Namanya Tegar, pemuda dengan pembawaan ceria tapi hatinya penuh dengan dendam.
Di depan kedua matanya, Tegar kecil harus menyaksikan kedua orang tua meregang nyawa dan kakaknya digilir di rumahnya sendiri, oleh sekelompok orang.
Yang lebih menyakitkan, para penegak hukum justru tunduk pada orang-orang tersebut, membuat dendam itu semakin dalam dan melebar.
Beruntung, Tegar mendapat keajaiban. Sebuah sistem dengan misi layaknya pesugihan, Tegar menemukan jalan yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Benar
Di sebuah gang yang terletak di salah satu perkampungan pinggiran kota, terlihat dua pria bertubuh kekar sedang berbincang dengan seorang wanita pemilik warung sembako.
Pembicaraan itu hanya pembicaraan singkat karena dua pria yang mengenakan jaket dengan warna berbeda itu hanya menanyakan sebuah alamat yang sedari tadi mereka cari.
"Sepertinya, ini rumahnya, Bro," ucap salah satu dari mereka sambil menatap rumah dengan cat warna biru, seperti jaket yang dia kenakan.
"Ya sudah, kita coba ketuk rumahnya," ucap pria berjaket hitam segera melangkah maju dan mengetuk pintu rumah tersebut.
"Kayanya nggak ada orang," ujar pria berjaket biru sambil celingukan memperhatikan tempat sekitar. Sedangkan rekannya hanya mengiyakan sembil terus berusaha memberi sapaan agar didengar si pemilik rumah.
"Ya!" Akhirnya kedua pria itu mendengar sahutan dari dalam rumah. Mereka cukup lega. Keduanya bahkan saling menyeringai satu sama lain.
Namun begitu pintu dibuka, senyum mereka langsung memudar menjadi kaget kala menyaksikan wajah si pemilik rumah.
"Bukankah anak ini tadi yang ada di warung?" gumam pria berjaket biru dan kedua pria itu saling tatap sejenak dalam kebingungan.
"Maaf, kalian siapa ya?" tanya sosok si pemilik rumah.
"Kamu anak yang tadi ada di warung kan?" Daripada penasaran, pria berjaket hitam langsung melempar pertanyaan untuk memastikannya.
"Di warung?" Kening si pemilik rumah sontak berkerut. "Di warung mana? Apa kita pernah saling ketemu?" Sosok tersebut pun nampak kebingungan.
"Nggak usah pura-pura!" pria berjaket hitam tak percaya begitu saja. "Jelas-jelas kita baru saja ketemu kamu di warung deket jalan raya depan sekolahan. Bukankah kamu tadi masih makan? Kok sekarang sudah ada di sini?"
Kening si pemilk rumah semakin berkerut. "Warung dekat jalan raya? Maaf, Tuan-tuan, dari tadi sore saya itu ada di rumah. Ini aja saya baru bangun tidur beberapa menit yang lalu. Bagaimana saya bisa berada diluar."
Jawaban si penghuni rumah, membuat kedua pria itu saling tatap dan mereka semakin kebingungan.
"Sebenarnya anda berdua itu siapa? Dan ada tujuan apa anda bertamu di rumah saya?" Si penghuni rumah kembali bersuara dan nada bicaranya terdengar kesal.
Sontak kedua pria itu langsung gelagapan untuk mencari alasan.
"Kami hanya sedang mencari alamat seseorang dan tadi ada anak muda yang menunjukan alamat rumah ini, jadi kami datang ke sini," balas pria berjaket hitam dusta.
"Benar," pria berjaket biru mendukung kebohongan temannya. "Tapi sepertinya kami dikerjai anak muda tadi."
"Alamat seseorang? Alamat siapa?" Si pemilik rumah melempar pertanyaan dengan tatapan menyelidik.
"Dewi santika," balas pria berjaket hitam dengan cepat. "Apa di sini ada wanita bernama Dewi santika?"
Kening si pemilik rumah kembali berkerut. "Dewi Santika? Maaf, di sini tidak ada yang namanya Dewi Santika. Mungkin anda salah alamat."
"Nah kan, berarti benar, kita dikerjain. Sialan!" ucap pria yang sama masih berpura-pura. "Ya sudah, Bang, kalau gitu kami permisi dulu."
"Loh, cuma gitu saja?" si pemilik rumah pun semakin heran. Dia hendak melempar pertanyaan kembali tapi dua pria tersebut memilih segera pergi dari hadapannya.
Si pemilik rumah segera menutup pintu dan seketika dia langsung menunjukan seringai jahatnya.
