NovelToon NovelToon
My Enemy, My Idol

My Enemy, My Idol

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Enemy to Lovers
Popularitas:503
Nilai: 5
Nama Author: imafi

Quin didaftarkan ke acara idol oleh musuh bebuyutannya Dima.

Alhasil diam-diam Quin mendaftarkan Dima ikutan acara mendaftarkan puisi Dima ke sayembara menulis puisi, untuk menolong keluarga Dima dari kesulitan keuangan. Sementara Dima, diam-diam mendaftarkan Quin ke sebuah pencarian bakat menyanyi.

Lantas apakah keduanya berhasil saling membantu satu sama lain?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon imafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Terdengar derap langkah kaki bergemuruh dari arah tangga. 

Ibunya Dima menjulurkan kepalanya keluar dapur, “Nyium wangi makanan baru bangun!”

“Nggak. Aku udah bangun dari tadi kok,” bela Dima yang sebenarnya memang baru bangun. Sebetulnya dia tidak tidur dari subuh karena sibuk mengedit video tiktok untuk mempromosikan puisinya yang masih saja juara tiga, tapi kemudian ketiduran menjelang dzuhur. Memang juara satu dan dua memiliki diksi yang lebih baik darinya, tapi dia butuh jadi juara. Meski menang karena dipilih, bukan karena tulisan yang benar-benar baik, dia tidak malu. 

Ibunya Dima menyimpan risol yang baru digorengnya di meja makan.

“Kenapa banyak banget bikinnya?” Dima terlihat heran.

“Buat dikirim ke rumahnya Quin. Hari ini kan acara live pertamanya. Pasti orang tuanya pada nonton.”

“Terus risolnya buat dibawa?” Dima bertanya semakin heran. Dia menyentuh satu risol yang baru matang, tapi kemudian menarik tangannya karena kepanasan.

“Ya buat dimakan sambil nonton, lah!”

“Kan mereka nontonnya juga di stasiun tv, Bu. Bukan di rumah,” jelas Dima.

“Lah, iya ya?” Ibunya Dima baru sadar. “Kalau gitu kirim sekarang, biar mereka bawa ke stasiun TV!”

“Quin bilang dia udah berangkat dari pagi. Ada fitting baju, make up dulu soalnya.”

“Yah!” teriak ibunya Dima kecewa. “Terus sebanyak ini buat apa?”

“Ya udah, buat kita aja. Nobar YAMI!”

“Nobar itu apa?” Ibunya Dima terlihat bingung setiap kali Dima mengeluarkan kata-kata khas remaja.

“Nonton bareng, Bu. Kan udah pernah aku kasih tau!”

“Ya namanya juga lupa.”

“Ayah mana?” Tanya Dima mengalihkan pembicaraan.

“Lagi ngojek.”

“Aduh. Kan aku udah bilang, jangan keluar dulu. Motornya jangan dipake!” Dima keluar rumah, melihat teras yang kosong.

Dari dalam dapur, ibunya teriak, “Namanya juga bapakmu!”

Tangannya dingin. Kakinya tidak bisa diam. Quin berdiri sambil memotek-motek kuku telunjuk kirinya. Di sebelahnya ada Arka yang tampak santai.

“Gugup ya?” Tanya Arka melirik tangan Quin yang tidak bisa tenang.

“Nggak,” jawab Quin memalingkan muka.

Arka memegang tangan Quin yang masih sibuk memotek kuku telunjuknya. “Dingin begini!” 

“Emang kamu nggak gugup?” Tanya Quin menarik tangannya dari genggaman Arka.

“Gugup. Mules! Tapi gimana lagi, enjoy aja kemulesan ini!” Arka menarik napas panjang, sambil mengangkat kedua tangannya, lalu melepaskan napas sambil menurunkan kedua tangannya seperti sedang melakukan gerakan pendinginan.

“Ngapain?”

“Biar nggak gugup.”

“Ilang mulesnya?”

“Nggak!” Arka nyengir.

