Di kenal seorang pendiam dan tidak banyak bergaul membuatnya minder , sejak di usia belia seorang gadis desa sangat aktif dan sudah mengenal yang namanya jatuh cinta , apakah sekedar jatuh cinta saja atau sudah mengenal lebih dari sekedar cinta monyet ?
Dibalik kisah asmara ada sekelumit masalah pada sikap saudaranya yang membuatnya risih dan menjadi tertutup . lambat laun ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya .
Mampukah ia menjalani kehidupan di luar sana tanpa ia sadari sudah terjebak dalam arus kehidupan dunia luar yang penuh dengan drama dan masalah ?
Apakah gadis yang dulu pendiam akan menjadi pendiam atau akan menjadi sosok yang lain ?
Yuk baca pelan-pelan dan berurutan agar tidak salah paham .jangan lupa dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anyue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Meminta Hak
Keesokan harinya cuaca sangat mendung tapi tidak ada petir . Hujan turun sangat deras air got meluap ke jalanan membuat jalanan tergenang . Tubuh Ira menggigil kedinginan suhu tubuhnya panas , ia masih terbaring di tempat tidur .
Sementara itu ibunya sedang memasak di dapur tanpa ada yang membantu lalu menyiapkan sarapan untuknya dan anak-anaknya .
Tumben belum pada bangun jam segini ,apa Ira libur," Haryati melihat cuaca di luar hujan turun sangat deras ia menutup pintu belakang lalu mencuci peralatan sehabis memasak .
Haryati masuk ke dalam kamar Ira berjalan mendekati tempat tidur . Terlihat Ira menutupi seluruh tubuhnya sampai batas leher .
"Ira ," panggil ibunya duduk di samping anaknya . Ira membuka matanya melihat ibunya duduk dengan senyum tipis .
"Bu , aku kedinginan , badan aku terasa panas ," kata Ira dengan suara lirih .Ibunya menyentuh dahi Ira ternyata benar panas , ia pergi ke dapur mengambil air hangat kemudian mengompres dahi Ira dengan handuk kecil .
Ira tidak kuat untuk bangun , ia merasakan tubuhnya sangat lemah . " Sebentar ibu buatkan bubur untuk sarapan " Haryati pergi ke dapur lalu membuat bubur untuk Ira . Setelah selesai ia kembali ke kamar Ira dan menyuapinya .
"Sudah kenyang ," kata Ira membenarkan posisi duduknya beralih tiduran , kepalanya sangat berat dan pusing .Ia memejamkan mata agar rasa sakitnya berkurang .
"Jangan banyak gerak dulu ,tidurlah supaya cepat sembuh , " perintah ibunya kemudian keluar dari kamar mencuci piring kotor .
Yaman bangun dan keluar dari kamarnya langsung makan begitu melihat meja makan sudah ada makanan . “Kamu belum cuci muka langsung makan jorok sekali ," kata Haryati melihat Yaman makan dengan lahap .
“Hmm , lapar ," jawab Yaman dengan mulut penuh makanan . Haryati geleng-geleng kepala melihat wajah anaknya berjalan menuju kamar Ira membawa obat demam .
“Ibu bawa apa ?" tanya Yaman setelah menelan makanannya .
" Ini obat buat adikmu , sedang demam ," jawab Haryati sambil berjalan masuk kamar Ira .
Selesai makan Yaman menaruh piring di tempat cucian lalu masuk ke kamar mandi membersihkan diri . Yaman keluar kamar sudah berpakaian rapih ia duduk di teras depan melihat hujan sambil mer**** dan secangkir kopi .
"Kalau hujan begini tidak jadi berangkat kerja , mana gak ada bahan untuk ngerjain lagi ," gumam Yaman memikirkan pekerjaannya .
Mulyadi keluar ikut duduk di samping Yaman sambil membawa kopi yang ia buat sendiri . Yaman melihat kakaknya tersenyum kecut .
"Tumben bikin sendiri kopinya , " kata Yaman sambil memberikan r**** kepada kakaknya . Mulyadi langsung menyulutkan api ke r****nya dan membuang asap ke udara .
"Kamu kerja apa libur ?" tanya Mulyadi . "Sepertinya libur soalnya bahannya sudah pada habis ," jawab Yaman .
"Memang bos kamu tidak belanja ?" tanya Kakaknya lagi . " Aku tidak tahu , kemaren saja ada yang bilang justru diabaikan ," jawab Yaman wajahnya terlihat kecewa dengan sikap bosnya .
"Sepertinya usahanya tidak akan lama bertahan , lihat saja karyawannya ada yang mengundurkan diri memangnya gak rugi gitu ?" Yaman sambil meminum kopi .
