NovelToon NovelToon
Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: Naniksay Nay

Kerajaan Galuh, sebuah nama yang terukir dalam sejarah tanah Sunda. Namun, pernahkah kita menyangka bahwa di balik catatan sejarah yang rapi, ada sebuah kisah cinta yang terputus? Sebuah takdir yang menyatukan seorang pangeran dengan gadis desa, sebuah janji yang terikat oleh waktu dan takdir.

Kisah tragis itu membayangi kehidupan masa kini Nayla, seorang wanita yang baru saja mengalami pengkhianatan pahit. Di tengah luka hati, ia menemukan sebuah kalung zamrud kuno peninggalan neneknya, yang membawanya masuk ke dalam mimpi aneh, menjadi Puspa, sang gadis desa yang dicintai oleh Pangeran Wirabuana Jantaka. Seiring kepingan ingatan masa lalu yang terungkap, Nayla mulai mencari jawaban.

Akankah di masa depan cinta itu menemukan jalannya kembali? Atau akankah kisah tragis yang terukir di tahun 669 Masehi itu terulang, memisahkan mereka sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naniksay Nay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 – Pangeran dan Gadis Desa

Malam demi malam, Nayla tak lagi merasa terganggu. Kegelisahan yang dulu membelenggu kini berubah menjadi rasa rindu. Ia menanti setiap jam bergeser menuju tengah malam, menuju jam-jam hening antara pukul 12 hingga 3 dini hari, saat alam seakan bersepakat untuk membawanya kembali ke masa lampau. Tidur bukan lagi kebutuhan, melainkan sebuah gerbang. Gerbang menuju dimensi lain di mana ia menjadi Puspa, dan dunianya terasa lebih nyata daripada kenyataan yang ia jalani kini.

Dalam mimpi itu, ia menemukan dirinya di tengah alam yang begitu hidup. Hutan terasa seperti rumah, dan pondok sederhana yang ia tinggali bersama ibunya terasa lebih hangat dari apartemen di kota. Namun, kehangatan yang paling ia nantikan berasal dari kehadiran Wira. Nayla, sebagai Puspa, tahu betul pola kunjungannya. Setiap musim berburu tiba, Wira akan kembali. Tidak lagi sebagai pemburu yang tersesat, melainkan sebagai sosok yang hatinya telah terikat.

Setiap pertemuan adalah lukisan baru. Kadang, mereka menghabiskan waktu di ladang, Wira memegang cangkul dengan canggung, lalu tertawa lepas saat tangan mulusnya kotor oleh lumpur. Nayla bisa merasakan kegembiraan Puspa saat melihat sisi lain dari pria itu—sisi yang bebas dari beban dan wibawa.

Wira terlihat seperti pemuda biasa, dan Nayla sadar, itulah yang membuatnya merasa nyaman. Ia juga menikmati interaksi dengan Ibu Puspa, seorang tabib tua yang bijaksana. Sikapnya yang penuh kasih sayang dan tatapan lembutnya terasa begitu mirip dengan almarhum nenek Nayla, membuatnya merasa betah dan damai di sana.

Suatu sore, Wira datang menjemputnya. "Ayo ikut aku," katanya, matanya berbinar penuh rahasia.

Nayla, sebagai Puspa, terkejut. "Ke mana?"

"Katanya membeli beberapa bibit tanaman?" jawab Wira. Ia menarik tangannya, mengajaknya menaiki kuda gagah yang sudah menunggunya. Mereka melaju membelah rimbunnya hutan, menuju sebuah pasar kecil di tepi sungai.

Puspa terpana. Ia tidak pernah melihat begitu banyak orang dari desa lain berkumpul di satu tempat. Suara riuh pedagang, aroma rempah dan buah-buahan, semua terasa begitu asing dan memukau. Wira mengajaknya berkeliling, membelikan pernak-pernik sederhana dan jajanan pasar. Untuk sejenak, semua terasa sempurna.

Namun, kebahagiaan itu buyar seketika. Seorang lelaki tua berlutut di hadapan Wira, wajahnya penuh keputusasaan.

"Ampun, Pangeran! Beri desa hamba keringanan upeti. Panen kali gagal, semua tak berbuah, kemarau panjang membuat kami kekurangan!"

Puspa terkejut. Pangeran? Siapa yang disebut Pangeran oleh lelaki tua ini? Puspa menatap Wira, dan Nayla merasakan kebingungan yang sama. Wira terlihat tak terkejut. Dengan tenang, ia membantu lelaki tua itu berdiri.

"Bangunlah Ki. Aku akan menyampaikan ini pada ayahanda. Tahun ini aku menjamin kalian bebas dari upeti hingga panen kembali berlimpah. Pulanglah, dan beri tahu yang lain," kata Wira, suaranya penuh wibawa.

