NovelToon NovelToon
Lorenzo Irsyadul

Lorenzo Irsyadul

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri
Popularitas:325
Nilai: 5
Nama Author: A Giraldin

Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.

Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?

Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 26 end volume 2: Return to D.A.E.

Lorenzo berdiri tegak di tengah sisi kirinya. Hanya bisa tersenyum kecil dan langsung bertanya kepadanya. “Apa yang akan terjadi selanjutnya, Aiden?”

Aiden hanya bisa tersenyum kecil sambil berusaha berbicara dengan mulutnya yang keluar darah terus. “Hah, hah, hahh...” embusan napas kelelahan serta lemas tergambar dengan jelas di wajahnya.

“Aku akan pergi ke atas sana. Lorenzo, entah kenapa, kau mengingatkanku ke teman lamaku, Widlie Martin. Apakah kau kenal dia?” tanyanya kepadanya.

Tersenyum lebar saat mendengarnya dan duduk sila. “Apakah kau percaya reinkarnasi?” tanyanya kepadanya.

Apa yang ingin ia ketahui sudah dijawab lewat pertanyaan. “Begitu ya. Aku tak tahu lagi harus berkata apa, mungkin... saat ini kau bersama siapa? Nyonya Carina dan Scarlett, apakah kau bersama dengan mereka?”

Menundukkan kepalanya tanpa mengeluarkan emosi sedikitpun. Aiden hanya bisa tersenyum kecil. “Begitu ya. Para kanibal memang mengerikan. Mantan anggota senjata pemerintahan sepertiku dan seperti si lukisan, nasib ada di dunia lain. Black figure sudah mengatur ini semua.”

Informasi yang diberikannya membuatnya semakin penasaran. “Black figure! Sebenarnya dia itu siapa?”

Pertanyaannya langsung dijawab dengan cepat. “Pemimpin tertinggi dunia, sang pencipta pemerintahan & senjata pemerintah, serta pencipta dunia lain.”

Jawabannya membuatnya ketakutan serta terkejut sekali. “Mengerikan sekali.”

“Ya, mengerikan. Hanya itu saja yang kutahu. Tak ada siapapun yang tahu keberadaannya, wujudnya, jahat atau baik, tak ada yang mengetahuinya.” Matanya tertutup perlahan.

Tersenyum kecil. “Sisanya, cari tahu sendiri, Lorenzo.” Matanya tertutup lebar,badan menjadi dingin, suara detak jantung menghilang atau bisa kita bilang... meninggal dunia.

Mati dengan senyuman, itulah Aiden Wendranir. Lorenzo meneteskan air mata dari kedua matanya sedikit. Menghapusnya lagi dan langsung tersenyum kecil serta langsung berdiri tegak menghadap depan kepalanya.

Berjalan menuju ke pintu keluar. Sebelum masuk ke dalam, ia membalikkan badannya dan hormat dengan tangan kanannya kepadanya. “Semoga tenang di alam sana, Aiden.”

Setelah mengucapkan kata-kata terakhir, ia membalikkan badannya, berjalan masuk ke dalam pintu merah yang terbuka lebar dan seketika... hilang begitu saja setelah Lorenzo masuk ke dalam situ.

“Huaaaaaa!!” tangisnya kencang sampai terdengar di seluruh ruangan kastil.

Para pelayan, Elizabeth, dan Violet bisik-bisik kecil secara bersamaan. “Bisa gitu ya.”

“Lorenzo mau pulaaanggg... aaa__” teringat sesuatu yang penting. “Bukan saatnya menangis, aku harus mengambilnya ke sini.” Ia berdiri dan__ “Aaa__adududuh.” Karena encoknya sangat sakit, ia memilih duduk kembali.

Elizabeth dan Violet yang berdiri di tengah-tengah Bethany langsung menundukkan kepala serta tersenyum kecil. Elizabeth membuka obrolan. “Tak usah memaksakan diri bu. Lagipula, pada akhirnya akan semakin banyak pria tampan dan baik ke sini.”

“Mana mungkin itu ad__AAA!” teriak cukup kencang saking kagetnya dan tiba-tiba ter teleportasi ke depan gerbang masuk tempat ini. Tatapannya menjadi putih bersih serta langsung bisik-bisik kecil. “Nasibku buruk sekali. Lorenzo sudah kembali ke tempatnya dan aku belum bermain dengan satupun pria.”

Tangisan keluar dari kedua matanya dan tiba-tiba seorang pria tampan mendatanginya. “Permisi, nona cantik? Apakah ini adalah tempat para pelacur berada?”

