NovelToon NovelToon
Serafina'S Obsession

Serafina'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Romansa Perdesaan / Mafia / Romansa / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:49
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."

🌊🌊🌊

Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.

Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.

Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.

Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.

Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.

Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.

Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Aquarium dan Pelukan yang Dipaksa

Setahun.

Sudah setahun sejak Serafina Romano secara resmi diakui kembali sebagai pewaris keluarga, dan satu hal yang tidak berubah. Obsesinya pada Rafael De Luca. 

Kuliah di universitas ternama di Roma memberinya alasan sempurna untuk keluar dari pengawasan ketat Leonardo. 

Setelah jam kuliah, dia selalu punya alasan—mengerjakan tugas kelompok, hangout dengan teman—untuk memaksa Elio mengantarnya ke Mareluna.

Warga desa tahu persis siapa dia sekarang. Tapi keluarga De Luca, khususnya Matteo dan Rosa, telah memohon pada tetangga mereka.

“Jangan beritahu media. Jangan beritahu siapapun tentang anak perempuan Romano yang terobsesi pada putra mereka.”

Dan Serafina, dengan liciknya, telah membungkam mereka semua dengan hadiah-hadiah mewah—peralatan rumah tangga mahal, souvenir impor, uang untuk perbaikan kapal. Mereka mungkin tidak menyukainya, tetapi mereka membutuhkannya.

Mila, bagaimanapun, tidak tahu apa-apa tentang permainan kotor ini. Bagi gadis kecil itu, Serafina adalah malaikat yang selalu datang membawa keajaiban—bedak wangi, sunscreen ajaib yang membuat kulitnya halus, gaun-gaun indah yang membuatnya merasa seperti putri. Dia adalah gambaran sempurna dari seorang putri yang dimanjakan, dan Serafina, dalam obsesinya, melihat Mila sebagai proyeksi dari masa kecilnya sendiri yang hilang.

Hari ini, Serafina sengaja berdandan tak seperti putri Romano. Boots kulit, jeans ketat, kaos biasa, dan kemeja kotak-kotak yang diikat di pinggang. Makeup-nya tak lagi lugu, tapi lebih tajam, lebih badas, mencerminkan kepribadian barunya yang terobsesi dan tak kenal takut.

Dia menemukan Rafael sedang mengangkut box-box ikan dari rumahnya. Sebuah truk pendingin sudah menunggu. 

Setahun ini banyak yang berubah. Giada sudah tinggal di rumah keluarga Rinaldi, mengandung anak pertamanya. Matteo masih setia di padang rumput dengan domba-dombanya.

Tapi perhatian Serafina tertuju pada akuarium di ruang tamu. Akuarium kecil yang dibeli Rafael untuk Mila karena gadis kecil itu terinspirasi kartun di TV. 

Serafina dan Mila duduk berdua, terpukau oleh ikan-ikan berwarna yang berenang di dalamnya, seolah mengabaikan Rafael yang sedang bekerja keras.

“Kulitmu ... sekarang sangat lembut,” gumam Serafina, menekan pipi Mila.

“Aku pakai krim yang kau berikan!” sahut Mila bangga.

Serafina merapikan gaun tanpa lengan Mila, lalu memeluknya erat. “Piccolina … bolehkah aku meminjam kakakmu sebentar?”

Mila mengangguk antusias dan berlari ke kamarnya di lantai dua.

Persis saat Rafael masuk setelah menerima pembayaran dari sopir truk. Dia berjalan menuju kamarnya untuk menyimpan uang, tapi Serafina sudah menghadang.

“Bawa aku jalan-jalan!” perintahnya.

“Aku harus mandi. Aku berkeringat,” bantah Rafael.

“Tidak. Temani saja aku.”

“Aku harus istirahat. Aku melaut nanti malam.”

Tapi Serafina sudah masuk ke modal obsesi. Dia menarik lengan Rafael dengan paksa. Rafael menghela nafas panjang, kekalahannya sudah pasti. Dia sudah terlalu sering menuruti kemauan gadis ini. 

Serafina datang terlalu sering, bahkan kadang menginap di rumah Livia dengan alasan ‘mengerjakan tugas kelompok’. 

Elio? Dia selalu menunggu dengan setia—dan cemburu—di rumah Livia yang kini sepi.

...🌊🌊🌊...

Mereka berjalan di sepanjang pelabuhan. Dengan tiba-tiba, Serafina melompat ke punggung Rafael, meminta digendong. Rafael, dengan pasrah, mengangkatnya dan terus berjalan. Dia adalah beban yang rela dia pikul, sebuah kutukan yang dia terima dengan lapang.

Serafina lalu bercerita tentang kehidupan kampusnya. “Dosen ekonomi ... sangat membosankan!” keluhnya. “Dan ada pria tingkat tiga ini ... selalu menatapku. Sungguh menyebalkan.”