Lelaki tua itu bersujud sekali lagi, kali ini penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Pangeran!"

Puspa mematung. Pangeran? Pangeran... Wirabuana? Jantungnya berdebar kencang, bukan karena cinta, melainkan karena rasa takut dan terkejut. Setelah lelaki tua itu pergi, dia tertegun. Wajahnya pucat pasi.

"Kau... kau seorang pangeran?" tanyanya, suaranya bergetar.

Wira menunduk, matanya menunjukkan rasa bersalah. "Ya."

Tiba-tiba, Puspa berlutut di hadapan Wira. "Ampun, Pangeran! Hamba mohon ampun karena kurang ajar menyentuh kaki Pangeran! Hamba tidak tahu..."

"Puspa, jangan begitu!" Wira mencoba membantunya berdiri, tetapi Puspa menolaknya.

"Maafkan hamba, Pangeran," sindir Puspa. Suaranya terasa dingin dan penuh kekecewaan. "Hamba tidak tahu Tuan adalah Pangeran yang mulia."

Wira merasa sakit hati. "Puspa, aku minta maaf karena menutupi jati diriku, karena... aku takut... seperti ini... kau menjauh atau marah."

Puspa tertawa sinis. "Kenapa Pangeran sebegitu khawatirnya gadis desa yang hina ini menjauh dan marah? Bukankah seharusnya Pangeran senang jika hamba menjauh? Hamba hanyalah anak seorang dukun, Pangeran.."

Wira meraih tangan Puspa, memaksanya berdiri. "Karena aku menaruh hati padamu sejak kita bertemu..."

Mendengar pengakuan itu, Puspa tertegun. Nayla juga, dalam mimpinya, merasakan jantungnya berdebar. Tapi Puspa tidak bisa menerima. "Sepertinya hamba tidak layak menerima hati Pangeran..."

"Panggil aku Wira seperti biasa," pintanya.

Wira tidak membiarkan Puspa menolak. Ia menarik Puspa, mengangkatnya ke atas kuda. "Aku akan tunjukkan seberapa besar cintaku padamu," bisiknya. Kuda itu dipacu menjauh, ke tepi hutan dekat aliran sungai.

Angin menerpa wajah Puspa, tetapi ia tidak takut. Ia memeluk Wira erat-erat, membiarkan hatinya berkecamuk. Di tepi sungai, Wira kembali menyatakan perasaannya, kali ini dengan kata-kata yang lebih tulus dan penuh janji.

Puspa akhirnya menyerah. Ia tidak bisa menyangkal perasaannya. "Wira... kau harus memberitahu ibuku."

Wira mengangguk, lalu membawa Puspa kembali ke pondok mereka. Di hadapan Ibu Puspa, Wira akhirnya mengakui siapa dirinya. Ia tidak lagi menggunakan bahasa kasual, melainkan bahasa yang penuh hormat dan keseriusan. "Ibu, saya Pangeran Wirabuana dari Kerajaan Galuh. Saya mohon maaf karena menyembunyikan jati diri saya."

Ibu Puspa tersenyum. Ia menatap putrinya, lalu beralih menatap Wira. "Ibu tahu Puspa juga menyukaimu, Pangeran. Ibu selalu melihatnya gelisah saat lama tidak berjumpa..."

“Ibu….” Puspa tampak malu, menundukkan kepalanya.

Ibu Puspa menatap Wira, matanya penuh harapan, tetapi juga ada keraguan yang mendalam. "Ibu merestui, Pangeran. Tapi… Puspa hanya anak dukun desa. Dunia di sana... berbeda. Ibu takut Puspa tak akan kuat." Ada nada ketakutan dalam suaranya, seolah ia membayangkan putrinya akan hancur di tengah intrik dan strata sosial yang kejam.

Wira berlutut di hadapan Ibu Puspa, sebuah tindakan yang sungguh mengejutkan dan penuh penghormatan. Ia menatap lurus ke mata Ibu Puspa, penuh ketulusan. "Dan dukun desa inilah yang menyelamatkan saya, Ibu...'

Wira kembali berlutut di hadapan Puspa, menggenggam tangan gadis itu erat-erat. Ia menatap Puspa dan Ibunya bergantian. "Saya tidak meminta izin untuk menikahi Puspa sekarang. Ayahanda saya masih memimpin kerajaan, dan sebagai putra mahkota, saya harus menaati adat dan kewajiban. Tapi yang tidak saya sembunyikan adalah cinta saya untuk Puspa."

Wira berdiri, lalu menatap Ibu Puspa. Matanya penuh tekad. "Saya meminta izin untuk membawanya ke Galuh. Saya akan menjamin keselamatannya, Ibu. Saya akan melindunginya. Biarkan dia melihat dunia saya, dan biarkan saya mengajarinya segala yang ia butuhkan. Puspa berhak memiliki tempat di samping saya."

