AKU PUN BERHAK BAHAGIA
Pagi itu Jaka sudah berdandan rapi dan duduk di kursi siap menyantap sarapan.
Sedang Yunis istrinya masih ada di depan cermin. Belum selesai berdandan.
"Mas, nanti aku pulang terlambat ya," kata Yunis pada Jaka suaminya.
Jaka memandang istrinya dengan tatapan tajam.
" Memangnya kamu mau kemana?" suaranya datar.
"Aku ada event sampai malam." jawab Yunis sambil terus berdandan.
"Tak bisakah yang lain, kenapa harus selalu kamu yang jaga?"
tanya Jaka, suaranya sedikit meninggi.
Yunis meletakkan pinsil alis dengan keras dan memandang suaminya dengan tatapan marah.
"Aku ini kerja mas, bukan sedang bermain, jadi iya harus profesional dong. Emangnya seperti kamu, yang cuma keliling kesana kemari tapi pulang ndak pernah bawa uang!" kata Yunis dengan nada sinis.
"coba mas pikir, selama ini siapa yang membiayai hidup kita..., kamu, dan ibu kamu bisanya cuma minta uang... Minta uang.. beras habislah.. Minyak habislah.. Belum lagi kalau ibu kamu butuh ke rumah sakit, mas pikir itu uang siapa?" teriak Yunis.
Omongan Yunis begitu menusuk perasaan Jaka.
"Kamu pikir apa aku juga ndak kerja gitu, apa kamu pikir aku kesana kemari itu cuma main. Aku kerja Yunis.. K E R J A...!"
jawab Jaka dengan suara yang tak kalah melengking. Apalagi penekanan kata KERJA yang diucapkan dengan penuh emosi.
Yunis meninggalkan alat make up nya di meja dan menghampiri suaminya.
"Kalau kamu kerja mana hasilnya, MANA, jangan untuk belikan aku make up, atau kebutuhanku lainnya, untuk urusan dapur saja mas tak mampu mencukupi. Mas, sama ibu kamu itu, cuma merepotkan aku. Kalian itu menumpang hidup. Ndak ada manfaatnya sama sekali. Ndak ada!" teriak Yunis sambil menuding wajah Jaka, matanya melotot memandang suaminya dengan tak berkedip .
Sedang Jaka tak mengira sama sekali kalau istrinya akan seberani ini.
Petengkaran semakin menjadi, ibu hanya menangis dalam kamar. Merasa tak mampu melakukan apa-apa karena semua yang dikatakan menantunya adalah hal yang benar.
Adanya peraturan dalam satu perusahaan tidak boleh ada pasangan suami istri, Yunis meminta Jaka untuk berhenti kerja dan mencari pekerjaan lain.
Sejak saat itu kondisi ekonomi semakin terasa menjadi beban.
Hanya bermodalkan ijazah SMA, Jaka sulit untuk mencari kerja di kota yang sebesar ini. Maka, menjadi sopir angkot pun, serasa sebuah keuntungan bagi Jaka.
Tapi dengan semakin berkembangannya alat transportasi, membuat persaingan dalam mencari penumpang menjadi satu masalah baru.
Tak jarang Jaka tekor, alih-alih mendapatkan hasil yang berlimpah.
"Yunis jaga bicaramu!" teriak Jaka sambil berdiri dengan tangan terangkat.
"Apa mas, mau pukul aku,
pukul.. Pukul.. Ayo pukul..!" jawab Yunis tanpa takut sedikit pun. Dia mencondongkan wajahnya ke depan dengan mata melotot, menantang suaminya.
Jaka terdiam menahan amarahnya. Jangan sampai dia melayangkan tangannya ke wajah Yunis.
"Seharusnya kamu itu berkaca mas, dengan wajah seperti itu, dengan pendapatan seperti itu, harusnya kamu bersyukur, aku mau jadi istri kamu, kalau bukan aku, apa kira - kira ada perempuan lain yang mau sama kamu, SIAL, lihat apa aku dulu, bisa - bisanya aku mau jadi istri kamu!" Yunis masih melanjutkan amarahnya bahkan sampai di luar batas.
Braaakk.. !
Jaka mengalihkan pukulan ke wajah Yunis dengan menggebrak meja makan yang ada di depannya. Meluapkan kemarahannya.
Yunis yang terkejut segera menjauh. Melangkah kembali ke depan cermin. Merapikan semua alat make upnya dan pergi begitu saja. Tanpa pamit.
Braaakk.. !
Terdengar suara pintu yang dibanting. Dan suasana menjadi sepi kembali.
Jaka berdiri, berjalan mendekati cermin dengan langkah gontai, dan memandang wajahnya di sana. Pantulan cermin memperlihatkan wajah yang berkulit gelap dengan hidung bak buah jambu nemplok. Mata tak terlalu besar dengan alis tipis yang sedikit terlihat datar daripada melengkung.
Jaka mengamati sekali lagi,
" Kenapa harus kamu yang aku lihat, kenapa bukan seseorang dengan kulit putih dan berhidung mancung seperti artis - artis di luar sana," keluhnya pendek.
Tak berapa lama Jaka melangkah dengan langkah berat berjalan menuju kamar ibu.
Ibu yang mendengar langkah Jaka mendekat segera menghapus air matanya.
Jaka membuka kelambu dan melangkah pelan, memasuki kamar sempit dengan sebuah dipan yang sudah tak berwarna lagi.
Jaka berjongkok di depan Ibu. Hatinya hancur mendengar perkataan istrinya, yang tentu saja juga melukai hati ibu yang sangat disayanginya.
"Maafkan kami Bu, kalau sudah mengganggu istirahat Ibu," kata Jaka pelan sambil menggenggam tangan ibunya.
