Niat hati Parto pergi ke kampung untuk menagih hutang pada kawannya, justru mempertemukan dia dengan arwah Jumini, mantan cinta pertamanya.
Berbagai kejadian aneh dan tak masuk akal terus dialaminya selama menginap di kampung itu.
"Ja-jadi, kamu beneran Jumini? Jumini yang dulu ...." Parto membungkam mulutnya, antara percaya dan tak percaya, ia masih berusaha menjaga kewarasannya.
"Iya, dulu kamu sangat mencintaiku, tapi kenapa kamu pergi ke kota tanpa pamit, Mas!" tangis Jumini pun pecah.
"Dan sekarang kita bertemu saat aku sudah menjadi hantu! Dunia ini sungguh tak adil! Pokoknya nggak mau tahu, kamu harus mencari siapa yang tega melakukan ini padaku, Mas! Kalau tidak, aku yang akan menghantui seumur hidupmu!" ujar Jumini berapi-api. Sungguh sekujur roh itu mengeluarkan nyala api, membuat Parto semakin ketakutan.
Benarkah Jumini sudah mati? Lalu siapakah yang tega membunuh janda beranak satu itu? simak kisah kompleks Parto-Jumini ya.
"Semoga Semua Berbahagia"🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelicikan Ngatnu dkk
Sebuah rumah sederhana, tepat bersebelahan dengan kantor kepala desa, menjadi tempat Bu Bidan Sumini tinggal, sebagai bidan desa.
Ruang kerja Bu Bidan Sumini dipenuhi dengan aroma obat-obatan dan bau antiseptik yang khas dengan dindingnya yang berwarna putih bersih dihiasi dengan poster-poster kesehatan dan jadwal imunisasi.
Meja kerjanya sederhana dipenuhi dengan tumpukan catatan pasien dan peralatan medis. Di sudut ruangan, terdapat lemari obat yang tertutup rapat dan sebuah tempat tidur pemeriksaan yang siap digunakan. Suara-suara desiran radio tua menambah suasana yang tenang dan profesional.
Malam itu, Bu Sumini masih mengerjakan laporan tentang kesehatan ibu hamil dan perkembangan balita dan anak-anak desa.
"Bu Mini! Tolong kami!" Terdengar teriakan Lasmi masih panik saat tiba di halaman rumah Bu bidan itu.
Bu Sumini langsung meninggalkan meja kerjanya dan berlari keluar ke arah Lasmi. "Apa yang terjadi? Siapa yang sakit?" tanya Bu Sumini sambil melihat Parto yang terbatuk-batuk dan Sukijo yang membopong ibunya.
“Tolong periksa orang ini, Bu,” pinta Lasmi seraya memapah Parto dan membantunya duduk di ruangan Bu Bidan, sedangkan Sukijo membaringkan Bu Gemi di tempat pemeriksaan.
Bu Sumini langsung memeriksa Parto yang terbatuk-batuk. "Tarik napas dalam-dalam, Mas, saya ingin mendengar suaranya," kata Bu Sumini sambil meletakkan stetoskop di dada Parto.
Setelah beberapa saat, Bu Sumini mengangguk-anggukkan kepala. "Kamu menghirup banyak asap, ya?” tanya Bu Mini kemudian. “Apa yang terjadi, apa sedang ada kebakaran atau sesuatu hal lain?"
"Jadi—" Lasmi tertunduk ragu dengan apa yang akan diucapkannya.
“Ibu saya juga Bu, tolong diperiksa. Tapi itu tiba-tiba tingkahnya aneh, —” Sukijo pun menceritakan apa yang diketahuinya mengenai sang ibu.
Sementara Bu Mini memeriksa kondisi bu Gemi, Parto mengedarkan pandangannya, lalu matanya tertuju pada sebuah Poto pernikahan, Bu Sumini dengan seseorang berpakaian tentara.
"Maaf, apa itu Poto pernikahan anda, Bu? tanya Parto.
Bu Sumini tersenyum menatap Poto yg ditunjuk Parto. "Benar, kamu mengenal suami saya?"
