Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Laras
"Sini kau, dasar anak tak tahu diuntung, haruse kamu itu bersyukur, aku sudah beri kau makan, SINI!" bentak seorang perempuan.
Dengan takut - takut, seorang gadis kecil mendekat.
Begitu jarak sudah terjangkau. Dia langsung menarik tangan kecil itu ...
Buugghh!
Buugh!!
"Aarrgkk ... ampun, Neh. Ampun ... ampun ... aarrgkk!" teriaknya kesakitan.
Kakinya berdarah membentuk bilur - bilur, akibat pukulan dari sapu lidi penebah kasur.
"Ini cucian kamu cuci sampai bersih, awas ya kalau aku liat kamu keluar dan main lagi, tak kuberi makan kau!" bentaknya lagi.
Gadis kecil itu memunguti baju - baju yang berserakan di bawah. Tangannya yang kecil tak muat untuk membawa semua baju itu, baju berjatuhan sepanjang dia jalan ke belakang.
Tiba - tiba ...
Buugh!!
"Aarggkk !"
Sebuah sabetan penebah membuatnya kesakitan dan menjatuhkan semua baju dari tangannya.
"Liat itu, baju - baju berserakan, kotor tau, ayo ambil. AMBIL!" teriaknya.
Gadis kecil itu mengusap air mata dan ingusnya. Kakinya gemetar kesakitan.
Perlahan dia bangun, memunguti lagi baju - baju yang terjatuh di lantai. Membuatnya jadi sekali bawa. Meskipun sangat berat baginya.
Dalam bak besar dia merendam semuanya, dan mulai mencuci. Air sabun membuat luka - luka di kakinya semakin perih. Gadis itu berusaha menahan sakit hingga tak terasa celananya basah.
Semua ini di rasakan hampir setiap hari. Kaki belum sembuh, sudah mendapat luka baru. Meskipun dia sendiri tak tahu kesalahan apa yang sudah diperbuatnya.
Sejak ibunya meninggal, dan bapaknya pergi entah kemana, dia hidup bersama seorang yang di panggil Neh. Seorang perempuan setengah baya, dengan kacamata dan bibir sedikit tebal.
Hubungan saudara seperti apa, dia pun tak mengerti. Yang dia tahu, Neh ini mengajak pulang ke rumahnya setelah kembali dari pemakaman.
Gadis kecil menyelesaikan cuciannya sedikit lama, karena banyaknya baju - baju, dan sakit yang ditahan membuat kaki serta tangannya gemetar.
Sedang di dapur Neh menyelesaikan pekerjaannya. Dia membuat kue, dan sebentar lagi, gadis kecil ini yang akan menjajakannya.
"Laraaasss ... Laraaass ... apa cucianmu sudah selesai, ini kue - kue sudah siap!" teriaknya dari dalam.
"Iya ... sebentar lagi selesai, Neh."
"Dasar pemalas, nyuci gitu aja lama sekali!"terdengar bentakan dari dalam.
Laras tak menyahut, dia berusaha secepatnya menyelesaikan cuciannya.
Cucian sudah dijemur, dia berjalan masuk. Kue - kue sudah dalam keranjang, siap untuk dijajakan.
Berganti baju yang kering, dia langsung mengambil keranjang itu dan keluar.
"Kue ... kue ... kue cucur ... kue cucur ... ayo siapa yang kue!" teriaknya sepanjang jalan.
Terminal atau lampu merah adalah tujuan Laras, karena di sana akan ada banyak orang yang lewat. Berharap kue akan habis secepatnya dan dia bisa pulang, bisa makan.
Sebelum kue habis, dia tak diijinkan pulang, yang berarti dia pun tak akan dapat jatah makan hari itu.
Hari - hari dilalui Laras, dengan sabar. Sejak hari ibunya meninggal, dia tak pernah bersekolah lagi, tak pernah bermain bersama teman - teman sebayanya. Sekali pun main, maka sapu penebah kasur akan menyambutnya.
Bukan hanya mencuci atau menjual kue, tapi semua pekerjaan rumah tangga dia yang mengerjakannya.
Laras yang ceria sudah tak ada lagi. Tinggalah Laras yang pendiam. Tubuh kurusnya saksi betapa keras hidup yang dia jalani.
Laras kecil kini sudah menjadi seorang gadis muda. Keelokan wajahnya tak tersembunyi dibalik debu yang menutupi.
Neh semakin tua. Seringkali dia memandangi wajah Laras, memperhatikannya diam - diam. Dan akan segera membuang muka ketika Laras melihatnya.
Pada suatu sore, tiba - tiba saja Neh, mengajaknya ke pasar. Dia membelikan sepasang baju baru. Setelah sekian belas tahun, ini kali pertama dia membeli baju baru yang pas dengan tubuhnya dan sesuai dengan seleranya. Laras tersenyum.
"Apakah Neh sudah berubah mengasihiku setelah sekian lama?" harapnya dalam hati.
Sekali - sekali, Laras mencuri pandang, melihat dan menamatkan wajah Neh. Seperti apa pun dia, sedikit sekali Laras ingin menjadi yang dikasihi.
Sesampai di rumah, Neh meminta Laras untuk segera berganti baju, dengan baju yang baru dibelinya tadi.
Tanpa banyak tanya, Laras berganti baju. Dia tampak cantik.
Neh melihat dan mengangguk.
