Jika ada yang meniru cerita dan penggambaran dalam novel ini, maka dia plagiat!
Kali ini Author mengangkat ilmu hitam dari Suku Melayu, kita akan berkeliling nusantara, Yuk, kepoin semua karya Author...
"Jangan makan dan minum sembarangan, jika kau tak ingin mati secara mengenaskan. Dia menyusup dalam diam, membunuh secara perlahan."
Kisah delapan mahasiswa yang melakukan KKN didesa Pahang. Bahkan desa itu belum pernah mereka dengar sebelumnya.
Beberapa warga mengingatkan, agar mereka jangan makan suguhan sembarangan, jika tak ingin mati.mengenaskan...
Apa yang menjadi misteri dari desa tersebut?
Apakah kedelapan Mahasiswa itu dapat selamat?
ikuti kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berobat
Darmadi menuju keruangan tempat dimana para rekannya berkumpul. Sangat mudah menemukan mereka, sebab jaket almamater yang dikenakan ketiganya sangat kentara.
Yulia beranjak bangkit, dan menyusul pemuda itu, sebelum Darmadi mendekat pada mereka.
Ia mengajaknya menjauh dari keramaian, lalu pergi kearah belakang rumah warga.
"Ada apaan, Yul? Serius amat?" tanyanya dengan rasa penasaran. Sebab sikap rekannya itu tak biasa.
"Bang. Si Kiky terkena racun santau," ucapnya dengan nada bersisik.
"Astaghfirullah, sejak kapan?"cecarnya.
"Sejak pertama datang ke kos,"
Darmadi tercengang. Namun wajah panik terlihat jelas diwajahnya. "Suruh dia keluar, biar aku antar ke rumah Atok Sholeh, buruan," titahnya pada Yulia.
Gadis itu menganggukkan kepalanya, lalu beranjak menuju ruang konsumsi. Setibanya ditempat tersebut, ia membisikkan sesuatu pada Kiky, dan membuatnya mengerti.
****
Kiky dan Darmadi tiba didepan rumah Atok Sholeh, mereka disambut seorang wanita cantik, yang tak lain adalah bidan didesa ini.
"Ada yang bisa dibantu, Bang?" tanya wanita itu ramah.
"Mau cari Atok Sholeh, Bu," ucapnya dengan berusaha tenang, meskipun hatinya sangat gelisah.
Wanita itu tampak sedang berfikir. "Ada hal penting ya, Bang? Soalnya ayah lagi ke kota, sedang berbelanja," ia mencoba menjelaskan situasinya.
Darmadi sedikit kecewa, namun itu hanyalah tentang masalah waktu dan juga rezeki saja, sehingga tidak dapat bertemu dengan pria itu.
"Ada perlu sedikit, Bu. Ya sudah. Kami permisi, maaf mengganggu waktunya. Assalammualaikum," Darmadi berpamitan, dan pergi meninggalkan rumah praktik tersebut.
"Atok itu tidak ada, kita kerumah Atok Hasyim," ajaknya. Lalu kembali membonceng Kiky menuju ke rumah kos lama mereka.
Selama diperjalanan, Kiky tampak diam. Ia merasa, jika rekannya terlihat begitu perduli padanya. Ia tidak menduga, mereka sangat begitu mengkhawatirkan-nya.
"Kenapa kamu gak cerita dari awal, Ky?" Darmadi buka suara, sembari menambah kecepatan motornya.
"Ku kira aku TBC, Bang. Soalnya waktu muntah darah banyak banget," sahutnya dengan lirih. Ada nada penyesalan didalam dirinya, mengapa tak jujur dari awal.
"Semoga Allah beri jalan kesembuhan untukmu," doa Darmadi dengan penuh harap.
Saat tiba dipersimpangan, ia berbelok kesisii kanan, memasuki jalanan setapak, lalu berhenti didepan sebuah rumah panggung yang mana tidak memiliki tetangga dan hidup ditengah-tengah kebun kelapa.
Darmadi memberikan salam, lalu berbincang sebentar, dan memanjat pohon kelapa untuk mengambil buahnya.
Kiky hanya melihat apa yang dilakukan oleh pemuda itu. Ia masih berfikir, apakah Darmadi lagi ingin minum air kelapa muda.
"Untuk apa, Bang?" tanyanya pada pemuda itu, saat menghampiri motor dengan membawa tiga buah kelapa muda, dan meminta Kiky yang memegangnya .
"Untuk obat kamu," jawabnya datar. Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan, menuju ke rumah Atok Hasyim.
Tak berselang lama. Mereka tiba didepan rumah seorang pria yang menjadi harapan bagi kesembuhan untuk sang gadis.
"Semoga saja beliau ada dirumah," doa Darmadi dengan sangat penuh harap.
Sedangkan Kiky terdengar terbatuk, ia merasa jika tenggorokannya terasa sangat gatal.
"Eheeerrm, eheeerrm," seperti ada dahak yang ingin keluar, tetapi seolah tersangkut.
