NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Sahabat

Menikah Dengan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Mereka tumbuh bersama. Tertawa bersama. Menangis bersama. Tapi tak pernah menyangka akan menikah satu sama lain.

Nina dan Devan adalah sahabat sejak kecil. Semua orang di sekitar mereka selalu mengira mereka akan berakhir bersama, namun keduanya justru selalu menepis anggapan itu. Bagi Nina, Devan adalah tempat pulang yang nyaman, tapi tidak pernah terpikirkan sebagai sosok suami. Bagi Devan, Nina adalah sumber kekuatan, tapi juga seseorang yang terlalu penting untuk dihancurkan dengan cinta yang mungkin tak terbalas.

Sampai suatu hari, dalam situasi penuh tekanan dan rasa kehilangan, mereka dipaksa menikah demi menyelamatkan kehormatan keluarga. Nina baru saja ditinggal tunangannya yang berselingkuh, dan Devan, sebagai sahabat sejati, menawarkan sebuah solusi yaitu pernikahan.

Awalnya, pernikahan itu hanyalah formalitas. Tidak ada cinta, hanya kenyamanan dan kebersamaan lama yang mencoba dijahit kembali dalam bentuk ikatan suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14

Malam itu, suasana rumah kontrakan mereka tak seperti biasanya. Bukan karena hujan, bukan juga karena listrik padam. Tapi karena Devan mendadak berdiri di dapur dengan celemek bertuliskan: “Chef Suami Idaman.”

Nina yang sedang duduk di kursi makan, hanya bisa melipat tangan dan menahan tawa.

“Ini serius kamu mau masak?” tanyanya, alis terangkat.

“Serius, Bu Guru! Hari ini aku akan memasak nasi goreng cinta ala Devan. Dijamin bikin kamu makin cinta dan janji nggak muntah!”

“Wah, ini harus dicatat tanggalnya. Seorang Devan, si tukang delivery makanan online nomor satu, turun langsung ke dapur.”

“Ehemm, jangan meremehkan suamimu. Aku pernah nonton video masak lima menit di TikTok!”

Nina tertawa sampai air matanya keluar. “Oh no, TikTok chef detected.”

Devan membuka kulkas dan mulai mengeluarkan bahan-bahan: nasi sisa semalam, telur, sosis, kecap, dan tentu saja… satu siung bawang putih yang entah kenapa tampak sangat gagah di tangannya.

Ia mulai mencincang bawang putih dengan gaya ala juru masak profesional.

“Hati-hati jari!” Nina memperingatkan sambil menahan napas.

“Tenaaang. Chef Devan tidak pernah—”

“AYAAAAH!”

“Apa?!”

“Ada kecoa di bawah kompor!”

Dan dengan reflek luar biasa, Devan berlari dan melompat ke kursi, celemek-nya melambai dramatis seperti adegan film aksi.

Nina tertawa terpingkal-pingkal, sampai perutnya kram. “Pahlawan keluarga yang takut kecoa!”

“Nggak takut! Cuma menghindari potensi bahaya biologis.”

“Bahaya biologis dari serangga 3 cm? Oke, noted!”

Setelah insiden kecoa diselesaikan (oleh Nina, tentu saja), Devan kembali ke dapur dengan semangat. Ia menumis bawang dan telur sambil menyanyi:

"Nasi goreng cinta... untuk istri tercinta…

Meski gosong sedikit… cintaku tetap legit…”

Nina berdiri di belakangnya, memeluk punggung Raka dari belakang.

“Kamu tahu, Van?”

“Apa, Chef Assistant Nina?”

“Aku jatuh cinta lagi malam ini. Sama suamiku, yang berusaha masak buatku walau takut kecoa.”

Devan tersenyum, membalikkan badan pelan, dan menatap mata Nina.

“Aku cuma pengen kamu bahagia. Bahkan kalau harus masak nasi goreng cinta tiap malam.”

“Termasuk kalau rasanya aneh?”

“Termasuk kalau perut kita diare bareng.”

