"Lebih baik, kau mati saja!"
Ucapan Bram membuat Cassandra membeku. Dia tidak menyangka sang suami dapat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hatinya. Memang kesalahannya memaksakan kehendak dalam perjodohan mereka hingga keduanya terjebak dalam pernikahan ini. Akan tetapi, dia pikir dapat meraih cinta Bramastya.
Namun, semua hanya khayalan dari Cassandra Bram tidak pernah menginginkannya, dia hanya menyukai Raina.
Hingga, keinginan Bram menjadi kenyataan. Cassandra mengalami kecelakaan hingga dinyatakan meninggal dunia.
"Tidak! Kalian bohong! Dia tidak mungkin mati!"
Apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Bram mendapatkan kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Maafkan Aku
Kembali pada Cassie dan Bram...
"Sudah sampai sejauh mana hubungan kalian?" tanya Cassie pelan, namun sorot matanya menuntut jawaban.
Bram menatapnya, lama. Napasnya tertahan sejenak, sebelum ia berjalan perlahan ke arah meja makan, menyandarkan tangannya di tepi kayu.
Bram memandangi Cassie, dia berpikir baik dan buruk mengatakan hal yang sebenarnya tidak pernah dilakukan. Walaupun, dia pernah mengatakan hanya mencintai Raina dalam hidupnya. Akan tetapi, dia tidak melakukan perbuatan melanggar batas.
"Aku pernah... mengaguminya," katanya akhirnya. "Waktu itu aku berpikir dia adalah sosok yang sempurna. Mandiri, cantik, penuh percaya diri. Tapi hubungan kami nggak pernah jauh, Cass."
Cassie diam, menunggu kelanjutannya. Perempuan itu berusaha untuk bersabar mendengar pengakuan dari Bram. Walau hatinya merasakan sakit luar biasa mendengar penuturan pria itu.
"Aku memang pernah menghabiskan waktu dengannya, tapi aku tahu batasnya. Kami nggak pernah... sejauh itu. Aku nggak pernah tidur dengannya," lanjut Bram, menatap mata Cassie dalam-dalam.
"Bahkan, aku nggak pernah benar-benar mencintainya. Raina itu seperti... obsesi semata karena hubungan kami tidak direstui. Bukan cinta," lanjut Bram.
Cassie masih belum bicara. Ia menunduk, memainkan ujung baju tidurnya dengan jari. Bram tahu, ini saatnya berkata jujur sepenuhnya. Dia harus berani mengambil risiko. Seperti selama ini yang dilakukannya pada Cassie.
"Tadi Raina sebenarnya datang ke sini, bilang dia hamil," Bram menghela napas.
Wanita di depannya terperangah tidak menyangka bila Raina dapat bertindak sangat nekat. Walau belum begitu mengingat tentang Raina, Cassie merasa sakit setiap Bram membicarakannya.
"Lalu? Apa yang akan kami lakukan?" tanya Cassie pada akhirnya.
"Tidak ada yang harus aku lakukan, aku yakin itu bukan anakku. Kami bahkan tidak pernah tidur bersama. Aku tolak dia. Aku suruh dia pergi. Aku hanya ingin fokus sama kamu sekarang, Cass. Kamu adalah prioritasku saat ini," jawab Bram.
"Kenapa kamu baru bilang sekarang? Pasti perempuan itu tidak hanya mengatakannya saat ini. Aku yakin dia pasti sudah memberitahukan tentang keadaannya padamu sebelum kamu menghampiriku," kata Cassie.
"Aku takut... kamu pergi lagi," ucap Bram jujur. "Tapi aku tahu, cepat atau lambat kamu akan tahu juga. Dan aku nggak mau kamu tahu dari orang lain."
Cassie terdiam. Suasana di apartemen itu hening untuk beberapa saat. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar.
Bram mendekat perlahan. "Aku tahu aku punya banyak salah. Aku tahu kamu belum sepenuhnya ingat semua. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin kamu lihat sisi aku yang sekarang, bukan yang dulu."
Cassie mengangkat wajahnya. Mata mereka bertemu. Debaran itu terasa lagi, Cassie tidak bisa terus menolak pesona Bram. Hari Cassie bergetar bila disamping pria itu.
