu terasa lebih besar tapi dingin. Seakan ada satu orang yang memegang seluruh cahaya di dalamnya dan saat ia pergi, semuanya padam.

Davina duduk di ruang tamu, menatap layar ponsel. Chat terakhir Kevin adalah tiga hari lalu.

“Maaf belum bisa telepon. Banyak rapat mendadak. Kamu sudah makan?”

Setelah itu? Sepi. Ia tahu Kevin sibuk. Ia tahu Papa sengaja mengirim Kevin ke cabang terjauh agar mereka tidak berhubungan. Tapi tetap saja rasanya menusuk.

Setiap malam Davina memeluk bantal sambil menunggu notifikasi muncul. Setiap pagi ia memeriksa ponsel sambil berharap Kevin telepon.Tapi hasilnya sama. Kosong.

Walau begitu, ia selalu mengirim pesan pendek. “Bang, aku harap kamu sehat di sana.”

“Jangan lupa makan, ya.”

“Kalau bisa, telepon aku.”

Hingga pagi ini, Davina bangun dengan kepala berat. Pusing—pusing yang sama seperti beberapa hari terakhir.

Ia mencoba duduk, tapi pandangannya berputar sebentar. “Aduh … kenapa begini, sih.”

Ia berjalan pelan ke kamar mandi, mencuci wajah. Tapi mual tiba-tiba menyergap tanpa peringatan, mual yang naik dari perut sampai tenggorokan.

“Ini pusing apa masuk angin sih …,” gumam Davina.

Davina kemudian turun ke bawah untuk sarapan. Mama tirinya sedang duduk membaca majalah sambil menyeruput teh. Wanita itu terlihat santai, elegan seperti biasa. Tapi tatapan matanya tajam seperti seseorang yang selalu tahu sesuatu.

“Pagi, Ma,” sapa Davina.

“Hm.” Mama hanya mengangguk tanpa menoleh.

Davina duduk, mengambil roti dan mengolesi selai. Tapi baru satu gigitan masuk ke mulutnya, perutnya langsung menolak. Mual itu naik begitu cepat hingga Davina menjatuhkan rotinya dan berlari ke wastafel dapur.

“Huek ....!”

Isi perutnya keluar tanpa bisa ia tahan.

Mama menurunkan majalahnya. Wajahnya tidak terkejut. Justru seperti sudah menduga.

Davina kembali memuntahkan asam di perutnya, tubuhnya gemetar. Ia bersandar ke meja, napasnya tersengal.

Mama berdiri pelan, mengambil tisu, lalu berjalan mendekat.

“Minum.” Ia menyodorkan segelas air.

Davina menggeleng. “Ma ... maaf. Aku nggak tahu kenapa, aku belakangan pusing terus.”

“Mual pagi?” Mama bertanya tanpa perubahan ekspresi.

“Mungkin,” jawab Davina lemah sambil mengelap mulut.

“Mual yang munculnya rutin?” Mama kembali bertanya.

Davina terdiam. Bukannya rutin tapi sering muncul. Setiap pagi. Dan kadang malam.

Mama tirinya itu menghela napas panjang, dingin, lalu berkata, “Ikut Mama.”

Nada suaranya tidak bisa dibantah. Seolah apa pun yang terjadi, Davina harus mengikuti.

Gemetaran, Davina berjalan di belakang Mama menuju ruang keluarga. Mama duduk di sofa, lalu menepuk sofa sebelahnya.

“Duduk.”

Davina menurut. Mama menatapnya lama, sampai Davina tidak bisa menahan kegelisahannya. “Ma … ada apa?”

Mama menyilangkan tangan. Tatapannya menusuk langsung ke mata Davina.

“Mama ingin tanya sesuatu. Jawab jujur. Jangan tutup-tutupi.”

Davina menelan ludah.

“Sejauh apa hubungan kamu dan Kevin?”

Davina terperanjat. “Ma? Apa maksud Mama?”

Mama tidak tersenyum. Tidak marah. Justru terlalu tenang.

“Jawab.”

Davina membuka mulut, tapi tak ada kata keluar. Karena ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu mereka tidak boleh terlalu dekat. Ia tahu Papa curiga. Ia tahu Kevin pergi karena menyelamatkannya. Tapi bagaimana menjelaskan kedekatan yang bahkan dirinya sendiri takut akui?

Davina menunduk. “Ma … aku .…”

“Bukan itu yang Mama tanya.” Mama memutus.

Davina membeku. Mama mendekat, menatap tajam seolah ingin membaca isi hatinya.

“Kamu dan Kevin … sudah sejauh apa?”

Davina merasakan jantungnya berhenti berdetak sesaat. “Ma … kami … kami tidak … aku … aku dan abang tidak .…”

Ia tak bisa melanjutkan. Dan justru keheningan itu membuat Mama menarik kesimpulannya sendiri.

Mama mengangkat dagu Davina dengan ujung jarinya. “Kalian sudah melampaui batas?”

“Ma! Tidak! Aku ....”

Mama memotong lagi. “Kalian sudah berhubungan?”

Kata itu seperti petir. Davina menegang. “Ma, kami … kami tidak … aku .…”

“Jujur.” Mata Mama makin tajam. “Kamu hamil?”

“Apa??!” Davina terpaku, matanya membesar, wajahnya pucat.

Pertanyaan itu tidak pernah terpikir sebelumnya. Sama sekali tidak.

Hamil? Dia memang seminggu ini mual dan pusing. Datang bulan, Davina baru menyadari kalau ia memang telat datang bulan.

