NovelToon NovelToon
12th Layers

12th Layers

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Fantasi / Sci-Fi / Misteri
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: GrayDarkness

Maelon Herlambang - Pria, 16 Tahun.

Dibesarkan di lapisan pertama, panti asuhan Gema Harapan, kota Teralis. Di sekeliling kota ditutupi banyak tembok besar untuk mencegah monster. Maelon dikhianati oleh teman yang dia lindungi, Alaya. Sekarang dia dibuang dari kota itu dan menjadi umpan monster, Apakah Maelon bisa bertahan hidup didunia yang brutal dan tidak mengenal ampun ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GrayDarkness, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Penyelamat (Savior)

Maelon berdiri bukan karena mampu, tapi karena harus. Setiap ototnya memohon untuk rebah, setiap tarikan napas seperti menghirup jarum. Dunia berputar. Darah menetes dari dagunya dan mengalir menuruni tombak yang kini digenggam bukan dengan kekuatan, melainkan dengan sisa kehendak yang nyaris padam. Empat bayangan masih berdiri. Mengelilinginya. Seperti gerbang maut yang tertutup sempurna.

Langkah mereka tidak tergesa. Tak ada yang terburu-buru dalam pembantaian yang sudah pasti. Tapi dari tengah retakan tubuh dan serpih cahaya Aetheron yang masih mengerang samar di sekujur kulitnya, Maelon mengangkat tombaknya sekali lagi—dengan seluruh sisa yang tidak lagi pantas disebut kekuatan. Satu ayunan. Satu dorongan. Bukan untuk menang. Tapi untuk menolak mati dalam diam.

Dan ia berhasil.

Ujung tombaknya menembus sisi tubuh pengguna Sanguira—yang lincah, yang menari seperti ular. Tidak dalam, tapi cukup untuk melukai. Darah hitam meletup dari luka, dan sosok itu mundur dengan desis rendah—marah, bukan karena rasa sakit, tapi karena tersentuh oleh sesuatu yang dianggapnya najis: perlawanan dari yang lemah.

Tapi itu adalah tarikan terakhir.

Maelon jatuh berlutut. Tubuhnya sudah terlalu remuk untuk menyangkal batasnya. Cahaya Aetheron yang tadi membara, kini hanya denyut samar di balik kulit yang koyak. Tangannya gemetar. Matanya kabur. Dunia terasa terlalu berat.

Dan dalam sunyi yang tiba setelah semua gerakan gagal, ia bicara. Bukan dengan suara. Tapi dalam hati yang nyaris mati.

“Dewa Blasphemy… maafkan aku. Karena telah gagal. Untuk menyelamatkan mereka. Aku tidak cukup kuat…”

Kata-kata itu tidak keluar dari bibirnya. Tapi membusuk di dalam, seperti doa yang tahu tak akan pernah sampai. Ia tidak meminta keajaiban. Ia tidak menuntut keselamatan. Ia hanya... minta maaf. Bukan karena akan mati. Tapi karena tak mampu menjadi cukup.

Langkah kaki mendekat. Derap pelan, berat, dan dingin.

Salah satu dari mereka—pengguna Ferravox, tubuhnya seperti perpaduan logam dan daging, langkahnya menimbulkan suara berderak yang menusuk—berdiri tepat di hadapan Maelon yang berlutut.

Lalu, tangan kasar itu menyambar rambut Maelon dan menjambaknya ke atas, memaksa wajah yang lelah itu menatap langit kelam yang kosong dari ampunan. Lehernya tegang, nafasnya tercekat, dan mata mereka bertemu.

“Aku harap kau mengerti,” suara itu berat, kasar, seperti roda berkarat yang dipaksa berputar. “Ini adalah akibatnya... karena telah mengganggu ritual suci Dewa yang Agung.”

Ia bukan berbicara kepada Maelon. Tapi kepada siapa pun yang berani bermimpi melawan. Kepada siapa pun yang masih menyimpan khayal bahwa darah bisa diselamatkan dari altar yang sudah diberkati oleh kekosongan itu sendiri.

Dan dunia hening. Sekali lagi.

Sebelum pukulan berikutnya jatuh—dengan niat menyelesaikan sesuatu yang, bagi mereka, hanya tinggal formalitas.