Mereka berdua tidak memperhatikan bahwa peserta yang lain banyak yang menatap mereka dengan sinis. 

Setelah semuanya melakukan latihan terakhir, mencoba panggung, peserta diminta duduk di sebuah ruangan di belakang panggung. Datang Afgan, Yura, Raisa, dan Sal masing-masing mendekati kelompok latihannya.

Afgan berdiri di hadapan Arka, Kinan, Quin, dan dua peserta yang lainnya dan berkata, “Santai aja. Enjoy nyanyi ya.”

Quin dan yang mengangguk. Afgan dan yang lain masuk ke ruang panggung dan duduk di kursi juri. Host Yami, Lutfi dan Femi mendatangi para peserta.

“Hai, Guys! Semangat ya!” Kata Lufti dan Femi yang kemudian masuk ke panggung.

Dari awal datang, mereka sudah berkenalan dengan Lutfi dan Femi. Quin tidak menyangka ternyata orang-orang yang terkenal di tiktok itu adalah orang-orang yang hebat. 

Karyawan IF TV pun datang, “Oke, ready. Semuanya ingat tadi yang dibrief ya! Acara akan dimulai dalam waktu 15 menit.”

Semua peserta mengangguk.

Dima dan Ibunya sudah duduk di depan TV sejak pukul tiga. Acara YAMI bukan acara yang tayang pada waktu prime time dan selesai ketika kereta cinderela berubah menjadi labu. Acara YAMI tayang setiap sabtu, sebagai episode unjuk bakat, sedangkan hari minggu sebagai episode pengumuman finalis.

“Quin cantik banget, Dim!” Kata ibunya Dima melihat Quin berada di antara para finalis lainnya.

“Ah, biasa aja…” kata Dima pura-pura tidak merasakan ada kupu-kupu di perutnya ketika melihat Quin yang didandani seperti seorang penyanyi.

“Biasa aja gimana! Cantik gitu! Emang sih, aselinya udah cantik, tapi ini kaya cantiknya kaya artis gitu loh, Dim!”

“Hmmm,” jawab Dima sambil memasukkan risol ke mulutnya. Dia lebih memperhatikan pria yang ada di sebelah Quin. Kalau tidak salah namanya Arka, Dima pernah bertanya pada Nisa siapa Arka. Nisa menjelaskan dengan antusias bahwa Arka adalah teman kecil Quin yang sekarang jadi ganteng. Quin dan Arka memang terlihat sangat dekat, tapi itu karena mereka teman kecil, pikir Dima.

Dua orang sudah selesai bernyanyi. 

Ayahnya Dima pulang dari mengojek, lalu duduk di ruang tengah. Ikut nonton acara YAMI.

“Yah, Dima udah bilang, motornya jangan dipake dulu. Bahaya!”

“Bahaya kan juga karena kamu!”

Dima terdiam, menunduk karena menyesal. Dia memang yang membuat keadaan bahaya itu muncul.

 

Ibunya Dima melirik Dima yang tampak sedih karena selalu dimarahi ayahnya. “Mungkin temen kamu itu cuma khawatir aja. Buktinya nggak ada apa-apa, Dim. Lagian kan ayah udah bayarin utangnya. Nggak mungkin ada orang yang mau ngambil motornya lagi. Iya kan, Yah?”

“Hmmm,” ayahnya mengeluarkan suara persis seperti Dima ketika menjawab ibunya.

Dima tidak tahu apakah jawabannya itu soal tidak ada yang mengambil motornya atau tentang bahwa ayahnya memang sudah membayar hutangnya? Semoga keduanya benar, pikir Dima.

“Assalamualaikum!” terdengar suara Haji Berkah di luar rumah.

Dima menoleh ke ayah dan ibunya. Ayah dan ibunya malah menggerakkan kepala, memberikan kode agar Dima yang menemui Haji Berkah di luar rumah. Meski terpaksa, Dima bangkit meninggalkan TV yang sedang menayangkan iklan.

“Ada apa?” Tanya Dima pada Haji Berkah yang membawa sebungkus nasi padang.