Dia terus bercerita, tapi Rafael hanya mendengarkan, diam. Hatinya sakit. Setiap detik di dekat Serafina adalah siksaan—ingin memeluknya, ingin menjauhkannya, tapi tidak bisa melakukan keduanya.

Melihat Rafael yang membeku, Serafina mencoba menarik perhatiannya. “Ceritakan padaku tentang laut. Tentang melaut di malam hari.”

Tapi Rafael malah membalas, “Kau harus pulang. Elio akan marah.”

Serafina tidak bergeming. Matanya, yang sebelumnya berkilau dengan cerita kampus, kini menyempit. Dia melompat turun dari punggung Rafael, mendarat dengan boots-nya di aspal pelabuhan.

“Aku lapar. Kita akan makan di sana,” ujarnya, menunjuk ke sebuah kedai seafood sederhana di ujung jalan.

Aromanya menggoda, tapi bagi Rafael, itu seperti aroma perangkap.

Rafael menghela napas, kali ini lebih dalam, lebih lelah. “Serafina, kau tidak kasihan padaku? Aku harus pergi melaut. Sudah jam empat, aku butuh tidur.”

“Jam berapa kau berangkat?”

“Jam delapan.”

“Setengah jam. Cukup.”

Serafina mulai berjalan menuju kedai. Tapi Rafael tidak mengikutinya. Dia berbalik arah, menuju rumahnya. Langkahnya berat, tapi tegas.

Serafina berhenti. Tubuhnya menegang. Dalam tiga langkah cepat, dia mengejarnya, meraih lengan Rafael dan dengan kasar membenturkannya ke body mobil pick-up tua yang terparkir.

BRAK

“Kau akan mendengarku!” desisnya, napasnya memburu. Wajahnya begitu dekat, mata hazelnya membara. “Lakukan seperti yang kukatakan, atau aku akan memperlakukanmu seperti pelayan!”

Rafael menatapnya.

Di matanya, ada bayangan ketakutan yang dalam—bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk Matteo, Rosa, Mila, bahkan Giada yang sedang hamil. Dia membayangkan kemarahan Leonardo Romano jika tahu putrinya terobsesi pada seorang nelayan. Keluarganya bisa menghilang dalam semalam.

Dengan suara hampa, hampir berbisik, dia menjawab, “kalau begitu, kabulkanlah permohonan pelayan ini. Biarkan dia hidup dengan tidur sejenak agar bisa mengabdi.” Harga dirinya hancur, tapi nyawa keluarganya lebih berharga.

“Kau yang memilih untuk menjadi obsesiku,” balas Serafina, melepaskan cengkeramannya. Dia tidak melihat rasa sakit di mata Rafael, atau mungkin dia melihatnya dan itu justru memuaskannya.

Rafael diam. Dia berbalik dan dengan langkah robotis berjalan menuju kedai seafood, kali ini dengan Serafina di belakangnya yang tersenyum puas.

Di kedai, dia memesan semuanya—lobster kuah butter, cumi pedas, sotong bakar. Makanan datang menguap panas. 

Serafina duduk, menatapnya dengan ekspektasi. “Suapi aku,” perintahnya.

Rafael mengambil sendok.

“Tidak. Dengan tanganmu.”

Rafael menatapnya, lalu menuruti. Tangannya yang kasar dan berurat mengambil sepotong lobster, meniupnya, lalu menyuapkannya ke mulut Serafina yang menunggu. Dia mengunyah perlahan, mata tertutup, seolah menikmati setiap rasa dan setiap penyerahan diri Rafael.

“Gamberi,” ujarnya setelah menelan.

Rafael mengupas udang dan menyuapkannya.

“Calamaro.”

Rafael mengambil cumi pedas.

“Sughetto,” bisik Serafina, dan Rafael dengan patuh mengoleskan sotong bakar ke kuah lobster sebelum menyuapkannya.

Dia bahkan memesan sate kerang karena Serafina penasaran. Tapi dia tidak bisa menghabiskan semuanya.

Rafael, dengan wajah tanpa ekspresi, meminta teman nelayannya yang menjalankan kedai itu untuk membungkus sisa makanan. 

Tatapan temannya penuh dengan belas kasihan dan ketakutan. Semua orang di Mareluna tahu kekuasaan Romano. Satu kata dari Serafina, dan desa indah mereka bisa dihapus dari peta.

Rafael membayar, lalu membawa bungkusan sisa makanan. Mereka berjalan keluar. Langit mulai berwarna jingga.

“Buang itu. Kelihatannya seperti aku memberi sisa makanan untuk calon ibu mertuaku,” ujar Serafina dengan jijik.

“Ini masih enak. Aku yang akan memakannya,” jawab Rafael datar. “Bukan orangtuaku.”