Pertanyaan dengan pujian darinya membuatnya senang dan langsung menatapnya. Wajah putih bersih, mata coklat, rambut coklat, serta cardigan coklat yang ia pakai membuatnya lebih tampan. Bethany refleks langsung menjawab pertanyaannya. “Y-ya, anda benar sekali.”

Tersenyum kecil serta menutup matanya rapat juga kepalanya dimiringkan ke kiri. “Begitu ya. Lalu, apakah nona salah satu pelacur? Nona terlihat sangat cantik, bisa buka tudungmu sebentar, kumohon!” mohonnya kepadanya.

Ia melanjutkan bicara sendiri di dalam hatinya. “Mana mungkin juga ya. Tapi, semoga wanita cantik yang keluar. Kumohon, dewa.”

Perkataannya membuat wajahnya memerah hebat dan refleks langsung membuka tudungnya. “Su-sudah. Ma-mau ke tempat yang ku rekomendasikan!” tawarnya kepadanya.

Tersenyum kecil karena suaranya cukup imut. “Wanita cantik kah! Sepertinya tidak. Tapi, coba ku lihat saja.” mengangkat kepalanya perlahan ke atas dan wajahnya memerah sedikit demi sedikit sampai memerah hebat.

Matanya berbentuk hati dan langsung menerima tawaranya dengan terbata-bata. “Y-ya, ba-bawa aku ke-kesana, nona...”

Ia langsung memperkenalkan dirinya. “Bethany. Tuan...”

“Aaron, nona Be-bethany,” jawabnya dengan terbata-bata.

Bethany tersenyum lebar dan langsung memegang tangan kanannya. “Ayo!”

Ajakannya ia terima begitu saja dan membiarkannya untuk menarik dirinya menuju ke tempat rekomendasinya. “Ba-baikk.”

Bethany langsung melupakan semua rasa sakit dan Lorenzo saja langsung ia lupakan. Sepertinya, hari ini akan menjadi malam yang hebat bagi Bethany dan Aaron.

Beralih dari situ, terlihat Lorenzo berada di depan toilet umum tanpa toilet dan hanya ada rantai penyedot air atau bisa dibilang lift menuju markas D.A.E.

Begitu sampai di situ, ia langsung tersenyum lebar dan berjalan menuju ke dalam bangunan ini. Seketika liftpun ke bawah dan sesampainya di bawah, pintu yang ada di depannya terbuka begitu saja. Ada bercak darah yang menetes dari sisi punggung kirinya ke bawah lantai lift.

Tangan kirinya terus memegang punggungnya itu. Menundukkan kepala dan langsung menatap lurus bagian depannya. Jason, Xerphone, Barto, dan Zero terkejut serta ketakutan saat melihat darah keluar dari sisi punggung kirinya. Liliana yang tanpa ekspresi beranjak dari tempat duduknya.

Sisanya duduk terus di kursi meja makan. Liliana berjalan cukup cepat ke arahnya dan terlihat tanpa ekspresinya itu seperti marah. Lorenzo refleks langsung menutup matanya. Liliana juga refleks langsung memeluk erat dirinya.

Lorenzo membuka matanya karena merasakan sesuatu yang empuk menyentuh perutnya. Saat dibuka, wajahnya langsung memerah hebat serta asap keluar dari atas kepalanya. “Li-liliana... le-lepaskan aku! Lalu, tolong lakukan sesuatu terhadap lukaku terlebih dahulu.”

Permohonannya membuatnya menundukkan kepalanya, melepaskan pelukannya, dan langsung membalikkan badannya ke arah mereka berempat. Tatapan dingin dan menakutkan mengarah ke mereka. “Bawa Lorenzo ke ranjangnya, cepat!” perintahnya kepada mereka berempat.

Mereka semua langsung berdiri tegak. “Ba-baikk!” teriak kecil serta dengan cepat langsung menggendong Lorenzo. Posisinya dibaringkan. Zero mengangkat kaki kanannya, Barto mengangkat kaki kirinya, Xerphone mengangkat tangan kanannya, dan Jason mengangkat tangan kirinya.

Lorenzo hanya bisa tersenyum sambil tertawa kecil. Selesai tertawa, ia langsung mengatakan sesuatu kepada mereka semua. “Terimakasih sudah mengkhawatirkan ku. Lalu, pekerjaanku sudah selesai__” membalikkan kepalanya ke arah kanan tempat Liliana berdiri. “Liliana.”

