Kalila Maizah, seorang gadis yang bercita-cita ingin menikah dengan seorang bule. Saat bermain Instagram, diberanda nya lewat unggahan seorang pengusaha bersama rekannya. Maizah yang pada dasarnya pecinta cowok ganteng langsung gercep mencari Instagram si bule ganteng yang ada di dalam unggahan itu.
Maizah tidak nyangka bahwa dia diikuti balik oleh bule itu! Bahkan dia minta untuk ditampar oleh temannya saking tidak percayanya.
Bagaimanakah kisah Maizah selanjutnya? Bagaimana dia bisa mendapatkan cita bule itu? Mampukah dia mewujudkan impian untuk menikah dengan bule?
Saksikan kisah nya dengan membaca cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Jk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 25
Pagi yang cerah di sebuah kosan kecil, Maizah bangun dengan semangat yang setengah hati. Hari ini dia ada kuliah pagi pada pukup sembilan, tetapi entah mengapa rasa antusiasnya hilang seolah tertiup angin pagi.
Dia melirik jam yang menunjukkan pukul 7:30. Masih ada waktu sebelum kuliah dimulai, tetapi Maizah merasa seolah waktu berlalu terlalu cepat.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Maizah menuju dapur kecil yang ada di dalam kamarnya. Menyiapkan sarapan sederhana menjadi rutinitas pagi yang tidak pernah ia lewatkan. Dua butir telur dan secangkir susu-sereal menjadi pilihan yang cukup mengenyangkan.
Maizah teringat di hari-hari sebelumnya, biasanya Arvid, suaminya, selalu ada di sampingnya saat sarapan. Mereka akan saling bercanda, berbagi cerita tentang tugas kuliah, dan merencanakan kegiatan akhir pekan. Namun hari ini, Maizah hanya ditemani suara detakan jarum jam yang monoton.
Dengan tak semangat, Maizah memakan sarapannya dalam diam. Setiap suapan terasa berat dan kurang berharga tanpa kehadiran Arvid. Dia teringat bagaimana Arvid selalu membantunya mencuci piring setelah makan, menjemur pakaian, bahkan melipat dan menyetrika.
Semua itu kini terasa seperti kenangan yang menyakitkan. Maizah merasa kesepian di kosan kecil yang biasanya dipenuhi dengan tawa dan kebahagiaan saat bersama sang suami.
Tiba-tiba, bunyi dering ponsel mengguncang lamunannya. Melihat nama panggilan 'My Hubby' muncul di layar, raut wajah Maizah langsung berubah ceria.
Dia menjawab panggilan dengan semangat, "Hubby...."
"Hi, Honey. Assalamualaikum," suara Arvid terdengar hangat dari seberang.
"Waalaikumussalam," jawab Maizah dengan antusias. Suara Arvid seolah menjadi penawar rasa sepinya.
"Belum berangkat kuliah?" tanya Arvid, wajahnya tampak jelas di layar ponsel, seolah dia berada di samping Maizah.
"Belum, sebentar lagi. Aku baru sarapan," kata Maizah sambil membalikkan kamera untuk menunjukkan sarapannya yang sederhana.
"Aku enggak semangat sarapan karena enggak ada kamu by," lanjut Maizah, kembali membalikkan kamera untuk menunjukkan wajah cemberutnya.
"Weekend nanti kita bertemu lagi, honey," ucap Arvid, mencoba menghibur.
"Oh, iya. Kamu belum tidur? Di sana sudah dini hari loh," Maizah menambahkan, sedikit khawatir dengan kesehatan suaminya.
"Hm, saya ingin menemani kamu sarapan, honey. Meskipun jauh, setidaknya bisa menemani kamu," jawab Arvid dengan nada lembut.
Mata Maizah berkaca-kaca mendengar kata-kata Arvid. Perlahan, air mata mulai mengalir dari pelupuk matanya. Hiks hiks. Isakan terdengar di telepon, membuat Arvid semakin tidak tega.
"Honey..." suara Arvid terdengar lembut, seolah menyentuh hati Maizah yang sedang bergetar.
Hiks hiks hiks. Suara isakan Maizah semakin terdengar jelas.
"Hey, lihat sini," Arvid mencoba menarik perhatian Maizah.
Maizah mengangkat wajahnya, menatap layar ponsel yang menampilkan wajah suaminya. "Saya janji akan pulang cepat setelah menyelesaikan pekerjaan di sini. Jangan menangis, honey, itu membuat hatiku sakit," ucap Arvid dengan nada penuh kasih.
Dengan pelan, Maizah mengusap jejak air mata di pipinya. Dia berusaha untuk tidak menangis lagi, hanya isakan yang terdengar pelan. "Aku hanya merindukanmu, Hubby," kata Maizah dengan suara gemetar.