Serafina mengaitkan lengannya pada Rafael, mendekatkan bibirnya ke telinganya. “Aku tidak suka ketika kau begitu penurut. Lawan aku.”

Rafael diam, mataku memandang lurus ke depan.

Serafina meraih wajahnya, memaksanya menatap matanya. Si pirang dengan bibir merah yang mematikan. Lalu, dengan gerakan cepat, Serafina menarik kerah kaosnya sendiri ke bawah, tidak sepenuhnya, tapi cukup untuk memperlihatkan tulisan tato yang tergores indah di atas bukit kirinya, persis di atas jantungnya.

R A F A E L

Huruf-huruf itu terpampang, aesthetic dan permanen, di kulitnya yang porselen.

Rafael mengeraskan rahangnya. Nafasnya tertahan. Itu adalah klaim yang paling liar, paling mengerikan, dan paling tulus.

“Indah, bukan?” bisik Serafina, lalu menutupnya kembali. “Ditato ... sakitnya bukan main.”

“E ... tuo padre?” tanya Rafael, suaranya serak.

*Dan Papa-mu

“Dia tidak tahu. Aku melakukannya diam-diam,” jawabnya. “Kau boleh memandangnya. Hanya kau.”

Rafael menatapnya, hening. Di matanya yang hijau keabu-abuan, ada badai—ketakutan, kemarahan, dan sesuatu yang mirip dengan rasa posesif yang dalam dan terpelintir. Dia telah menjadi miliknya, diukir di kulitnya, sebuah rahasia berbahaya yang sekarang mereka berdua simpan. Laut mungkin bisa dia taklukkan, tapi dia tidak akan pernah bisa melarikan diri dari badai bernama Serafina Romano.

Rafael mengantarnya dengan motor sampai mulut gang menuju rumah Livia. 

Serafina turun, memeluk Rafael sejenak, lalu mengecup pipinya yang tirus. “Jangan lupa makan,” bisiknya sebelum Rafael pergi.

Serafina lalu menaiki gang itu. Di dalam rumah Livia, suasana dingin menyambutnya. Elio terbaring di sofa, tangan terlipat di dada, matanya terpejam.

Apakah dia tidur? Atau hanya pura-pura?

“Elio. Bangun. Kita harus pulang,” seru Sera.

Tidak ada respon.

Dia mendekat, menepuk pipi Elio. “ELIO!”

Seketika, naluri bodyguard Elio bekerja. Tangannya seperti capit, mencekam pergelangan tangan Serafina dengan erat dan menariknya. Dalam sekejap, posisi mereka berubah—Serafina terjebak di bawah tubuh Elio di sofa, terlihat dengan posisi yang intim dan berbahaya.

Mereka bertatapan. Gadis berambut coklat dengan mata yang kini penuh ketakutan, dan pria berambut hitam legam dengan tatapan yang awalnya tajam lalu berubah menjadi teduh penuh penyesalan.

Elio tersadar. Dia segera melepaskannya dan bangun, wajahnya pucat. “Aku ... aku minta maaf, Signorina. Refleks.”

Serafina bangkit, mengusap pergelangan tangannya yang memerah. 

Elio ingin memeriksanya, tapi Serafina sudah berbalik.

“Aku ingin pulang. Sekarang.”

Rumah Livia kini telah resmi dibeli Elio, salah satu caranya untuk tetap memiliki akses ke Mareluna dan mengawasi Serafina. Di bawah, Elio membukakan pintu mobil untuk nona mudanya. Dia masuk, dan Elio melajukan mobil mewah itu menuju Roma, sebuah perjalanan dua jam yang sunyi.

Di jok belakang, Serafina tertidur, kelelahan oleh emosi dan perjalanan. Elio meliriknya melalui kaca spion, senyum kecut menghiasi bibirnya.

“Mereka akan menunangkanmu dengan seorang Morello,” gumamnya, suaranya hampir tak terdengar. “Tapi setidaknya ... kau tidak bersamanya.”

Bagi Elio, selama Serafina tidak bersama Rafael, bahkan perjodohan paksa dengan keluarga mafia saingan pun adalah kemenangan kecil. Dia akan tetap menjadi bayangannya, penjaga setianya, selama dia tidak menjadi milik pria lain yang dia benci. 

Perang untuk hati Serafina Romano semakin gelap, dan setiap pihak bermain dengan cara mereka masing-masing—Serafina dengan obsesinya, Rafael dengan pasrahnya, dan Elio dengan pengabdiannya yang mulai berubah menjadi posesif yang berbahaya.

...🌊🌊🌊...

Serafina mendekati Elio. “Dia? Calon suamiku?”

“Mungkin. Aku sering melihatnya di rumah Romano,” jawab Elio. “Tapi jika benar dia ... aku akan menolaknya.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!