“Bisa minta tolong, anterin Robert ke dokter hewan,” pintanya sambil mengulurkan bungkusan nasi padang.

“Emang kenapa?” Dima enggan mengambil nasi padang itu.

“Kayanya sakit. Kalau nggak diobatin, nanti ayam-ayam lainnya ketuleran! Kalau ketuleran, ntar sakit semua. Kalau sakit semua, nggak bisa gua jual!” Jelas Haji Berkah yang tidak perlu menjelaskan bahwa Robert adalah ayam jago miliknya yang suka mengganggu ibunya Dima berjualan.

“Sebentar,” Dima masuk ke dalam rumah menemui ayah dan ibunya. Dia menjelaskan Haji Berkah yang ingin minta tolong. 

“Ya udah, tolong lah!” Kata ayahnya Dima.

“Tapi kan lagi nonton, ini!.” Kata Dima sambil menatap ibunya dengan cemas.

“Tetangga kalau butuh bantuan, dan kita bisa bantuin, ya harus ditolong!” Kata ayahnya Dima dengan tegas.

“Naik motor?”

“Iya. Pake aja,” ayahnya Dima mengambil kunci motor, lalu bangkit menemani Dima menemui Haji Berkah. 

Haji Berkah memberikan nasi padang pada ayahnya Dima, “Ayamnya ada di sono! Dokternya deket doang! Deket pertigaan sono!”

“Sana, Dim!” Pinta ayahnya pada Dima, lalu masuk ke dalam rumah.

Dima kemudian pergi membawa motor dan ayamnya. Semakin cepat, semakin dia bisa nonton Quin.

Untung Dokter hewan langganan Haji Berkah ternyata sedang tutup. Dengan semangat, Dima langsung memutar balikkan motornya dan bergegas pulang. Tiba-tiba muncul dua orang preman. Salah satunya adalah preman yang tidur di gedung kosong waktu itu.

“Itu motor gua!” Kata preman buncit itu.

Jantung Dima berdebar keras. Dia harus mengambil keputusan, melawan atau kabur.

Sementara itu, jantung Quin juga berdebar keras ketika gilirannya sebentar lagi. 

Femi teriak dengan semangat, “Kita panggil finalis selanjutnya, Quin!”

Quin keluar dari ruang tunggu, masuk ke panggung.

“Aduh, cantik banget. Namanya!” Kata Lutfi pada Quin yang sudah memakai earphone monitor dan memegang microphone.

“Namanya doang yang cantik? Orangnya kagak?” Tanya Femi pada Lutfi.

“Orangnya juga dong. Jauh lebih cantik daripada elu!” 

“Udah lah, nggak usah didengerin omongan Lutfi emang kadang-kadang bener. Sok mangga, silahkan Quin!”

Femi dan Lufti turun dari panggung.

Quin mengambil napas panjang dan memejamkan mata sejenak. Memikirkan neneknya melihatnya dari atas sana. Dan dia yakin, Dima juga sedang menontonnya. Dia buka matanya dan ditatapnya kamera seperti sedang menatap Dima.

Dima sedang menjalakan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia berhasil membuat preman-preman kehilangan jejak. Tapi tiba-tiba Robert si Ayam yang dibawanya dengan anyaman rotan terlempar ke jalanan. Robert si Ayam keluar dari anyaman rotan, lalu ngibrik ke sana kemari. Dima yang berhenti sampai ngepot dan hampir jatuh, turun dari motor, lalu mengejar Robert si Ayam. Begitu Robert si Ayam ada di genggamannya, muncul dua orang preman. 

Dima bergegas lari ke motornya, tapi terlambat. Bajunya keburu ditarik oleh salah satu preman. Dia pun terjatuh. Robert si ayam lompat menjauhi Dima yang kemudian dihajar oleh para preman.

Bersambung.

1
Leni Manzila
hhhh cinta rangga
queen Bima
mantep sih
imaji fiksi: makasih udah mampir. aku jadi semangat nulisnya.🥹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!