"Padahal pesanan beberapa Minggu lalu belum di buat , orangnya menelpon terus menanyakan pesanannya sudah jadi apa belum , repot kan jadinya . Padahal sudah dikasih DP ," jelas Yaman membuang puting r****.
"Kalau saranku lebih baik kamu buat usaha sendiri , siapa tahu berjalan lancar dan sukses . Apalagi kamu sudah kenal punya pelanggan tetap ," kata Mulyadi memberi saran .
“Boleh juga tapi nanti dulu , harus punya modal banyak ," sahut Yaman .
“Benar sekali , kan masih ada peninggalan bapak kamu gunakan saja buat usaha ," Mulyadi memberi ide .
"Itu kan bukan punyaku saja pasti ada namamu juga kak Yuli ," Yaman sedikit ragu dengan ide kakaknya .
"Pelan-pelan saja ngomongnya ,“ Mulyadi menatap Yaman .
“Aku pikir-pikir dulu deh siapa tahu ada yang lebih baik ," Yaman membuang putung r****.
“Apa aku saja yang gunakan ?" Mulyadi merasa punya kesempatan tersenyum penuh arti .
"Enak saja kamu yang gunakan terus bagianku paling sedikit gitu oh tentu saja tidak bisa ," sahut Yaman tidak suka dengan ide kakaknya.
Mulyadi memikirkan bagaimana caranya mendapat bagian warisan ibunya . Agar di bagi rata dengan adik-adiknya .
Sedangkan Yaman takut kalau sampai kakaknya mendapat bagian lebih banyak darinya . “Aku tidak mau dapat sedikit , aku harus bisa membujuk ibu agar aku mendapat lebih banyak .
Kedua saudara itu duduk di teras dengan pikiran masing-masing. Mulyadi beranjak masuk ke dalam , Yaman merasa curiga melihat gelagat kakaknya diam-diam memperhatikan dari jarak jauh .
Mulyadi melihat ibunya keluar dari kamar Ira bertanya .“ Kok ibu bawa piring memangnya Ira kenapa ?“ Mulyadi mengikuti ibunya berjalan ke arah dapur dan meletakkan piring kotor ke tempat cucian .
Mulyadi duduk di kursi dapur dengan ragu ia ingin menyampaikan apa yang ada dipikirannya .“Bu, aku mau ngomong sama ibu sebentar ," Mulyadi menunggu ibunya selesai dan duduk disebelahnya .
Haryati melihat anaknya dengan wajah serius penasaran . "Ada apa ?" tanya Ibunya .
"Aku pengen punya usaha apakah ibu bisa bantu aku ?“ awalnya Mulyadi langsung ke inti namun merasa tidak wajar akhirnya dengan cara meminta bantuan agar ibunya bisa mengeluarkan harganya untuknya .
“Mau usaha apa dan dimana ?" tanya ibunya merasa ada yang tidak beres . “Mau usaha perkebunan di desa Lasemi di sana nanti aku akan membuka lahan pertanian bersama istri ," jawab Mulyadi yakin .
"Memangnya kamu butuh berapa ?" tanya Haryati kasihan . Mendengar perkataan ibunya hatinya langsung senang itu berarti ibunya akan memberikan sejumlah uang yang tidak sedikit .
"Akhirnya ibu percaya denganku ," batin Mulyadi .
"Sekitar dua puluh juta ,“ jawab Mulyadi tanpa pikir panjang . Haryati nampak syok mendengar jumlah uang yang di minta anaknya sangat banyak namun ia tepis prasangkanya .
"Ibu akan usahakan secepatnya asal kamu benar-benar akan membuka usaha ,“ kata Haryati lalu beranjak dari tempat duduk berjalan masuk ke dalam kamar .
Beberapa menit kemudian Haryati keluar dari kamar membawa sebuah amplop menyerahkan kepada Mulyadi . "Ini kan yang kamu inginkan ?" tanya Haryati dengan wajah dingin , ia sudah menduga sebelumnya .
"Bu , ini tidak salah kan ... Sawah bapak sudah tidak ada lagi ?" tanya Mulyadi tidak percaya dengan apa yang ada di lembaran kertas tersebut .
"Kamu bisa lihat dan baca sendiri kalau itu asli tanda tangan bapakmu ," kata Haryati sambil membuat teh panas untuk dirinya .
Mulyadi membaca pelan-pelan dan memahami isi surat tersebut sampai di ulang-ulang . Ia nampak berpikir keras dan tiba-tiba timbul ide .
“Bu , aku mau tinggal bersama istri dan anakku di desa Sumber Sari ," kata Mulyadi . Haryati menghembuskan napas kasar .
“Iya itu bagus karena kamu punya tanggung jawab terhadap mereka ,jaga mereka dengan baik ,“ Haryati menarik napas berat .