NovelToon NovelToon
MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Bapak rumah tangga / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir
Popularitas:683
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ongoing

Feng Niu dan Ji Chen menikah dalam pernikahan tanpa cinta. Di balik kemewahan dan senyum palsu, mereka menghadapi konflik, pengkhianatan, dan luka yang tak terucapkan. Kehadiran anak mereka, Xiao Fan, semakin memperumit hubungan yang penuh ketegangan.

Saat Feng Niu tergoda oleh pria lain dan Ji Chen diam-diam menanggung sakit hatinya, dunia mereka mulai runtuh oleh perselingkuhan, kebohongan, dan skandal yang mengancam reputasi keluarga. Namun waktu memberi kesempatan kedua: sebuah kesadaran, perubahan, dan perlahan muncul cinta yang hangat di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Ketakutan Xiao Fan tidak datang dalam bentuk jeritan. Ia datang dalam diam.

Pagi itu, Feng Niu turun ke ruang makan dengan langkah malas. Rambutnya masih sedikit basah, wajahnya polos tanpa riasan, ekspresinya datar seperti biasa. Ia mengambil gelas air, meneguk setengahnya, lalu duduk di kursi tanpa melirik siapa pun.

Ji Chen sedang menyuapi Xiao Fan bubur hangat. Sendok itu baru saja mendekati mulut bayi itu ketika tubuh kecil Xiao Fan tiba-tiba menegang. Tangannya mencengkeram kemeja Ji Chen. Kuat. Tidak wajar untuk anak seusianya.

Ji Chen berhenti. “Kenapa?” gumamnya pelan. Xiao Fan tidak menangis. Ia hanya memalingkan wajah. Menyembunyikannya di dada Ji Chen. Nafasnya memburu, pendek-pendek. Ji Chen mengikuti arah pandangan anaknya. Feng Niu.

Ia menyadarinya. “Dia kenapa?” Feng Niu bertanya tanpa menoleh, suaranya datar, hampir bosan. Ji Chen ragu menjawab. “Mungkin… kaget.” Feng Niu mendengus kecil. “Anak kecil memang begitu.”

Ia bangkit, meletakkan gelas di wastafel dengan bunyi klik yang pelan tapi cukup membuat tubuh Xiao Fan bergetar. Ji Chen merasakannya. Getaran kecil itu. Ia memeluk anaknya lebih erat.

Hari itu, Feng Niu tidak melakukan apa pun yang kasar. Tidak membentak. Tidak memukul. Tidak mencaci. Namun Xiao Fan tidak mau dilepaskan. Sepanjang pagi, setiap kali Feng Niu lewat, tubuh kecil itu menegang. Jari-jarinya mencengkeram apa pun yang bisa dipegang baju Ji Chen, sofa, bahkan udara.

Ketika Feng Niu mendekat untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di sofa, Xiao Fan mengeluarkan suara kecil bukan tangis, lebih seperti rengekan tertahan. Feng Niu berhenti. Ia menatap anak itu. Lama. “Apa?” tanyanya dingin. “Aku belum menyentuhmu.”

Ji Chen menggeser tubuhnya, refleks. Membuat jarak. Feng Niu tersenyum miring. “Jadi sekarang aku terlihat seperti ancaman?” Ji Chen tidak menjawab. Ia hanya menunduk, mengusap punggung Xiao Fan dengan gerakan lambat.

Hari demi hari, ketakutan itu semakin jelas. Xiao Fan mulai bereaksi bahkan sebelum Feng Niu berbicara. Nada langkah. Suara pintu. Bau parfum yang samar. Semua menjadi pemicu. Suatu malam, Feng Niu masuk kamar lebih awal dari biasanya. Xiao Fan sedang terlelap di ranjang kecilnya. Ji Chen sedang mengganti sprei.

Begitu Feng Niu mendekat, Xiao Fan terbangun. Tangisnya pecah. Bukan tangis minta digendong. Bukan tangis lapar. Tangis panik. Tubuh kecil itu menggeliat, tangannya terangkat seolah melindungi kepala. Kakinya menendang udara. “Tidak… tidak…” gumamnya, suara serak yang nyaris tak bisa disebut kata. Ji Chen membeku.

Feng Niu berdiri di tempatnya. “Apa yang kau ajarkan padanya?” tanyanya pelan, tapi tajam. Ji Chen menatapnya. Matanya merah. Rahangnya mengeras. “Aku tidak mengajarkan apa pun.”