Davina menutup mulut. Ia ingat sesuatu. Bulan lalu ia selalu stres, bulan ini ia tidak memperhatikan jadwal.

“Ma … bukan begitu … aku cuma … aku sering pusing karena stres.” Suaranya bergetar hebat. “Aku nggak mungkin .…”

“Nggak mungkin?” Mama menaikkan alis. “Kenapa tidak mungkin? Kalian berdua selalu saling melindungi. Selalu saling mencari. Dari kecil sampai sekarang. Dan Papa sudah lihat caranya Kevin menatap kamu.”

Davina menggigit bibir, tubuhnya gemetar. Bukan karena ia merasa Mama benar. Tapi karena ia takut Mama benar kalau dia saat ini sedang hamil.

Mama menyandarkan tubuh ke sofa. Sikapnya kembali elegan, tapi setiap kata yang keluar tajam.

“Mama tidak peduli siapa kamu sekarang. Tapi satu hal harus kamu ingat.”

Davina menegakkan badan, bersiap menghadapi apa pun.

Mama menatapnya lurus. “Jangan pernah mempersulit Kevin.”

Davina mengerjap. “Ma … aku ....”

“Aku tidak akan rela kalau gara-gara kamu anakku celaka.”

Kalimat itu seperti pisau yang ditancapkan perlahan ke jantung Davina.

Mama berdiri. “Kevin sudah dikirim jauh supaya bisa dijauhkan dari kamu. Kalau kamu tambah membuat keadaan kacau … bukan cuma kamu yang dirugikan.”

Davina menahan napas. Kata-kata Mama menusuk dalam.

“Jangan ulangi kesalahan apa pun yang bisa menghancurkan masa depan Kevin.” Mama mengambil majalahnya kembali. “Kalau kamu hamil, kamu sendirilah yang tanggung akibatnya.”

“Ma! Aku ... aku tidak ....”

Mama sudah berjalan pergi tanpa mendengarkan pembelaan Davina.

Davina terpaku di sofa. Terlalu kaget untuk bergerak.Terlalu bingung untuk berpikir.

"Hamil ...." Davina masih berpikir dengan ucapan mama tirinya itu.

Kemungkinan itu bahkan tidak pernah ia pikirkan. Tapi mual dan pusing yang ia rasakan saat ini bisa saja itu pertanda kehamilan. Dan terakhir datang bulan .…

Davina mulai panik. Ia berdiri cepat lalu naik ke lantai dua. Begitu sampai di kamar, ia menutup pintu dan bersandar pada dinding.

Tangannya gemetar ketika ia menutup mulut.

“Apa aku hamil?”

Pikiran itu menghantam seperti ombak besar.

"Kalau aku hamil. Kalau Papa tahu … kalau Mama benar .…"

Davina memeluk perutnya tanpa sadar.

“Tidak … tidak mungkin.”

Namun semakin ia mengingkar, semakin pikirannya berputar antara takut, bingung, dan sebuah kemungkinan yang tidak berani ia ucapkan.

Davina merosot ke lantai. Dadanya terasa sesak membayangkan jika semua benar.

1
Ilfa Yarni
emang bener davina hamil
Yuliana Tunru
ya habis penasaran bgt tp fix davi hamil smoga papa dan mama x bisa teroma walaupun sama2 teeluka
Ida Nur Hidayati
solysi terbaik ke dokter dan memang Kevin harus sepenuhnya bertanggung jawab. hadapi bersama apapun yang terjadi
LB
berani berbuat berani bertanggung jawab ya Kevin, lelaki sejati harus begitu.
kalau sudah salah jangan menambah kesalahan lagi.
berani menghadapi apapun resikonya.
Ida Nur Hidayati
tanda tanda kamu hamil Davina...
tega niat ibunya Kevin, Davina suruh nanggung sendiri akibatnya
Sri Gunarti
di gangung 🤦‍♀️
Sri Gunarti: gantung
total 1 replies
Teh Euis Tea
hebat kevin wlupun jauh dia databg untuk tangung jawab, masalah hrs di tanggung ber2, jgn takut kevin davina apapun resikonya kalian jgn menyerah
shenina
pinisirinn... lanjut mam..
Ervina Ardianto
Apa ini novel alurnya mau dipercepat ya?
🌷Vnyjkb🌷
👍👍gitu dong, mslah d hadapi brsma, jgn ada drama davi pergi, atau ortu yg campur tangan berlebihan, malah bikin kusut mslah
semangatttt kev dg penuh tggjawab, abaikan sementara mamamu itu, yg egois🤭 aslinya ibu tiri sdh Nampak
Nar Sih
seperti nya bnr kmu hamil vina,dan mungkin ini awal dri penderitaan mu juga jauh dri kevin ,moga aja dia tau klau kmu hamil dan mau tanggung jwb
Mutia
Davina apa bodoh, gak tau resiko bakal hamil...
anju hernawati
tetaplah tegar davina dengan apa yang sudah terjadi padamu ......
olyv
woww menyalah mama tiri 🔥🫢👊
sunshine wings
Testpack dulu Davina dan kasi tau keputusannya pada bang Kevin kemudian pikirkan solusinya sama² ya sayang.. ❤️❤️❤️❤️❤️
sunshine wings
Pasti bang Kevin akan tanggungjawab..
sunshine wings
Apa Davina hamil ya? ❤️❤️❤️❤️❤️
sunshine wings
jangan sampe menyesal papa..
sunshine wings
Kok gitu sih pa.. Dengan mengorbankan perasaan dan kebahagiaan anak².. Fahamilah biar sedikit daripada papa kehilangan dua²nya sekaligus..
sunshine wings
Nikahkan aja pa..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!