Sepanjang kaki melangkah, dua pria berbadan kekar itu diliputi rasa heran dan penasaran.
"Bukankah tadi anak itu masih makan, waktu kita pergi ya?" ujar pria berjaket biru. "Kenapa tiba-tiba dia ada di sana? Apa mereka kembar?"
"Nah, itu dia, aku juga heran," sahut rekannya. "Kalau tidak kembar, apa dia lewat jalan lain?" Laki-laki itu lantas memperhatikan jalan yang sedang mereka lewati. "Apa anak itu pulang dari arah sana?" Pria itu menunjuk ke arah jalan sebelah kirinya.
"Kayanya nggak mungkin deh, Bro," sahut pria berjaket biru. "Warungnya aja di sebelah sana," tunjuknya ke arah kanan. "Kalau dia pulang, paling cepat ya lewat dari sana kan?"
"Iya, yah, kalau lewat sana, mungkin harus pakai motor."
Keduanya pun terus melangkah, hingga mereka sampai di lokasi tempat kendaraan yang mereka gunakan, terpakir di depan tembok rumah warga.
Namun, di saat bersamaan, mereka kembali dibuat terkejut kala tiba-tiba ada motor yang berhenti tepat di sisi kanan mobil.
Bukan hanya motor saja yang membuat mereka terkejut, tapi sosok yang mengendarai motor itu, yang membuat mata kedua pria langsung melebar.
"Lohh, kamu..." keduanya menunjukan reaksi yang sama.
"Gimana, Bang? Sudah ketemu rumahnya?" tanya pengendara motor basa-basi.
"Kamu masih di sini? Terus tadi, siapa yang ada di rumah itu?" Ujar pria berjaket hitam.
"Maksudnya, Bang?" Pengendara motor yang tak lain adalah Tegar, masih memasang wajah sandiwaranya.
"Bukankah kamu tadi berada di rumah itu?" tunjuk pria berjaket biru. "Kok sekarang ada di sini?"
"Berada di rumah itu? Ngapain aku berada di rumah itu?" tanya Tegar. "Aku aja baru keluar dari warung, Bang."
"Nggak, nggak, nggak! Nggak mungkin! Aku yakin banget kalau tadi itu kamu."
"Astaga, Bang. Kalau aku ada di dalam rumah itu, terus yang bawa motor ini siapa? Setan?"
Dua pria itu terdiam dan matanya saling tatap dengan segala keanehan yang mereka rasakan. Bahkan tanpa sepatah katapun, salah satu dari mereka, mengajak rekannya bergegas masuk ke dalam mobil.
Tegar sontak menertawakan mereka dalam hati dan dia segera menepikan motornya agar mobil yang dikendarai dua pria itu bisa melaju.
"Aneh, bener-benar aneh," sungut pria berjaket biru. "Kok bisa ada orang sama persis kaya gitu. Nggak mungkin kan kalau mereka bukan saudara?"
"Kayanya sih iya," jawab rekannya. "Tapi, bukankah Bos ngomong kalau Mutia itu memiliki seorang adik? Terus yang di rumah itu siapa?"
"Jangan-jangan, itu bukan rumah Mutia lagi."
"Mana mungkin. Bukankah tadi pemilik warung bilang itu rumahnya dan hanya ditinggali sendirian oleh adiknya."
"Terus tadi yang di rumah siapa? Jangan bilang kalau dia..."
"Pasti! Dia pasti hantunya Mutia."
"Hihhh...." keduanya serentak bergidig dengan pikiran yang bercabang kemana-mana.
Sedangkan Tegar, memasuki rumahnya dengan perasaan bahagia. Bahkan dia masih menyaksikan sosok Fiza yang masih menyamar menggunakan wajahnya.
"Astaga, Za, ternyata kamu hebat! Ternyata kamu bisa meniru laki-laki juga," puji Tegar dengan antusias.
"Yah, seperti yang anda lihat, Tuan," balas Fiza.
"Bagus lah. Suatu saat, cara yang sama pasti akan gunakan untuk menghancurkan Gunawan."
"Lalu, rencana malam ini bagaimana, Tuan?"
"Jadi dong," jawab Tegar semakin bersemangat. "Tapi aku mau nunggu Rio dulu, katanya dia sedang dalam perjalanan ke sini."
Fiza mengangguk beberapa kali.
#####
Sementara itu di suatu tempat, terlihat dua sosok manusia sedang berjalan mengendap-endap di tengah gelapnya malam. Entah apa yang mereka lakukan, yang pasti keduanya bergerak dengan sikap penuh waspada.
lanjut thor