Parto menggeleng, meskipun ia tak yakin, karena wajah dengan seragam tentara itu terasa tak asing baginya.
"Apa masih ada yang sakit Mas?" Bu Sumini memastikan kondisi Parto.
"Belum, Bu. Tapi ada yang lebih penting dari itu," kata Parto dengan suara yang serius. "Kami mengalami sesuatu yang sangat buruk. Ngatnu dan komplotannya melakukan kejahatan yang tidak bisa dibiarkan," Parto memulai ceritanya dengan nada yang tegas.
“Ngatnu? Pak RT kampung Kalibaru, maksudmu?” tanya Bu Mini ragu, apalagi ia juga tahu ada Lasmi di sana.
“Benar! Dan sialnya aku adalah anak dari orang tua brengsek itu!” Lasmi kembali tergugu dalam tangis lalu menutup wajah dengan kedua tangannya.
Sukijo menepuk pundak Lasmi, “Sabar,” hiburnya.
“Memangnya kejahatan apa?” Heran dan bingung terlihat jelas di wajah Bu Mini.
"Terlalu rumit untuk saya jelaskan, tapi mereka menyembunyikan fakta tentang kematian seseorang, mengabaikan barang bukti, dan dengan bengis berniat membakar saya, beruntung Lasmi menyelamatkan saya," terang Parto menatap tak tega pada Lasmi.
“Apa benar begitu? Rasanya sulit dipercaya, orang itu ramah dan baik—” terdengar begitu menggantung ucapan Bu Mini, pasalnya ia tak begitu mengenal pak Ngatnu, hanya beberapa kali saja bertemu dalam rapat-rapat desa di kelurahan.
“Sebenarnya, ada hal lain yang sering dikerjakan ayahku bersama teman-temannya, tapi aku takut mengakui hal itu, aku—”
Bu mini mendekati Lasmi, menepuk pundaknya lalu memberikan pelukan kecil. “Ibu percaya padamu, semua pasti sangat berat dan tak adil.”
Lasmi terkejut dengan pelukan Bu Sumini, tapi kemudian dia merespons dengan pelukan yang lebih erat. "Terima kasih, Bu. Saya merasa sangat kesepian dan takut," kata Lasmi dengan suara yang tercekat. "Tapi dengan Mas Parto dan Ibu, saya merasa sedikit lebih baik," tambahnya.
Bu Sumini membelai rambut Lasmi dengan lembut. "Kamu tidak sendirian, Lasmi. Kita akan melewati ini bersama-sama. Apa yang ingin kamu katakan tadi, tentang ayahmu?" tanya Bu Sumini dengan nada yang lembut dan penuh perhatian.
"Sebenarnya saya sedang menunggu hasil tes DNA dari teman saya, semoga itu menjadi bukti yang tak terbantahkan untuk —" Parto terdengar ragu untuk melanjutkan ucapannya. Ada rasa tak enak hati dengan Lasmi.
"Tidak apa-apa, jika memang ayahku terbukti bersalah, aku akan menerimanya." sahut Lasmi seolah mengerti kegelisahan Parto.
Parto menatap Lasmi dengan rasa terkejut dan kagum. "Kamu sangat berani, Lasmi. Tidak banyak orang yang bisa menerima kebenaran seperti itu," kata Parto dengan nada yang penuh hormat. "Tapi saya khawatir tentang keselamatanmu. Jika ayahmu memang terlibat, maka kamu juga bisa menjadi target berikutnya," tambah Parto dengan nada yang penuh perhatian.
Lasmi mengangguk, menunjukkan bahwa dia sudah memikirkan hal itu. "Aku tahu, tapi aku tidak bisa diam saja, aku harus tahu kebenaran tentang ayah!" kata Lasmi dengan tekad yang kuat.
“Memangnya kapan hasil tes DNA akan kamu dapatkan?" tanya Bu Mini. "Apa ada yang bisa kubantu?"
"Mungkin beberapa hari ke depan temanku akan mengirinkan hasilnya melalui email," terang Parto. "Hm, jika tidak keberatan, bolehkan aku meminta bantuan anda untuk menghubungkan saya dengan suami anda yang seorang tentara itu, setidaknya untuk berjaga-jaga."