Tatapannya yang serius membuatnya mengembuskan napas pelan dan langsung membalas perkataannya. “Begitu ya. Ceritakan itu nanti saja dan__ CEPAT BAWA IA KE KASURNYA!!!” perintahnya dengan teriak sangat kencang kepada mereka semua.

“BA-BAIKK,” jawab mereka sambil teriak kencang serta berjalan cepat menuju kasur Lorenzo.

Liliana mengikuti di belakang. Saat sampai di kasurnya, Lorenzo dibaringkan dan Jason refleks langsung mengambil perban dari bawah kasur Lorenzo. Barto mengambil betadine, dan sisanya hanya berdiam diri saja.

Setelah dipakaikan ke dirinya, Lorenzo tersenyum lebar. “Terimakasih, Barto, Jason!”

Mereka berdua juga ikutan tersenyum lebar. “Ya, sama-sama, Lorenzo.”

Semuanya tersenyum lebar, kecuali Liliana terus tanpa ekspresi. Lorenzo langsung mengembuskan napas dan langsung menatap semuanya dengan wajah serius. “Kalau begitu, waktunya aku menceritakan semua yang ku alami.”

Semua menatapnya dengan wajah serius. “Silakan. Ceritakan semuanya, Lorenzo!” perintah mereka kepadanya.

Ia menganggukkan kepalanya. “Jadi...”

Menceritakan semuanya dari awal ia masuk, sampai terakhir melawan Aiden atau bisa dibilang diceritakan dari awal hingga akhir dengan sangat detail. Selesai menceritakannya, Liliana langsung bertanya kepadanya. “Mayat Aiden, kira-kira pergi ke mana? tetap di sana atau akan menghilang?”

Pertanyaannya membuatnya berpikir cukup lama. Setelah mendapatkan jawabannya, ia langsung menjawabnya. “Sepertinya tetap di sana. Konsep saat ada yang mati mau di dunia sana atau di dunia sini, sepertinya sama saja. mayat yang dibiarkan menurutku akan membusuk sendiri di sana. Lagipula, saat aku melihatnya sebelum pergi, mayatnya masih tetap di sana.”

“Begitu ya. Oh iya, mana uang dan peta yang kuberikan padamu?” tanyanya kepadanya.

Lorenzo langsung mengeluarkan semuanya dan refleks langsung diambil Zero dan Xerphone. Zero mengambil peta dan Xerphone mengambil uang yang disimpan di kantung coklat berisi 10.000$.

Lorenzo menatapnya kesal. “Kalian berdua pasti sudah tahu aku tak akan menggunakannya kan!”

Tertawa kecil dan langsung menjawabnya. “Ya, kau benar sekali, Lorenzo.”

Semua orang langsung tertawa kecuali Lorenzo dan Liliana. Liliana menatap kejam mereka berdua. Refleks membuat keduanya langsung mengasih kan nya kepadanya. Liliana langsung asal lempar saja sampai mendarat di kasurnya.

“Yahh... sekarang lupakan dulu itu. Sekarang, istirahat dulu, Lorenzo!” perintahnya kepadanya dan langsung melanjutkan ucapannya. “Besok, ada yang mau aku perlihatkan padamu, jadi... istirahatlah yang cukup hari ini.”

Ia pergi begitu saja. Mereka berempat juga langsung pergi begitu saja. Terlihat jam sudah menunjukkan waktu 21.00 yang membuatnya langsung tidur begitu saja tanpa memedulikan mereka berlima pergi ke mana.

Saat pagi hari tiba, ia bangun dengan sendirinya dan saat melihat kesana dan kemari, tak ada siapapun yang bisa ia lihat kecuali dirinya. “Mereka semua ada di luar sepertinya.”

Setelah mengatakannya, ia langsung beranjak dari kasurnya dan saat berdiri, rasa sakit hilang begitu saja. Hal itu membuatnya tersenyum lebar. “Oke, sakit ku sudah hilang. Waktunya keluar dari sini.”

Ia berjalan menuju ke luar tempat ini. Saat membelakangi pintu keluar kamar, ia langsung terkejut akan sesuatu yang ada di depannya. Wajahnya sangat terkejut, seperti ketakutan sekali. “Aaa__ a-apa yang te-terjadi di sini?” tanyanya sambil melihat sekelilingnya.

Apa yang ia lihat di depannya? Apakah itu sesuatu yang sangat mengerikan atau tidak?

...Tamat Volume 2...

1
Siti H
tadi matanya dicongkel, kenapa masih bisa terbuka, Thor?

Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani
Kaginobi: siap 😁
Siti H: aamiin..
tetap semangat...
total 5 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!