‘Dulu, ibuku pernah menjadi permaisuri satu-satunya, dan aku Putri mahkota dalam istana mahligai rumah tangga orang tuaku, tapi lihatlah kini! Kami tak ubahnya sampah yang dibuang pada sembarang tempat!’
Dahayu – wanita berpenampilan sedikit tomboy, harus menelan pil pahit kehidupan. Sang ayah menjual dirinya kepada sosok asing, yang mana ia akan dijadikan istri kedua.
Tanpa Dahayu ketahui, ternyata dirinya hendak dijerumuskan ke jurang penderitaan. Sampai dimana dirinya mengambil keputusan penting, demi sang ibu yang mengidap gangguan mental agar terlepas dari sosok suami sekaligus ayah tirani.
Siapakah sosok calon suaminya?
Mampukah Dahayu bertahan, atau malah dirinya kalah, berakhir kembali mengalah seperti yang sudah-sudah?
Pengorbanan seperti apa yang dilakukan oleh wanita berpendirian teguh, bersifat tegas itu …?
***
Instagram Author : Li_Cublik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 : Dasar Tolol
"Jangan lakukan itu, Buk! Engkau lebih berarti, berharga dari nominal yang berceceran di tanah!”
Nafiya melotot, bibirnya sedikit terbuka, dia tidak berkedip memandang ciptaan Tuhan nyaris sempurna. Rupawan, lebih tinggi dari Wisnu, kulit kuning kecoklatan dengan rona keemasan (sawo matang), dan paling membuat seorang Nafiya terpesona – rahang tegas, hidung mancung, tatapan mata menghipnotis.
~ Visual Amran Tabariq ~
‘Siapa dia? Tampan sekali. Mas Wisnu tak ada seujung kuku bila dibandingkan dengannya.’
Amran Tabariq menarik lembut bahu ibu mertuanya. Merangkul pundak, dan menatap dingin pria yang sebenarnya sang ayah mertua. “Saya tak kenal siapa Anda, dan menurut saya bukanlah sosok penting, sehingga perlu disapa. Namun, ini kali pertama dan terakhir saya melihat Anda, berikut kedua wanita sangat biasa itu menghardik Ibu saya.”
Dia mengode pada Randu, sang asisten langsung paham – membisikkan sesuatu ke penjual baju.
Bandi terdiam, dia tak terbiasa berhadapan dengan orang yang memiliki kharisma kuat, kata-kata mengintimidasi walaupun terlontar biasa saja.
Namun, tidak dengan Ijem. Dirinya terlihat terpesona, memandang berani. ‘Sepertinya lebih berduit ini daripada Wisnu. Sangat cocok dengan putriku.’
Tanpa mengalihkan perhatian dari pria tampan, Nafiya bergeser ke samping ibunya, meninggalkan Wisnu begitu saja.
“Maaf, Mas. Sepertinya Anda salah paham, kami sama sekali tidak ada menghardik, cuma mengingatkan kepada Dahayu – bila tak ada uang untuk membeli baju, janganlah memegang kain masih baru, buat malu saja.” Jari lentiknya membenahi poni.
“Punya hak apa Anda mengatur seseorang? Ada tidaknya uang, itu bukan urusan kalian! Kecuali bila Dahayu menumpang hidup, bergantung kepada kalian!” katanya tajam, tanpa berminat menatap gadis yang menatapnya seolah ingin menelanjangi dirinya.
"Maaf, sebetulnya siapa Anda – mengapa begitu perhatian dengan Dahayu?” Wisnu ikut berbicara, batinnya terusik oleh pria yang penampilannya tidak pasaran.
Tanpa melepaskan rangkulan, Amran menoleh pada pemuda yang dicintai sang istri. “Saya _”
“Ayo kita pergi dari sini!” Dayu menarik kaos suaminya yang kemejanya telah dilepaskan. Mencegah Amran berbicara, yang dia sendiri belum bisa menebak jawabannya apa.
“Tak mau! Mau beli rok!” Bu Warni pun ikut menarik sisi lain kaos menantunya, ekspresinya sangat nelangsa.