"Aku mau keluar sebentar, nanti akan ada tamu, kamu siapkan minum ya," kata Neh.
Dia mengambil tas tangan yang ada di meja dan berjalan keluar.
Kriieett ....
Pintu pun di tutup kembali. Laras masih tak mengerti, tapi dia merasa nyaman dengan pakain barunya.
Mumpung Neh tak ada, dia menggunakan kesempatan ini untuk istirahat di tempat tidur. Sesuatu yang mahal bagi Laras.
Hampir tertidur, ketika Laras mendengar pintu dibuka.
"Laraas ... Laraass," panggil Neh.
Laras yang terkejut, langsung melompat dari tempat tidur.
Dia berjalan keluar.
Ternyata Neh sudah datang dengan tamunya.
"Bawakan minum," kata Neh kemudian.
Laras ke belakang, membuatkan dua teh hangat, seperti dipesan Neh saat keluar tadi.
Neh dan tamunya mengamati Laras, yang membuatnya rikuh.
"Bagaimana?" tanya Neh tiba - tiba.
Orang itu mengangguk.
"Bolehlah," jawabnya pendek.
"Laras, duduk sini," kata Neh.
Laras duduk dengan takut - takut.
"Mulai saat ini, dia suamimu, layani dia dengan baik,"
Mata Laras membelalak seketika.
"Tapi Neh, Laras belum mau menikah," jawab Laras.
Tak menghiraukan perkataan Laras, Neh melanjutkan kata - katanya.
"Cukup aku saksinya, ndak usah yang lain. Ndak ada dana untuk itu. Yang penting dia sudah membayar maharnya padaku, cukup seperti itu, layani suamimu dengan baik," kata Neh.
"Tapi Neh ... Laras belum mau menikah, Laras belum siap, Neh," kata Laras lagi, memohon pengertian dari Neh.
Tapi Neh tak memperdulikan kata - kata Laras, dia berjalan hendak keluar.
Laras bangkit dari duduknya dan mengejar Neh. Tapi pintu sudah ditutup dan Neh mengunci pintu dari luar.
BRAK ... BRAAAK ... BRAAAK ....
"Neh ... buka pintu Neh ... buka pintu!" teriak Laras.
Tapi pintu tetap terkunci, dan langkah Neh terdengar menjauh.
Laras bingung harus bagaimana.
Laki - laki setengah tua itu tetap duduk sambil memperhatikan Laras. Jakunnya naik turun. Badannya yang gempal membuat Laras bergidik ngeri.
"Duduk sini, Neng. Kita sudah jadi pasangan, jangan takut. Kita bisa kenal dikit demi sedikit," ucapnya.
Laras tetap diam, tak bergerak. Bersandar pada pintu yang terkunci.
Laki - laki itu berdiri, mendekat pada Laras. Laras beringsut mundur.
"Jangan berani dekat - dekat, atau aku akan berteriak!" ancam Laras ketakutan.
Wakwakwak ...
Orang itu terkekeh.
"Iya sapa yang mau nolongi kamu, dengar sendiri tadi ibumu bilang apa, kau sudah diberikan jadi istriku, aku sudah bayar mahar banyak sama ibumu, jadi layani suamimu ini dengan baik."
"Mana ada nikah seperti itu, bagaimana pun harus ada penghulu!" teriak Laras semakin ketakutan.
"Yang penting itu, ibumu sudah setuju iya sudah. Mari sini, ayo lah ... abang pengen kenal dekat denganmu," bujuknya.
Tapi Laras tetap tak beranjak. Dia semakin mundur dan menjauh dari laki - laki itu.
Laki - laki itu semakin dekat. Laras mundur. Tapi tembok menghentikan langkahnya. Berada di sudut ruangan tak bisa bergerak.
Melihat Laras yang ketakutan, membuat laki - laki itu semakin bergairah. Bahkan dia berani melepas kaos yang dipakainya. Mempertontonkan badannya yang gempal, penuh dengan tato. Membuat Laras semakin ngeri.
He he he he ....
Tawanya terdengar menjijikkan bagi Laras.
Ruangan tamu kecil itu membuat Laras tak leluasa bergerak. Lampu yang tak terlalu terang membuat bayang laki - laki itu semakin menyeramkan.
Laras berusaha lari ke samping, menuju ruang belakang, tapi tangan laki - laki itu lebih gesit menangkapnya.
"Jaaangaan! Lepasskaaan ... lepaskaaan!" teriaknya ketakutan.
"Ayolah ... jangan mempersulit aku, kita nikmato malam pertama ini dengan mantap, ayolaaah," katanya, sambil berusaha menakhlukkan Laras yang berontak sekuat tenaga.
Apalah daya bagi Laras dengan tubuh kurus seperti itu, bagi laki - laki gempal yang ada dihadapannya.
Tak berapa lama, Laras pun sudah setengah telanjang.
Laki - laki itu tak membiarkan sedetik pun bagi Laras untuk melawan.
Dengan rakus, diciumi wajah itu, dinikmati aroma wangi tubuh Laras yang masih perawan.
Tangannya turun meremas bukit padat dan belum tersentuh pemburu lain.
Diciumnya, disesap, dimainkan pucuk - pucuk bukit itu dengan lidahnya.
Tangan Laras memukuli punggung laki - laki yang melengkung menikmati tubuhnya.