"iya Nak, " hanya jawaban itu yang mampu diucapkan oleh ibu. Sambil mengusap lembut kepala anaknya.
"Bu, Jaka berangkat kerja dulu... Doakan hari ini ramai penumpang ya. Nanti Jaka belikan tahu campur kesukaan ibu," pamit Jaka.
Ibu mengangguk
"Iya nak, hati - hati di jalan."
Jaka perlahan berdiri dan berjalan keluar. Dibawanya bekal yang sudah disiapkan istrinya tadi sebelum bertengkar.
Menyusuri jalan yang sudah mulai ramai, dan panas matahari yang menyengat, Jaka berjalan kaki menuju tempat kerjanya.
Ke rumah Pak Kholim, juragan angkot. Yang tidak terlalu jauh dari rumah petak sewaannya.
###########
Sesampai di perusahaan tempatnya bekerja, Yunis segera masuk ke ruang bagian produksi. Tempat dia menghabiskan waktu sepanjang hari.
Adonan - adonan yang sudah dibuat siap untuk di bentuk dan diberi aneka toping. Bau wangi ragi memenuhi ruangan, dan beberapa saat kemudian akan berganti dengan bau roti yang bisa membuat perut lapar seketika.
Rekan kerja Yunis, yang tidak terlalu banyak, juga sudah siap di tempat masing - masing. Dan mulailah mereka bekerja. Dalam diam, dalam balutan seragam dengan masker dan sarung tangan.
Hhhhhrrrtt... Hhhhrrtt...
Hari telah siang menjelang sore, ketika ponsel Yunis bergetar, dia menghentikan kegiatannya dan berlalu keluar ruangan, menuju kamar mandi untuk membuka ponselnya.
" Ke ruangan saya sekarang," pesan yang tertulis di layar ponselnya.
Yunis bergegas keluar dari kamar mandi, melangkah menuju tempat yang dimaksud.
Berjalan melewati koridor, berbelok ke kiri, masuk ke sebuah ruangan yang tak terlalu besar, tapi cukup adem karena AC yang berfungsi dengan baik.
Yunis bisa mencium aroma wangi parfum dan melihat ruangan yang bersih dan tertata rapi. Tak ada tepung atau biji - biji meses yang berserakan seperti di ruang dia bekerja.
" Iya, ada apa kamu panggil saya di jam kerja begini?" tanya Yunis, tanpa menyertakan panggilan Pak, atau Tuan, atau Bos.
Seseorang dengan balutan setelan mahal yang berdiri menghadap jendela membalikkan badan dan menatap Yunis lekat - lekat.
Wajah itu ayu, kulit sawo matang dengan hidung mancung. Badannya mungil dan sekal, membuatnya ingin memeluk dan merangkumnya lama - lama.
"Emang kenapa, apa aku tak boleh untuk panggil kamu, suka - suka dong, ini kan usaha punya aku, dan kamu juga punya aku," katanya sambil berjalan mendekati Yunis.
Yunis hanya tersenyum memandang laki - laki setengah tua itu. Seorang yang berperawakan tinggi, dan berkulit bersih.
Sedetik kemudian Yunis sudah berada dalam pelukannya.
Bibir mereka mulai saling memagut. Tangan Yunis memeluk nya. Dan tangan Burhan, nama laki - laki itu, semakin berani untuk menjelajahi tubuh Yunis, membuat Yunis menggelinjang.
Tok tok tok...
Pintu di ketuk dari luar, membuat mereka berdua kaget dan menghentikan aktifitasnya. Burhan tampak kesal.
Setelah dilihatnya Yunis sudah merapikan baju, Burhan berdehem dan pintu terbuka.
" Selamat siang Pak, ada tamu dari perusahaan Kembar Jaya, ingin menawarkan produk mereka," kata karyawan itu.
"Baik, suruh mereka masuk, dan kamu Yunis, silakan kembali ke tempatmu, nanti tolong buat laporan tentang hasil produksi dan rencana produk apa saja yang akan disajikan dalam event." kata Burhan dengan tegas.
"Baik, siap Pak," jawab karyawan itu dan Yunis hampir berbarengan.
Yunis berjalan meninggalkan ruangan dan kembali ke tempat kerjanya. Menghabiskan sisa waktu dengan eoti - roti empuk penggugah selera, hingga jam kerja usai.
###########
Waktu berjalan dengan cepat, tak terasa hari sudah gelap.
Jaka melihat jam tangan butut yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.00 wib.
"Terminal.. Terminal.. Ayo.. Yang Kertanegara.. Kertanegara.." teriak keneknya sambil bergelayutan di pintu. Handuk kecil melingkar d leher, sesekali diangkat dan diusapkan ke dahinya yang berpeluh.
"Haiiisss.. Wes sepi bos.. Ayo sekalian jalan muleh yo," kata keneknya.
Jaka tak menyahut, tapi dia langsung membelokkan mobil, mengambil arah balik ke rumah Kholim.
Merasa sudah menyelesaikan pekerjaannya hari ini, Jaka melangkahkan kaki untuk pulang. Meninggalkan mobil angkotnya di tempat parkir bersama mobil-mobil angkot lainnya.
Badannya terasa remuk, tulang-tulang seakan mau rontok satu persatu. Apalagi sehari ini sepi muatan dan hasil pun tak seberapa , menambah pegal seluruh persendian.
Tapi Jaka tak lupa akan janji pada ibunya.
Dia berjalan menuju tempat penjual tahu campur langganannya. letaknya tak terlalu jauh. Tapi sebelum sampai di sana, tiba - tiba matanya terbelalak, napasnya menjadi sesak..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
nightdream19
Bagus Thor. kisahnya buat aku juga jadi kebayang sama kejadian tadi. lanjut Thor.. /Smile/
2025-05-17
0