Mereka duduk di meja makan dengan dua piring nasi goreng yang—jujur saja—tampilannya tidak begitu menggoda. Tapi aromanya... menggoda!

Nina mengambil satu suap. Ia mengunyah dengan penuh pertimbangan, lalu terdiam lama.

Devan tegang. “Gimana?”

Nina mengangguk pelan. “Rasanya…”

“Ya?!”

“...ajaib.”

Devan mengernyit. “Ajaib gimana? Ajaib enak atau ajaib nyaris tak bisa dikenali sebagai makanan?”

Nina terkekeh. “Ajaib karena rasa sosis yang setengah gosong itu somehow cocok banget sama kecap yang kebanyakan. Ada sentuhan rasa panik di akhir gigitan.”

“Paniknya karena kamu masak atau karena kamu ngambek tadi siang?”

“Keduanya.”

Setelah selesai makan, Nina berdiri dan memeluk Devan.

“Kamu tahu nggak, malam ini bahagia banget.”

“Padahal cuma nasi goreng?”

“Justru karena cuma nasi goreng. Tapi kamu masak itu buat aku. Dengan semua kekacauan, panik, dan tawa... itu lebih dari cukup.”

Devan mengecup kening Nina. “Nanti kalau anak kita lahir, kita ajak dia bikin nasi goreng bareng ya.”

“Boleh. Tapi kamu tetap yang ngupas bawang dan lari kalau ada kecoa.”

“Deal.”

Malam itu, sebelum tidur, Devan menulis di buku catatan mereka:

Hari ini aku masak nasi goreng cinta. Rasanya aneh, bentuknya nggak karuan. Tapi kamu makan habis. Dan kamu senyum. Itu cukup. Hari ini aku ngerasa jadi suami paling beruntung. Karena cinta ternyata bisa tumbuh dari dapur sederhana kita.

Dan malam itu, dengan lampu temaram, selimut hangat, dan perut yang kenyang (plus sedikit khawatir soal rasa sosis gosong), mereka tidur berpelukan, membiarkan dunia tahu:

Cinta itu… bisa dimulai dari nasi goreng dan tawa.

*

Pagi itu dimulai dengan damai. Nina menyiram tanaman kecil di pekarangan rumah, memakai daster motif polkadot yang terlalu besar untuk tubuh mungilnya. Devan sedang di dalam rumah, menyeduh kopi sambil mendengarkan radio. Udara hangat, matahari bersinar lembut.

Tapi kedamaian itu seketika sirna ketika suara notifikasi dari ponsel Nina berdentang terus-menerus.

Grup alumni sekolah. Grup keluarga jauh. Bahkan DM Instagram-nya penuh.

Isinya semua sama: tangkapan layar unggahan Arvina.

"Lucu ya. Ada yang dulu panik ditinggal, sekarang sok bahagia dengan sahabatnya sendiri. Dunia memang aneh. Tapi semoga rumah tangga hasil tambal sulam itu kuat-kuat aja. 🤭 #SekedarMengingat"

Nina terdiam, matanya membeku menatap layar.

Satu kalimat. Tapi cukup untuk menyayat bekas luka yang baru saja mulai sembuh.

Saat Nina menunjukkan unggahan itu pada Devan, lelaki itu hanya menatapnya sebentar, lalu menghela napas.

“Arvina…” gumamnya. “Dia masih menyimpan dendam ya?”

“Padahal aku nggak pernah nyakitin dia, Van. Dia yang menjauh. Dia yang memilih hilang.”

Devan duduk di sebelah Nina, memegang tangannya.

“Dan sekarang dia muncul lagi, bukan buat minta maaf… tapi buat mempermalukan kamu di depan orang banyak.”

Nina mengangguk pelan. “Aku cuma takut. Kalau semua orang percaya dia, mereka akan melihat kita kayak—”

“Berhenti,” potong Devan lembut. “Aku nggak butuh orang lain percaya. Aku cuma butuh kamu yakin sama kita.”

 

Sayangnya, dunia tidak sebaik yang mereka harapkan.