Bisikan-bisikan jahat mulai menyusup ke telinga Maelon—suara-suara lirih namun tajam, menyuruhnya menyerah, menyuruhnya rebah dan terima nasib. Bahwa semua ini sia-sia. Bahwa ia sudah gagal. Bahwa tak ada yang bisa diselamatkan.

Dan di kejauhan, para korban penculikan—yang sempat merasakan seberkas harapan—kembali tertunduk. Putus asa menyelimuti mereka, lebih pekat dari malam. Maelon telah kalah. Dan tak ada yang akan datang menyelamatkan mereka.

---

Di balik bayang reruntuhan kuil yang diam—di tempat di mana cahaya nyaris tak menyentuh tanah dan angin hanya membawa bau darah serta abu—seorang pria berdiri. Jubah hitamnya mengalir ringan oleh bisikan udara, dan matanya, yang tajam seperti belati tua yang telah menorehkan banyak sejarah kelam, menatap ke arah pusat altar. Ke arah tempat Maelon—anak yang dikirimnya—tengah digulung oleh kekuatan yang tak seimbang. Ia tak bergerak, namun dari sorot matanya, terlihat ia tak sekadar menyaksikan. Ia menilai.

Dan ketika Maelon, dalam keberanian buta dan keputusasaan yang tak bisa diajarkan, menyerang dan mengacaukan ritus suci para pemuja itu, senyum tipis terbentuk di sudut bibir pria itu. Bukan senyum kemenangan, tetapi seperti seseorang yang melihat sebuah teka-teki lama mulai membentuk pola.

"Kau layak menjadi bagian dari kami..." batinnya, tenang. "Inilah alasan kami memberimu misi itu. Karena di antara retakan tubuhmu yang rapuh... masih tersisa satu hal yang tak bisa diajarkan—sisi kemanusiaan. Hasrat untuk menyelamatkan yang lain, bahkan ketika tak ada yang layak untuk diselamatkan."

Angin menggoyang dahan kering, dan api ritual bergetar. Di bawah sana, Maelon menebas musuh pertamanya. Sebuah tubuh tertembus, tumpas dalam nyala putih-biru Aetheron. Saat darah pertama tumpah bukan dari Maelon, pria itu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. Senyumnya bertambah lebar.

"Kau sudah cukup pantas untuk bersama kami," pikirnya. "Jiwamu tidak bersih, tapi juga tidak sepenuhnya hitam. Itu sempurna. Yang kami cari bukan kesucian, tapi mereka yang mampu memilih kegelapan tanpa kehilangan arah."

Tapi saat pengguna Vitravale—makhluk penuh tipu daya dan teror ilusi—terjungkal karena cermin kekuatannya sendiri, saat jeritan ilusi itu menjadi nyata dan darah menetes dari sosok bertopeng itu, pria itu terdiam. Wajahnya berubah. Untuk pertama kalinya, dia mengerutkan alisnya.

"Apa yang terjadi?" bisiknya dalam hati. Ada sesuatu yang tidak sesuai rencana. "Anak itu... menyembunyikan sesuatu. Sebuah rahasia yang bahkan aku tidak tahu. Ini bukan sekadar Aetheron. Bukan hanya keberanian. Ini lebih dari itu. Seolah dia... telah disentuh sesuatu yang bahkan Ordo kami tak pahami sepenuhnya."

Hening menyelimuti pikirannya sesaat. Lalu perlahan, senyum itu kembali muncul. Tapi kali ini berbeda—lebih dalam. Lebih pribadi.

Ia menarik napas perlahan, dan matanya berkilat redup seperti bara dalam kegelapan.

"Sudah saatnya aku turun tangan," gumamnya dalam batin. "Aku tidak akan membiarkan anak itu mati. Tidak setelah semua ini. Dia telah melangkah terlalu jauh, berdarah terlalu banyak. Dia layak menjadi penerus… Ordo Nirakarna."

Langkahnya maju ke kegelapan, tak ada suara yang mengiringi—kecuali takdir yang mulai bergeser dari rutenya.