Tiba-tiba pemilik lapak menurunkan bambu penyanggah terpal atap seraya berkata. “Awak sudah tutup, Buk. Hari ini cukup menonton siaran langsung orang begadoh (bertengkar), langsung saja daganganku ludes tanpa ada satupun yang laku, tapi pemasukan lebih besar dari berjualan selama seminggu.”
Wajah bu Warni memerah, sudut mata membasah. Cepat-cepat Amran menenangkan dengan sebuah janji.
“Nanti kita jahit rok khusus buat Ibuk, biar setiap hari bisa mengenakannya,” katanya lembut, tapi tatapan mata menghujam manik sang istri yang kebetulan memandangnya.
“Janji!” Jari kelingking diacungkan, meminta ditautkan.
Amran menanggapi simbol janji itu, membalas dengan anggukan yakin.
"Ada apa ini, Nelli?” tanya pak Jefri, dia datang bersama Bondan.
‘Ha ha ha betapa jeleknya dia dengan perut bak drum itu! Dayu, Dayu … sungguh tragis nasibmu – ayah kandungmu ku curi, pria idamanmu ku buat bertekuk lutut, sekarang menikah pun dengan sosok tua, beristri dua pula,’ netranya menatap sinis pada Dayu yang berdiri di sebelah kiri pria misterius.
Bandi dan Wisnu menunduk sungkan pada salah satu staff pemilik jabatan lebih tinggi dari mereka.
“Pak Bondan, ke pajak juga?” tanya Wisnu cuma sekedar basa-basi.
Bondan cuma mengangguk sekilas, dia menjaga wibawa dan menghindari terjadinya konflik yang kalau sedikit saja lengah, bisa jadi dirinya menjadi korban lagi.
“Ayo makan bakso!” bu Warni berbalik badan, dia seolah lupa kalau baru saja membuat keributan. Pun, sudah tidak berminat pada lembaran uang bertebaran di tanah.
Satu persatu mengikuti langkah bu Warni – sampai dimana Bondan menepuk pundak Nelli yang langsung ditepis.
Batin Nafiya kembali tertawa puas. Dapat dia bayangkan bagaimana pernikahan adik tirinya itu. ‘Dasar tolol! Suami menggoda sahabat sendiri pun tak tahu. Lengkap sudah nasib malang mu, Yu. Cepatlah hamil, biar aku bisa tertawa lebih kencang lagi saat menyaksikan dirimu ikutan gila seperti ibumu – dikarenakan harus melepaskan anakmu!’
"Siapa mereka, Bang? Apa bawahannya pak Bondan?” tanya Ijem, dia berjongkok hendak memungut uang kepunyaan bu Warni.
“Hei kembalikan! Seenaknya saja kau mau mencuri duit yang sudah disedekahkan kepada kami penjual baju disini!” bentak ibu-ibu yang rok dagangannya tadi di pijak bu Warni.
Betapa malunya Ijem, tapi dia mencoba berkelit demi menyelamatkan muka dari tatapan menghujat beberapa rekan pedagang. “Seenaknya saja kau menuduh, aku ini hendak membantu!”
“Bantu kepala kau itu! Kau kira aku tak lihat, sedari tadi matamu Ijo melihat uang seratus ribuan!” ketus si ibu.
“Ayo pergi! Jangan buat malu disini!” Bandi menarik kuat lengan istrinya, dia diserang rasa malu, dan juga bingung.
.
.
Dahayu mengaduk-aduk mie sop yang dia pesan, wajahnya murung, dan dirinya tidak selera makan, mood nya berantakan.
Amran salah mengartikan raut sendu sang istri, rahangnya sedari tadi sudah mengeras. "Apa kau menyesal terpaksa pergi dari sana, sehingga tak bisa lebih lama lagi memandang pria pujaan hatimu itu?"
"Apa maksud perkataan mu, Tuan?"
"Sudah ku ingatkan jangan panggil Tuan!" geramnya.