"Kalau kamu ingin marah padaku, aku ngerti," lanjut Bram pelan. "Tapi kalau kamu bersedia... beri aku satu kesempatan lagi. Maafkan aku, Cass. Berikan aku satu kesempatan buat mencintaimu dengan benar. Aku tidak pernah ingin mengakhiri hubungan kita. Aku hanya...."
Bram tidak bisa melanjutkan, dia mengingat semua yang pernah dilakukan pada Cassie. Penolakan, pengabaian, dan pengkhianatan. Tentu bila menjadi Cassie, kesempatan itu tidak akan pernah dia berikan.
Belum lagi kenyataan bila mereka berdua kehilangan calon anak. Pria itu kehabisan kata untuk meyakinkan Cassie.
Cassie masih diam. Namun, matanya berkaca. Ada sesuatu yang bergolak dalam dadanya—entah itu rasa sayang yang perlahan tumbuh kembali, atau kenangan samar yang mulai kembali satu per satu.
"Aku lelah menghindari kamu terus..." bisiknya, nyaris tak terdengar. "Lelah juga terus berusaha keras mengingkari perasaan sendiri."
Bram hanya berdiri terpaku, menanti. Ada secercah harapan yang muncul dalam hatinya. Perasaan yang membuat dirinya sangat cemas menanti ucapan Cassie berikutnya.
"Aku akan coba... aku akan coba percaya lagi," ujar Cassie. "Tapi kali ini, tanpa kebohongan. Kemudian, aku ingin menjadi prioritasmu. Tidak ada orang lain di antara kita."
Bram tersenyum tipis, wajahnya masih penuh harap. Dia mengangkat tangan Cassie, menciumnya pelan.
"Terima kasih," bisiknya.
Cassie hanya mengangguk. Tapi ketika Bram menarik tubuhnya dalam pelukan, ia tidak menolak. Ia membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kehangatan pria itu, membiarkan dirinya jatuh dalam perasaan yang perlahan kembali tumbuh.
Cassie membiarkan dirinya larut dalam pelukan Bram. Hangat. Menenangkan. Pelan-pelan, dinding yang ia bangun selama ini mulai runtuh.
Bram mengusap pipinya dengan lembut. “Aku nggak akan paksa kamu, Cass. Kalau kamu belum siap, aku bisa tunggu.”
Cassie menggeleng pelan, dia tahu hal yang diinginkan oleh Bram.
"Aku juga menginginkannya, Bram."
Mata mereka bertemu, saling bicara tanpa suara. Ada luka, ada rindu, ada harapan. Malam itu, keduanya larut dalam penyatuan yang menggetarkan.
Bram mencium keningnya, lalu turun ke ujung hidung dan akhirnya menyentuh bibir Cassie. Lembut. Pelan. Seperti takut menyakiti. Cassie membalas ciuman itu, sama pelannya, tapi lambat laun ciuman itu menjadi gairah yang tak tertahankan.
Tak ada kata-kata lagi. Hanya desahan napas yang terselip di antara keheningan, bisikan-bisikan lirih yang tak terdengar siapa pun selain mereka berdua.
"Aku mencintaimu, Cassie."
Tidak ada jawaban dari Cassie. Wanita itu hanya terus menerima wujud cinta dari Bram. Seolah tidak pernah trauma dengan hubungan mereka yang sangat kompleks. Tanpa tahu, ada hal besar yang menunggu mereka.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca...❣️
Dan juga keluarga Adrian kenapa tdk menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi Rania yg licik?? dan membiarkan Bram menyelesaikannya sendiri?? 🤔😇😇
Untuk mendapatkan hati & kepercayaannya lagi sangat sulitkan?? banyak hal yg harus kau perjuangan kan?
Apalagi kamu harus menghadapi Rania perempuan licik yg berhati ular, yang selama ini selalu kau banggakan dalam menyakiti hati cassie isteri sahmu,??
Semoga saja kau bisa mendapatkan bukti kelicikan Rania ??
dan juga kamu bisa menggapai hati Cassie 😢🤔😇😇
🙏👍❤🌹🤭
😭🙏🌹❤👍