Ketika hidayah datang menyentuh hati, namun masalalu yang kelam terus menghalangi kaki untuk melangkah kembali ke jalan suci.
Kisah Zee, seorang pelacur kota yang ingin Hijrah namun menemui banyak rintangan dan tantangan. Apakah hidayah Allah mampu membawanya kembali? Atau dia akan menyerah pada keadaan?
Baca kisah lengkapnya di sini😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shan_Neen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Review
“Zee, kamu beneran nggak papa?” tanya Laila.
Mereka sedang berdiskusi tentang bagaimana nanti mereka akan mulai menitipkan kue buatan mereka, ke kantin dan juga warung terdekat.
Azizah menawarkan diri untuk membawa beberapa kotak untuk dibawa ke tempatnya juga
“Gue juga mau ikut ngejualin kuenya kali. Siapa tau laris juga ditempat gue,” ujar Azizah.
“Kita sih makasih banget kalo kamu mau kayak gitu. Asal nggak ngeberatin kamu aja,” sahut Ika.
“Slay aja lah,” timpal Azizah.
Mereka telah selesai membuat sample kue, dan juga membuat catatan takaran sebagai patokan nanti.
“Aku mau keliling buat bagiin kuenya ke kamar lain,” ucap Ika.
“Gue bantu ya,” sahut Azizah.
Keduanya bangun dan mulai membawa sekeranjang kue yang akan dibagikan ke seluruh penghuni kosan.
Nampak ada yang sedang menonton televisi sambil tiduran di lantai, ada yang mengobrol di ruang tamu, atau ada yang hanya duduk diambang pintu kamar sambil kipasan.
Azizah dan Ika mendatangi semuanya dan memberikan kue yang dibuat secara cuma-cuma.
Terlihat pula ada yang baru datang dari luar, seperti baru saja pulang kuliah.
“Apaan nih, Ka?” tanyanya.
“Ini kue dari kita berempat, Ra. Cobain ya. Jangn lupa kasih testimoni. Kamu kan yang paling tajem kalo kasih review,” sahut Ika.
“Asal jangan baper lu nya,” ucap gadis bernama Raina itu.
Dia langsung memakan kue di depan Ika dan Azizah. Raina nampak mengerutkan kening, hingga membuat Ika tegang menunggu ucapa berikutnya.
“Ehm... enak. Ini kalian buat sendiri?” tanya Raina.
Dia lalu mengambil satu potong lagi, dan menyuapkan semua ke mulut hingga penuh.
“Iya, Ra. Gimana? Layak jual nggak?” tanya Ika.
Raina hanya mengangguk sembari berusaha menelan kue yang ada di mulut.
“Layak.” Raina terlihat mengambil satu potong lagi dari keranjang.
Namun tiba-tiba pandangannya terhenti pada sosok tanpa kerudung di samping Ika.
Raina melihat Azizah dari atas sampe bawah, lalu menoleh ke arah Dini dan Laila yang masih di dapur, kemudian kembali berhadapan dengan Ika.
“Ini temen kalian?” tanyanya.
Ika menoleh ka arah Azizah yang masih diam dengan raut wajah khasnya. Datar.
“Iya. Kenalin ini Azizah. Dia juga gabung buat bikin usaha bareng kita,” ucap Ika.
“Kok tumben kalian temenan sama yang nggak berjilbab? Modelan gini lagi. Nggak takut ketularan?” cecar Raina.
“Ra, kok kamu ngomong gitu ke temen aku?” keluh Ika.
“Ya kan kalian sendiri yang ngajarin kita, supaya kalo punya temen itu ati-ati. Jangan sampe salah pilih temen, nanti bisa salah jalan,” jawab Raina.
“Ya tapi...,” sahut Ika.
“Thanks buat review kuenya. Tapi Gue nggak butuh review lu buat gue,” sela Azizah cepat.
Raina hanya mengedikkan bahu, sambil membentuk garis lurus pada bibirnya, dengan kening yang berkerut tepat di tengah.
Dia memilih pergi ke kamarnya dan tak memperpanjang lagi.
Sementara Azizah mengajak Ika yang masih manyun untuk keluar dan membagi ke tetangga sekitar.
“Maafin Raina ya, Zee. Mulutnya emang tajem. Tapi dia sebenernya baik kok,” ucap Ika tiba-tiba saat mereka selesai membagi kue.
Keranjang yang dibawa sudah kosong, dan mendapat review yang cukup bagus dari warga sekitar yang mencicipi.
“Nyantai aja. Gue udah biasa kok digituin orang gara-gara penampilan gue,” sahut Azizan enteng.
“Kamu nyantai, akunya yang nggak enak,” ucap Ika.
“Udah ah. Ngapa jadi lu yang baper. Aneh. Yuk lah balik,” ajak Azizah.
Keduanya kembali ke kosan menemui Laila dan Dini, yang baru selesai mengemas kue-kue yang akan mereka bawa besok pagi.
Selain tiu juga melaporkan hasil review dari warga tentang kue yang mereka buat.
“Zee, kamu mau bawa berapa?” taya Dini.
Ada sekitar lima belas kotak yang sudah siap jual. Laila dan Dini akan membawa delalan untuk dititipkan ke empat kantin yang ada di kampus, dan sisanya akan dititipkan ke warung terdekat.
“Sisa tujuh. Gue bawa dua dulu deh. Nggak papa ya,” ujar Azizah.
“Oke.” Dini mengambil sebuah kresek besar dan memasukkan dua kotak ke dalamnya. “Nih buat kamu bawa,” lanjutnya.
Azizah menerimanya dan segera pamit pulang karena sudah cukup malam juga.
Bersambung ▶️▶️▶️
Jangan lupa like, comment dan rate novel aku ya 😄, kasih dukungan banyak-banyak ke sini 🙏
dan menerima masa lalu nya yang kelam....🤲🤲🤲🤦🏻♀️
semoga di pesantren biar tambah adem...
semangat ya
dah habis ajah nih... pdhl cuma tarik napas ajah dah habis....🤦🏻♀️...
tak kirra² masih ada bab lagi😌😌😌
dah habis ajah nih... pdhl cuma tarik napas ajah dah habis....🤦🏻♀️...
tak kirra² masih ada bab lagi😌😌😌
Semangat yaw/Kiss/
padahal 1 tarikan napas aja langsung habis...🤦🏻♀️...
ini gimana konsep nya...😌😌
teman/ sahabat yang tulus akan menerima apa ada nya....
walaupun cobaan silih berganti..
sebagai teman/sahabat memberi semangat dan mensuport Azizah..
pada saat down malah menjauh bukan memberi semangat untuk menjalani semua cobaan...😞
gak bisa kata²..🤭
biar kuat iman dan mental nya...
pelangi/ punbkebahagian nya masih jauh di gapai...
jadi nikmatin ujian dan cobaan nya yg di berikan othor😂😂😂....
orang lain pada mandang sebelah mata...
gak di sisi positif nya......
istiqomah lebih sulit dari pada jarkoni😂😂😂😂
(iso ngaKAR ora iso nglaKONI)
walau pun itu nyata nya fakta...
walau pun itu nyata nya fakta...
semoga istiqomah...
dan kuat iman nya🤲🤲🤲
dah nyaman malah ending nya kesandung lagi....🧐🧐🧐🧐...
ending nya masa lalu lagi🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️