Sepasang suami istri itu duduk saling berhadapan pada meja terpisah dari bu Warni dan lainnya yang sedang menikmati mie sop, mie ayam, dan bakso di salah satu warung terkenal lezat, masih wilayah pasar.
"Mulai hari ini, tinggallah di villa bukit _"
"Tak mau! Jangan menambahi sesuatu yang tak ada dalam kontrak, Amran!" sela Dahayu menolak mentah-mentah titah itu.
"Ini demi perawatan Ibuk. Dokter Juwita akan pindah dari rumah dinasnya di kota kecil ini, ke villa bukit. Sebelum berangkat kerja, terlebih dahulu menyapa Ibuk, agar dia mulai terbiasa dengan kehadiran orang baru. Begitu juga saat pulang kerja."
Dahayu menatap curiga. "Semua ini bukan akal-akalan mu, 'kan?"
Amran memandang menantang. "Kau bisa menanyakan langsung kepada dokter Juwita. Kalau usul itu murni dari dia."
Selepas makan, Dahayu memilih untuk pulang. Hari pun sudah siang, dan dia serta keluarga Nelli, telah membeli beberapa potong baju dari uang pemberi Amran – sebelum kejadian menarik perhatian tadi.
Bu Warni kembali protes, dia mau naik bus saja bersama Mak Rita, dikarenakan sudah diimingi kue pancung dan es cendol.
Amran meminta Randu, Bondan – ikut naik bus. Biar dia yang menyetir sendirian, berduaan dalam satu mobil bersama istrinya.
***
"Mengapa tadi kau menghalangi saya saat hendak mengungkapkan pernikahan kita?" Sambil menyetir, dia bertanya tentang tindakan Dahayu kala didepan Wisnu.
Dahayu enggan menoleh ke samping. Tatapannya lurus pada jalanan besar tapi belum di aspal, diapit pepohonan karet. "Membiarkan dirimu menjawab kalau aku ini istrimu – sama saja seperti menepuk air comberan yang langsung menciprat ke wajah sendiri!"
Cit!
"Apa katamu? Coba ulangi!"
.
.
Bersambung.
terimakasih sudah membersamai
ditunggu karya selanjutnya
tapi disini kita diajarkan ketegaran, ketangguhan dan pengabdian tanpa syarat kepada ibunya
ini yg membuat novel ini berbeda dan unik
bahkan sang Amran dan orang tuanya yg terbiasa Semua nya dinilai dari materi
sampai tidak berkutik dengan si cantik ini
terima kasih atas cerita indah dan penuh inspiratif ini Thor
apapun yg terjadi,menjaga harga di6 tetaplah no 1
karena kalau bukan kita yg menjaga siapa lagi yg akan menghargai diri sendiri
beautiful story'
ingat lah kita semua, terkadang jikalau kita ada ditengah badai yg berkepanjangan,dengan kilat dan bunyi Guntur yg bersahutan
tetapi terkadang ada moment" menakjubkan diantara itu
begitulah juga kehidupan,
walaupun kita ada dititik terendah di kehidupan kita,akan ada sesuatu yg selalu menguatkan kita
terimakasih atas cerita indah nya thor
mantab lah
ampuni pikiran hambamu yg bayangin ke gabrutan ini🤣🤣🤣
apa itu istri yg ngelayanin suami
ini...yg ada kebalik🤣🤣
bukan nya takut istri
tapi menghargai,ya ga bang?🤣🤣
membujuk menantu nya Ampe segininya
yah..vu
bukan apa-apa
trauma tersakiti masih membekas
mulut gacor nya dari siapa🤣🤣
aku terharu banget pas baca part ini
Ampe berinding
ya..manusia ga ada yg sempurna bukan
karena kesempurnaan tetep punya yg maha kuasa
kita puntidak bisa selalu merasa paling benar sendiri walaupun terkadang memang di kondisi itu kita benar
coba ambil dari sudut pandang yg lain😭😭
ga ada tempat yg ter aman dan rumah yg dirindukan selain ibu
huaaaa 😭😭
aku kangen ibu ku
untungdi asuhdi pesantren
masih bisa diselamatkan moral nya