"Ayo, kita masuk." ajaknya pada gadis itu. "Assalammualaikum," Darmadi mengucapkan salam.
"Waalaikum salam," jawab seseorang dari arah dalam. Lalu terlihat seorang pria sepuh dengan wajah teduh, sedang berjalan menuju kearah mereka.
"Masuklah," ajaknya dengan ramah, lalu duduk diatas sebuah tikar.
Darmadi dan Kiky memasuki rumah, setelah mengucapkan salam.
Keduanya duduk diatas tikar dan berhadapan dengan Atok Hasyim. Tanpa diberitahu niat mereka, pria sepuh itu sudah faham lebih dulu, ditambah lagi dengan Kiky dan Darmadi yang membawa buah kelapa hijau muda.
"Tok, maaf mengganggu. Kami kemari untuk mengobatkan teman kami yang terkena racun santau, Tok." Darmadi mengungkapkan maksud kedatangannya.
Pria sepuh itu menatap Kiky dengan seksama. Terlihat tarikan nafasnya yang sangat berat, menandakan sebuah beban yang sulit diungkapkannya.
"Mengapa baru datang sekarang?" tanyanya dengan wajah yang sulit diartikan.
"Saya tidak tau tentang racun santau, Tok. Awal kena, saya mengira itu TBC," jawabnya dengan nada lemah.
"Apa yang kau makan?"
"Pulut putih, dengan intin kelapa gula aren," jawabnya dengan jujur.
Pria itu kembali merasakan tarikan nafasnya sangat berat.
"Bagaikan pulut, melekat, dan bahkan sudah mengendap," gumamnya lirih dalam hati.
Pria itu mengambil kelapa muda yang dibawa oleh keduanya.
Lalu memilih salah satunya. Ia mengupas kulit bagian bawah, dan membuka bagian atasnya.
Perlahan ia membuka tutupnya. Lalu menutup matanya. Jemari tangannya menggulir butiran tasbih. Melantunkan doa yang dipanjatkan kepada Sang Rabb, kiranya mendapatkan ke ridha'an untuk kesembuhan sang gadis.
Setelah cukup lama berdzikir. Ia membuka matanya. "Siapa namamu?" tanyanya dengan sangat lembut.
"Nur Fadhilah Rezeki binti Ahmad," sahutnya.
Pria itu kembali memejamkan kedua matanya. Lalu mulai berdzikir, dan memohon agar sang gadis bersih dari racun santau yang sudah mendarah daging pada tubuhnya.
Tak berselang lama, ia membuka matanya. "Minumlah. Jangan lupa baca shalawat, dan berdoalah untuk kesembuhanmu," pesannya.
Kiky meraih kelapa muda itu. Lalu membaca shalawat, dan meminumnya.
Ketika air tersebut membasahi tenggorokannya, ia merasakan perih yang sangat kuat, bahkan rasa panas yang berlebihan.
"Sakit, Tok." rintihnya pada pria itu.
"Habiskan air kelapanya, dan ini adalah proses penyembuhannya, memang seperti itu, sebab semua racun yang bersarang ditubuhmu, sudah terlalu lama mengendap disana," ungkap pria itu.
Darmadi tampak khawatir. Ia merasa bersalah atas apa yang terjadi. Andai saja mereka tidak mencari rumah kos disini, maka mereka tidak akan terkena racun mematikan itu.
"Berdoalah, semoga Allah Ridha akan kesembuhanmu," ujarnya dengan memberikan semangat pada sang gadis.
Setelah menghabiskan air kelapa tersebut, Kiky merasa sedikit lega, dan nafasnya terasa tidak sesak lagi.
"Terimakasih, Tok. Semoga saja saya diberikan kesehatan secepatnya," ucap gadis itu penuh harap.
Pria sepuh itu menganggukan kepalanya, mencoba membalas senyum yang semanis mungkin.
Keduanya berpamitan. Lalu Kiky memberikan sebuah uang penajam obat seikhlasnya.
Keduanya berpamitan. Pria itu mengantar hingga didepan pintu. Ia memandang gadis itu dengan pandangan yang sangat dalam. Hatinya bagi terenyuh, namun tak pantas untuk ia ungkapkan.
Keduanya kembali pulang ke rumah kos mereka yang baru. Saat berada diperjalanan, mereka berselisihan dengan seorang pria yang selalu berpakaian hitam kemanapun ia pergi.
Langkahnya tanpa alas kaki, dan pandangannya sangat dingin.
Kiky menatap pria itu dengan tatapan penuh dendam. Rasa sakit hati bersemayam jauh dilubuk hatinya.
Setelah berselisih dari pria itu. Kiky mengungkapkan rasa kesalnya tentang Atok Burhan kepada Darmadi.
"Ini semua karena dia. Aku tidak ikhlas. Andai umurku tak panjang, maka ia harus merasakan apa.yang saat ini ku rasakan."sumpahnya pada pria itu.
entah kenapa aku malah berharap bang darmadi jadian sama andana
semoga cepat ada jalan keluarnya . biar tenang. hidup tentram.. aman ,damai