"Saya tahu, dan saya juga sangat merindukanmu, honey. Doakan pekerjaanku si ini lancar agar bisa ke Indonesia dengan cepat," Arvid menjelaskan, berusaha memberikan semangat.
Maizah mengangguk, dia tahu suaminya benar. Mereka harus saling mendukung meskipun terpisah jarak yang jauh. "Aku sudah tidak nangis lagi,"
"Bagus, honey. Setelah kuliah, pergilah jalan-jalan sama sahabat mu. Mungkin pergi ke kafe atau ke mana yang yang kamu sukai," saran Arvid.
"Iya, nanti aku ajak mereka berdua. Tapi aku lebih suka jika kamu ada di sini," Maizah mengeluh, merindukan kehadiran Arvid di sampingnya.
"Sabar ya, honey. Setelah pekerjaan di sini selesai saya langsung ke sana. Siapkan semua cerita untukku saat kita bertemu, saya akan akan mendengarnya dengan baik."
Maizah tersenyum, setelah menikah dia memang sering sekali bercerita pada Arvid, apapun itu pasti ceritakan dan suaminya juga menjadi pendengar yang baik, kadang juga memberikan tanggapan yang membuat Maizah semakin nyaman bercerita.
Begitulah mereka menghabiskan waktu selama ini jika tidak keluar jalan-jalan. Keduanya akan duduk bersandar di kamar dengan Arvid yang memegang tangan Maizah, sesekali memberikan kecupan. Hal itu jugalah yang Maizah rindukan.
"Aku akan menunggu, Hubby," kata Maizah.
Setelah berbincang-bincang, Maizah merasa sedikit lebih baik. Dia kembali menatap sarapannya, berusaha untuk menghabiskannya. Panggilan mereka masih terhubung.
Setelah beberapa waktu, Maizah menatap jam dan menyadari bahwa dia harus segera berangkat kuliah. "Aku harus pergi sekarang. Kuliahku mulai sebentar lagi," ucap Maizah.
"Baiklah, honey. Jangan lupa berdoa sebelum berangkat, ya," Arvid mengingatkan.
"Iya, Hubby. Terima kasih sudah menghiburku pagi ini. Aku merasa lebih baik sekarang," ujar Maizah seraya tersenyum, dia sangat bersyukur memiliki suami yang perhatian nan penyayang seperti Arvid.
"Selamat belajar, honey. Aku mencintaimu," Arvid mengucapkan selamat tinggal dengan penuh kasih.
"Aku juga mencintaimu, Hubby. Sampai jumpa di akhir pekan!" Maizah mengakhiri panggilan dengan senyuman.
Setelah menutup telepon, Maizah merasa lebih bersemangat. Melihat tampilan di pantulan cermin lalu keluar kamar.
"Morning bestiee..."
Cita dan Putri sama-sama baru keluar kamar menyapa Maizah dengan ceria. "Morning,"
"Yuk, berangkat aku baru pesan tapi kita tunggu di bawah saja." Citra dan Putri mengangguk dengan senyum yang masih menghiasi wajah.
Ketiga gadis itu turun ke lantai satu menuju mobil yang mereka pesan. Tidak terlalu lama menunggu, mobil itu pun datang. Segara mereka masuk karena sebentar lagi kuliah mereka di mulai.
"Terima kasih pak," ucap mereka keluar dari mobil.
Berjalan sedikit terburu-buru karena tinggal beberapa menit lagi. Dosen juga kadang datang sebelum jam perkuliahan jadi mereka juga harus datang sebelum pukul sembilan.
Tok tok tok
"Assalamualaikum," salam ketiganya memasuki kelas.
"Huff... untung dosennya belum datang," kata Putri menghela nafas lega, lalu duduk di kursi di ikuti Maizah dan Citra.
Maizah mengeluarkan botol minum dari tasnya, berjalan cepat hingga ke kelas membuat tenggorokan terasa kering.
"Mau minum juga dong zah," ujar Putri yang ternyata juga kehausan
"Nih," menyerah botol minum itu setelah dia minum.
Di antara mereka bertiga hanya Maizah lah yang paling rajin membawa air. Keduanya sahabat Itu akan membeli air mineral saat mereka ke kantin di jam istirahat.
"Yang presentasi hari ini bagiin salindia nya dong, mau di baca-baca nih sebelum presentasi." Ujar salah satu perempuan yang ada di kelas.
"Aku yang presentasi, tunggu sebentar ya ges ya aku kirim nih," kata Citra yang kelompoknya presentasi hari ini.
"Langsung di grup kelas aja cit nanti dosennya pasti minta salindia nya." timpal Putri.
"Iya,"
Tbc.
...Jangan lupa like dan komen ...
^^^Mawar Jk ^^^