Tepat ketika ujung mata Maelon menangkap kilatan logam bergerigi milik Ferravox yang terangkat tinggi—siap untuk mengakhiri segalanya dalam satu tebasan terakhir—waktu seolah mengerem tanpa aba-aba. Bukan distorsi seperti milik Chronodein, bukan pula ilusi seperti Vitravale. Tapi hening. Sunyi yang tiba-tiba hadir, seperti dunia menahan napasnya.

Lalu—cahaya.

Bukan cahaya milik Maelon yang telah meredup dan tinggal sisa percikan. Ini jauh lebih terang. Lebih padat. Lebih... murni. Cahaya putih-biru yang menyemburat dari sisi kanan, membelah reruntuhan dan udara kotor dalam garis sempurna. Tak ada peringatan. Tak ada seruan. Hanya satu hantaman energi yang mengoyak tubuh Ferravox sebelum senjatanya sempat jatuh.

Tubuh itu terlempar ke belakang, menghantam dinding batu dengan dentuman berat—dan diam. Tak ada suara. Tak ada erangan. Hanya abu yang perlahan gugur dari tubuhnya yang sudah tak bernyawa.

Maelon terdiam. Napasnya terputus, matanya membelalak dalam ketidakpercayaan. Bukan karena serangan itu mematikan. Tapi karena ia mengenali siluet yang kini berdiri di antara puing dan cahaya.

Pria itu. Pria berjubah hitam yang sebelumnya memberinya misi. Sosok yang selalu berada di bayang-bayang keputusan dan konsekuensi.

“Dewa Blasphemy... kau menyelamatkanku?” pikir Maelon, setengah dalam doa, setengah dalam bingung. Hatinya bergetar, bukan oleh harapan, tapi oleh sesuatu yang lebih asing: perasaan bahwa ia bukan lagi sekadar bidak yang dikorbankan.

Semua mata kini tertuju pada pria itu.

Dan pria itu berbicara, suaranya dalam dan tegas, namun seolah tak perlu meninggikan nada untuk didengar oleh siapa pun.

“Cukup sampai di sini saja,” katanya. “Aku tidak memperbolehkan kalian melukainya lebih jauh.”

Suara itu menggema seperti vonis.

Tiga musuh tersisa menegang—pengguna Ignisthal, Chronodein, dan Sanguira. Mereka tidak berbicara. Tapi tubuh mereka mulai bergerak. Nyala api kembali menyala, udara kembali bergetar, dan racun mulai menetes dari pisau.

Mereka menyerang bersama, tanpa aba-aba.

Dan dunia sekali lagi bersiap untuk hancur.

1
Aisyah Christine
pasti susah utk memahaminya. bagaimana maelon bisa bersatu dan berkomunikasi dgn kekuatan baru
Aisyah Christine
ini kulivator moden thor😂
Aisyah Christine
perjuangan yang belum tuntas.. smoga bisa bekerjasama dgn tubuh yang baru.
Aisyah Christine
entah ini 1 keberkahan atau kutukkn tapi yg jelas maelon semakin kuat
Aisyah Christine
apa kayak parasit? tubuhnya udh pindah ke ank remaja itu?
angin kelana
survival..
angin kelana
pertama baca coba lanjut..
GrayDarkness: terima kasih banyak, semoga suka.
total 1 replies
Aisyah Christine
terus bertahan untuk hidup
Aisyah Christine
tanda dr makhluk aneh itu
Aisyah Christine
lebih baik mencoba sesuatu dr mati sia²😂
Aisyah Christine
cerita yang menarik. lanjut thor
GrayDarkness: terima kasih, do'ain aja biar bisa dieksekusi dengan baik. kalo ada kesalahan bilang aja biar nanti langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
terima kasih sarannya akan diperbaiki secepatnya
azizan zizan
kekuatan ini datang bukannya dengan paksaan.. di ulang2 terus..
GrayDarkness: done, sedang direview terima kasih. kalo ada yang lain bilang aja, biar langsung diperbaiki.
total 1 replies
GrayDarkness
Betul, puitis.
Aisyah Christine: gaya bahasa nya lebih pada malay. maka aku faham😂
total 1 replies
azizan zizan
ini novel peribahasa kah apa ini.. alurnya berbelit-belit..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!