Sekelompok anak muda beranggotakan Rey Anne dan Nabila merupakan pecinta sepak bola dan sudah tergabung ke kelompok suporter sejak lama sejak mereka bertiga masih satu sekolah SMK yang sama
Mereka bertiga sama-sama tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena terbentur biaya kala itu Akhirnya Anne melamar kerja ke sebuah outlet yang menjual sparepart atau aksesories handphone Sedangkan Rey dan Nabila mereka berdua melamar ke perusahaan jasa percetakan
Waktu terus berlanjut ketika team kesayangan mereka mengadakan pertandingan away dengan lawannya di Surabaya Mereka pun akhirnya berangkat juga ke Surabaya hanya demi mendukung team kesayangannya bertanding
Mereka berangkat dengan menumpang kereta kelas ekonomi karena tarifnya yang cukup terjangkau Cukuplah bagi mereka yang mempunyai dana pas-pasan
Ketika sudah sampai tujuan yaitu stadion Gelora Bung Tomo hal yang terduga terjadi temannya Mas Dwi yang merupakan anggota kelompok suporter hijau itu naksir Anne temannya Rey.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanyrosa93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yuda Kecelakaan
Ketika pada waktu sore harinya, pas bubar jam kantor, Yuda nebeng dengan kendaraan temannya untuk menuju ke kost'annya.
Diperjalanan, tiba-tiba kendaraan roda dua yang dikendarai teman Yuda itu oleng ke arah selokan hingga Yuda pun ikut terpental. Kendaraan roda dua ini ingin menghindari truk dari arah berlawanan tetapi malah oleng ke arah selokan.
Tubuh Yuda terbanting ke tanah dengan keras. Sementara motor yang dikendarai temannya jatuh ke dalam selokan dengan suara benturan yang cukup keras. Rasa sakit segera menjalar di sekujur tubuhnya, terutama di lengan kanan yang ia gunakan untuk menahan tubuhnya saat jatuh. Debu beterbangan di udara, bercampur dengan suara klakson kendaraan lain yang melintas di jalan raya.
Yuda meringis, mencoba menggerakkan tubuhnya. Temannya, Rian, juga terduduk tak jauh darinya, terlihat meringis kesakitan sambil memegang lututnya yang tergores cukup parah. “Astaga, lu nggak apa-apa, Yud?” tanya Rian dengan napas tersengal.
Yuda mencoba bangkit meski kepalanya terasa pening. “Kayaknya sih nggak ada yang patah. Tapi sakit banget, Ri,” ujarnya seraya memeriksa kondisi tubuhnya. Lengan kanannya terasa nyeri, mungkin terkilir, sementara beberapa bagian tubuhnya tergores akibat gesekan dengan aspal.
Beberapa orang yang melintas berhenti untuk menolong mereka. Seorang pria paruh baya yang mengenakan jaket ojek online segera menghampiri. “Aduh, Nak, kalian nggak apa-apa? Saya lihat tadi motor kalian oleng mendadak. Hati-hati kalau naik motor!”
Rian mengangguk sambil mengusap luka di lututnya yang mulai berdarah. “Tadi ada truk dari arah berlawanan yang tiba-tiba terlalu mepet, Pak. Saya panik dan banting setir ke kiri, tapi malah kehilangan keseimbangan.”
Seorang ibu-ibu yang kebetulan lewat ikut berbicara. “Aduh, nak, kalian harus ke rumah sakit. Kelihatannya lukanya lumayan.”
Seorang pemuda lain yang membawa sepeda motor berinisiatif mengambil motor Rian yang sudah setengah terbenam di dalam selokan. Dengan bantuan beberapa orang, motor itu berhasil diangkat meski terlihat banyak goresan dan lecet pada bodinya.
“Motornya rusak parah, nih,” kata pemuda itu. “Tapi yang penting kalian selamat dulu.”
Rian mengeluh sambil melihat kondisi motornya yang kini penuh lumpur. “Ya ampun, motor gue…”
Yuda menepuk bahunya pelan. “Yang penting kita masih hidup, Ri. Kalau tadi truknya nggak ngerem, bisa lebih parah lagi.”
Seseorang akhirnya menawarkan untuk mengantarkan mereka ke klinik terdekat. Yuda dan Rian tidak menolak. Mereka diantar ke sebuah klinik kecil yang berada tidak jauh dari lokasi kejadian. Perawat langsung menangani luka-luka mereka dengan membersihkan dan membalutnya dengan perban. Rian yang lututnya cukup parah harus diberikan antiseptik dan beberapa jahitan ringan.
Sambil menahan perih, Rian berusaha tersenyum. “Gue bakal ingat kejadian ini seumur hidup.”
Yuda hanya menghela napas. “Lain kali hati-hati kalau bawa motor, Ri. Jangan panik kalau ada kendaraan besar di depan.”
Setelah mendapatkan perawatan, mereka duduk di ruang tunggu klinik sambil menunggu efek obat mulai mereda. Rian menghela napas panjang. “Lu tahu, Yud? Ini pertama kalinya gue kecelakaan.”