“Lalu kenapa dia seperti itu?” Feng Niu melangkah maju satu langkah. Xiao Fan menjerit. Ji Chen langsung menggendongnya, membalikkan badan, membelakangi Feng Niu. Tubuhnya refleks melindungi. “Cukup,” katanya rendah. “Jangan mendekat.”

Feng Niu tertawa kecil, dingin. “Kau pikir aku monster?” Ji Chen tidak menjawab. Karena jika ia membuka mulut saat itu, jawabannya mungkin akan melukai lebih dalam dari yang bisa diperbaiki.

Keesokan harinya, Madam Fu datang lagi. Ia mengamati dari jauh. Tidak mencampuri. Tidak menegur. Namun ketika Xiao Fan mulai menangis hanya karena Feng Niu lewat di koridor, Madam Fu berhenti berjalan.

Ia menoleh pada Ji Chen. “Sejak kapan?” tanyanya. Ji Chen menarik napas dalam. “Aku tidak tahu persis.” Madam Fu mengangguk pelan. “Anak-anak tidak tiba-tiba takut.” Kalimat itu sederhana. Namun menghantam.

Sore itu, Ji Rong datang. Ia duduk di ruang kerja Ji Chen, menatap adiknya yang terlihat lebih tua dari usianya. “Kau tahu,” kata Ji Rong tenang, “ketakutan pada anak bukan tentang kejadian besar. Kadang hanya pengulangan kecil.” Ji Chen tersenyum pahit. “Pengulangan.”

“Bentakan,” lanjut Ji Rong. “Nada suara. Tatapan. Ketidakhadiran.” Ji Chen mengangguk. Ia tahu.

Malam itu, Feng Niu mencoba menyentuh Xiao Fan. Bukan untuk menggendong. Hanya menyentuh pipinya. Xiao Fan menjerit. Bukan keras tapi tajam.

Tangannya memukul udara, tubuhnya menggeliat, matanya terpejam erat seolah berharap dunia menghilang. Feng Niu tertegun. Ia menarik tangannya kembali perlahan. Untuk pertama kalinya… ada sesuatu yang retak di wajahnya. Bukan penyesalan. Lebih seperti kebingungan. “Dia… membenciku?” tanyanya lirih.

Ji Chen menatapnya lama. “Kau menakutinya,” jawabnya akhirnya. Sunyi. Feng Niu tertawa kecil. Rapuh. “Anak sekecil itu?” Ji Chen tidak menambahkan apa pun. Karena kata-kata tidak lagi diperlukan. Hari-hari berikutnya, Xiao Fan mulai melakukan sesuatu yang lebih menyakitkan daripada tangisan. Ia belajar menghindar. Ketika Feng Niu mendekat, ia menoleh. Ketika Feng Niu memanggil namanya, ia pura-pura tidak mendengar. Ketika Feng Niu duduk di ruang tamu, ia memilih lantai lain atau memeluk Ji Chen lebih erat. Ketakutan itu menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan itu… menjadi bagian dari dirinya.

Suatu sore, Feng Niu pulang lebih awal. Ia membawa mainan kecil. Mobil-mobilan mahal, berkilau. “Untukmu,” katanya sambil meletakkannya di lantai. Xiao Fan menatap mainan itu. Lalu menatap Feng Niu. Lalu… bersembunyi di balik kaki Ji Chen. Mainan itu tetap di lantai. Tak tersentuh. Feng Niu berdiri kaku. “Aku mencoba.”

Ji Chen menatapnya. “Anak bukan tombol. Kau tidak bisa menekan maaf lalu semuanya kembali.” Feng Niu mengepalkan tangan. “Jadi apa yang kau mau aku lakukan?!” Ji Chen menarik napas panjang. “Berhenti pergi. Berhenti marah. Berhenti menganggap dia pengganggu hidupmu.”

Air mata Feng Niu menggenang bukan karena sedih. Karena marah. “Aku tidak pernah meminta ini!” teriaknya.

Xiao Fan tersentak. Menangis lagi. Ji Chen memeluknya erat. Dan di momen itu, Feng Niu menyadari sesuatu yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya Anaknya tidak takut pada dunia. Ia takut… padanya. Dan ketakutan itu tidak akan hilang hanya karena waktu. Ia akan tinggal. Tumbuh. Mengendap. Menjadi luka yang bahkan cinta pun harus bekerja keras untuk menyentuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!