Bu mini terkejut dan terkekeh , "Aku akan membantu sebisaku, tapi jangan salah paham, suamiku bukan seorang tentara, itu hanya Poto iseng saat kami ikut meramaikan acara lomba Poto di kelurahan dengan tema profesi."
Parto terkejut dan merasa sedikit konyol karena salah paham tentang foto pernikahan Bu Sumini. "Oh, maaf Bu. Saya tidak tahu itu hanya untuk lomba foto," kata Parto dengan nada yang sedikit memelas. "Tapi terima kasih atas bantuan Ibu, saya sangat berterima kasih," tambahnya.
Bu Sumini tersenyum dan mengangguk. "Tidak apa-apa, saya senang bisa membantu. Saya akan mencoba menghubungi teman saya yang bisa membantu kalian," kata Bu Sumini dengan nada yang ramah.
Tanpa mereka sadari, seseorang mendengarkan pembicaraan mereka dari balik dinding, karena pria itu adalah orang yang sama yang berpoto bersama Bu Mini.
"Bukti? Hasil tes DNA? Apa yang dimiliki bocah pengganggu itu?" Gumam si pria.
"Aku harus segera melaporkan pada pak Ngatnu, bisa gawat kalau dia banyak bicara, sial sekali kenapa juga anak pak Ngatnu malah menyelamatkan si anak kota itu!"
Pria itu segera meninggalkan tempat persembunyian dan berjalan dengan cepat untuk menemui Pak Ngatnu, di tempat pertunjukan dangdut.
"Pak, saya punya informasi penting. Anak kota itu selamat karena putrimu sendiri yang ikut campur, dan satu lagi dia sedang mencari bukti tentang hal yang kita lakukan, termasuk hasil tes DNA," kata pria itu dengan nada yang serius.
Pak Ngatnu mengangkat alisnya, menunjukkan ketertarikan. "Apa yang dia cari? Dan apa hubungannya dengan hasil tes DNA?" tanya Pak Ngatnu dengan nada yang tajam.
"Mereka bilang hasil tes DNA akan dikirim ke mil ... mil apa ya tadi, aku lupa,"
"Memangnya apa ya yang dia ambil jadi barang bukti?" sahut si gondrong.
"Aku tahu sekarang, kalian ingat waktu anak kota itu bersikeras bahwa jasad itu bukan Jumini? Aku rasa pelaku yang sengaja menggali kubur adalah orang itu," pikir pak Ngatnu.
"Si tukang ikut campur itu juga? Tapi aku nggak paham loh Pak, buat apa dia melakukannya, terus apaan tes DNA itu?"
Pak Ngatnu menghela napas, menunjukkan kesabaran yang mulai habis. "Email, bodoh! Hasil tes DNA akan dikirim ke email. Dan tentang barang bukti, aku rasa mereka mengambil sesuatu dari jasad Jumini," kata Pak Ngatnu dengan nada yang tegas.
Si gondrong mengangguk, menunjukkan bahwa dia mulai mengerti. "Oh, jadi mereka punya bukti yang bisa membuktikan bahwa kita yang melakukan kejahatan?" tanya si gondrong dengan nada yang waspada.
"Ya, sekarang kita harus segera mengambil tindakan. Kita tidak bisa membiarkan mereka membongkar kejahatan kita," kata Pak Ngatnu dengan nada yang dingin.
"Kamu bilang bocah-bocah itu masih di rumahmu kan? Sekarang juga kalian ke ruko, ini kunci cadangannya, rampas laptop sama hape anak kota itu!" perintah Pak Ngatnu.
"Buat apa?"
"Karena mereka pasti menyimpan bukti di sana, dan kita harus menghancurkan semua itu sebelum mereka bisa menggunakan bukti itu untuk melawan kita," kata Pak Ngatnu dengan nada yang dingin dan penuh perhitungan. "Jangan tanya lagi, lakukan saja apa yang aku katakan. Kita tidak bisa membiarkan mereka mengancam kita," tambahnya dengan nada yang tegas.
...****************...
Bersambung ....