Yuda terkekeh pelan meski bahunya masih terasa nyeri. “Gue juga. Rasanya nggak enak banget.”
Sambil menatap ke luar jendela klinik, Yuda mulai memikirkan banyak hal. Kecelakaan kecil ini membuatnya sadar betapa rapuhnya manusia. Dalam sekejap, segalanya bisa berubah. Sore itu, perjalanan pulang yang seharusnya biasa saja berubah menjadi pengalaman yang tidak akan ia lupakan seumur hidup.
Tak berapa lama, Anne yang sudah mendengar berita Yuda kecelakaan dan masuk klinik langsung bergegas menjenguknya meskipun baru pulang kerja.
Anne masih mengenakan seragam kerjanya ketika tiba di klinik. Keringat dingin masih membasahi pelipisnya setelah berlari dari halte menuju tempat Yuda dirawat. Napasnya tersengal, namun matanya penuh kecemasan saat bertanya kepada resepsionis, “Pasien bernama Yuda, kamar berapa?”
Petugas mengecek daftar pasien dan menjawab, “Kamar 203, lantai dua.”
Tanpa pikir panjang, Anne segera menuju kamar yang dimaksud. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi bayangan Yuda. Bagaimana kondisinya? Apakah lukanya parah?
Saat tiba di depan kamar, Anne ragu sejenak sebelum akhirnya mendorong pintu perlahan. Di dalam, Yuda terbaring di ranjang dengan tangan kanan diperban dan beberapa goresan di wajahnya. Matanya terpejam, napasnya teratur, tampaknya ia sedang tidur.
Anne melangkah mendekat, menatap wajah Yuda dengan perasaan bercampur aduk. Ia ingat bagaimana mereka sering bertengkar beberapa waktu terakhir, bagaimana ia merasa kesal pada Yuda karena sikapnya yang sembrono. Tapi kini, melihatnya dalam keadaan seperti ini, semua rasa kesal itu sirna, digantikan oleh kekhawatiran yang begitu dalam.
Tak ingin membangunkannya, Anne menarik kursi di samping ranjang dan duduk perlahan. Ia mengamati wajah Yuda yang tampak lelah. “Kenapa sih kamu yank, selalu bikin orang khawatir?” gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada diri sendiri.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan, hingga Yuda mengerjapkan mata perlahan. Ia tampak sedikit bingung sebelum akhirnya matanya menangkap sosok Anne yang duduk di sampingnya. “Anne?” suaranya serak.
Anne tersenyum tipis. “Kamu sadar,yank?”
Yuda mencoba bangun, tapi Anne segera menahannya. “Jangan banyak gerak. Kamu masih harus istirahat.”
Yuda terkekeh kecil meskipun wajahnya meringis kesakitan. “Aku nggak separah itu, kok.”
Anne melipat tangan di dada. “Tetap saja, kamu harus hati-hati. Bisa-bisanya habis kecelakaan masih sok kuat.”
Yuda tertawa kecil, meskipun langsung meringis. “Ya, ya. Aku bakal hati-hati.”
Anne menghela napas. “Apa yang sebenarnya terjadi?”
Yuda terdiam sejenak sebelum menjawab, “ Teman Aku nggak sengaja ngerem mendadak karena ada mobil truk dari arah berlawanan. Aku jatuh, tapi syukurlah nggak ada kendaraan lain di belakangku.”
Anne memandangnya tajam, lalu menggeleng. “Kamu memang selalu ceroboh.”
Yuda tersenyum tipis. “Tapi kamu tetap datang ke sini.”
Anne mendengus pelan, tapi pipinya sedikit bersemu. “Tentu saja. Aku masih peduli.”
Kita saling bertatapan sejenak, hingga akhirnya aku menghela napas panjang. “Ya sudahlah, yang penting kamu selamat.”
Yuda menatapnya dengan lembut. “Makasih, Anne.”
Aku hanya tersenyum, lalu meraih tangan Yuda yang diperban. Untuk saat ini, ia hanya ingin memastikan Yuda baik-baik saja.
Yuda lalu berucap “ Keluargaku belum ada yang tahu aku kecelakaan, kasih tahu atau jangan, ya?” dengan nada bingung.
“ Sebaiknya jangan deh, takutnya keluargamu disana khawatir.” ucap Anne menenangkan.
“ Tapi, kan ?” Tanya Yuda.
“ Kan ada aku disini, pokoknya kamu jangan khawatir ya, yank!” jawab Anne.
“ Iya deh.”
Yuda pun ditemani Anne di ruangan rawat inap klinik, hingga rasa sakitnya mulai mereda barulah Yuda dan temannya bisa diperbolehkan untuk pulang dan meninggalkan klinik.
Aku lalu mengambil ponsel dari dalam tas kecil yang dibawanya, lalu aku segera memesan taksi online untuk mengantar Yuda ke kost'annya.
Setelah mobil taksi online datang, kita pun segera meninggalkan klinik.
***