Beberapa komentar netizen yang tak kenal mereka ikut menyambar.

"Kok kayak cocok ya sama sindiran itu? Nggak heran sih..."

"Pernikahan yang cepat biasanya gitu… tambal sulam."

"Si Arvina emang dulu sahabatnya? Lah… makin menarik."

Nina menutup ponselnya. Hatinya gemetar.

“Van, gimana kalau ini ngaruh ke reputasimu di kantor? Atau ke keluargamu?”

“Kalau mereka peduli pada kebenaran, mereka bakal nanya langsung. Tapi kalau cuma peduli drama, biarin aja.”

Di kamar, Nina terduduk lemas di pinggir ranjang. Matanya sembab, pundaknya gemetar.

“Aku takut, Van. Aku takut kalau ternyata aku nggak cukup kuat buat terus bertahan.”

Devan berlutut di hadapannya.

“Kalau kamu goyah, sandar. Kalau kamu jatuh, aku yang peluk. Tapi jangan pernah merasa kamu sendirian, Nin. Ini bukan cuma tentang kamu.”

Nina menggigit bibir bawahnya. “Aku cuma nggak nyangka… orang yang pernah aku sayang sebagai sahabat, bisa sekejam ini.”

Devan mengusap pipinya yang basah. “Kadang orang bukan marah karena kita salah. Tapi karena kita bahagia tanpa mereka.”

Malam itu, Nina duduk menulis sesuatu. Sebuah kata-kata terbuka, bukan balasan dengan amarah, tapi dengan kejujuran. Ia mempostingnya di blog lamanya, yang diam-diam masih banyak pengikut.

Untuk kamu, Arvina…

Terima kasih karena pernah menjadi bagian dari hidupku, dari cerita bahagia sampai kecewa.

Kamu boleh sindir aku. Tapi aku nggak akan balas dengan cara yang sama.

Karena aku memilih kebahagiaan, bukan pembuktian.

Aku menikah bukan karena ditinggal. Tapi karena aku akhirnya tahu… siapa yang tetap tinggal.

Semoga kamu juga menemukan damai dalam dirimu sendiri, seperti yang aku peluk dalam rumah kecil kami.

Esok pagi, surat itu viral. Tapi kali ini, publik berpihak pada Nina.

Komentar-komentar mulai berganti:

"Postingan ini lebih nyentuh dari drama manapun."

"Keren banget. Balas dengan elegan."

"Gue jadi malu pernah seberpikir negatif soal dia."

Devan tersenyum saat membaca komentar-komentar itu di ponsel.

“Aku bangga banget punya istri kayak kamu,” katanya sambil memeluk Nina dari belakang.

Nina hanya membalas dengan satu kalimat yang penuh makna.

“Aku nggak balas dia, Van. Aku cuma menolak ikut tenggelam dalam luka yang bukan lagi milikku.”

Malam itu, mereka menulis lagi di buku catatan mereka:

Hari ini luka masa lalu datang menyapa. Tapi aku tetap menggenggam tanganmu, dan kita tetap berjalan. Mungkin itu arti cinta sebenarnya.

Dan dalam pelukan hangat mereka, luka itu pun perlahan sembuh. Bukan karena dilupakan, tapi karena sudah dihadapi... bersama.

1
Eva Karmita
masyaallah bahagia selalu untuk kalian berdua, pacaran saat sudah sah itu mengasikan ❤️😍🥰
Julia and'Marian: sabar ya kak, aku kemarin liburan gak sempat up...🙏
total 1 replies
Eva Karmita
semangat semoga semu yg kau ucapkan bisa terkabul mempunyai anak" yg manis ganteng baik hati dan sopan ya Nina
Eva Karmita
semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua 😍❤️🥰
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Herman Lim
selalu berjuang devan buat dptkan hati nana
Eva Karmita
percayalah Nina insyaallah Devan bisa membahagiakan kamu ❤️
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
Julia and'Marian: hihihi buku sebelumnya Hiatus ya kak, karena gak dapat reterensi, jadi males lanjut 🤣, makasih ya kak udah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!