Ibu Puspa terdiam. Ia memandang Wira yang begitu gigih, begitu meyakinkan. Ia melihat ketulusan di mata pria itu, dan ia tahu, Wira sungguh-sungguh ingin melindungi putrinya. Akhirnya, senyum tulus merekah di bibirnya.

"Bawalah dia, Pangeran. Ibu percaya padamu. Ibu serahkan putri Ibu kepadamu."

Wira tersenyum, lalu mencium tangan Ibu Puspa dengan penuh hormat. "Saya berjanji, Ibu. Saya akan menjaga Puspa dengan nyawa saya."

________________________________________

Nayla terbangun, air mata membasahi pipinya. Bukan air mata kesedihan, melainkan keharuan.

Ia meraih buku hariannya. Dengan tangan gemetar, ia menuliskan setiap detail mimpi itu, setiap percakapan, setiap emosi. Ia merasa, dengan menuliskan kisah mereka, ia bisa mengabadikan cinta mereka, cinta yang tidak terbatas waktu.

1
SENJA
sekarang masih rebutan tahta 😌 entahlah kok malah sedih aku apa emang kalau suksesi gitu ada aja rebutannya yah ga bisa legowo saling dukung 🤧
SENJA
padahal wajahmu miirip puspa katanya nay,,, kamu bukan turunan kencana lah 🤔
SENJA
iya aku juga galau .,. pantes ngga yah kencana dapet semua itu 🙄 tapi kan emang dia dan bapaknya licik banget 🤔😒
SENJA
bukan dijual dibarter apalagi di gadai. 🤣🤣🤣
SENJA
nah ini bener! wakaka harus gitu sebelum kasih kalung 🤣
Naniksay Nay: Rendi adalah kita kak🤣
total 1 replies
SENJA
orang yang dulu kau liciki sama bapakmu 😤
SENJA
agak sedih part ini 😥
SENJA
beneran tobat apa ibumu 🥴🤔 aku kok susah memaafkan ibumu waktu muda dulu 😂 ibumu gatel dan licik 😂
Naniksay Nay: 💪💪dulu emang agak pick me kak
total 1 replies
SENJA
iyalah.... ibumu otaknya cuma kelicikan doang mana bisa masak!!! hmmm jadi orang2 di lembayung ga mengakui galuh?!? ratakan!!! 😳😤
Naniksay Nay: 🤣bentar kak.... nanti kita gusur sendiri
total 1 replies
SENJA
tuh denger kata resi paling tua 😌 kalau kamu ga mau dengerin kata kakakmu 😌
Naniksay Nay: jng dimarahin kak.. hatinya jantaka masih imut🤭
total 1 replies
SENJA
datanglah jantaka, kamu bisa dateng sebagai resi atau rakyat jelata 😌
Naniksay Nay: 🤭🤭🤭 dateng sbg biduan kak
total 1 replies
SENJA
kalau aku sih ahhh kenanga harusnya dihukum mati juga jangan cuma hukum buang 😌
SENJA
hukum mati juga sekeluarganya itu, hukum juga orang sekadipatennya 😌😳
Naniksay Nay: nanti habis segenerasi kak
total 1 replies
SENJA
bilang aja situ minta di peluk dari belakang 😁
Naniksay Nay: 🤭emang dia bisanya kode2an kak
total 1 replies
SENJA
jangan gitu nay nanti tuman pada nugas di cafe makan kagak bayar 🤣
Naniksay Nay: cuma special kalo ada Wisnu kak🤭 lg caper
total 1 replies
SENJA
majapahitnya aja perlu di revisi juga benerkah seluas itu daerah majapahit? 🤣🤣🤣
SENJA
terserah nayla katanya 😂😂😂
SENJA
laaah yah memang sejarah kan gitu banyakan mitos, legenda dan bualan di banding berdasarkan penelitian, bukti konkrit dan sebagainya 😳😌
Naniksay Nay: Betul, banyak kisah sejarah yang berawal dari mitos dan legenda. Tapi dalam penelitian sejarah, justru itu titik awal untuk ditelusuri. Sejarawan pakai pendekatan kritis dan bukti arkeologis untuk memilah mana yang bisa diverifikasi dan mana yang bersifat simbolik🙏

nah disini sejauh yg Wisnu tau, jagatpati udah dihilangkan catatannya dr silsilah... kalau dia nyari skrg cm brdasarkan mimpi dikit, tetep jd cm dongeng..
total 1 replies
SENJA
wakaaka pasti bingunglah kamu ga masuk dalam mimpi 🤣
SENJA
naaah ga jelas kan ini cowok! usir nay! tuman nih orang ga tau malu! 🥴😤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!