Kejahatan paling menyakitkan bukan diciptakan dari niat jahat, tapi tumbuh dari niat baik yang dibelokkan.
Robert menciptakan formula MR-112 untuk menyembuhkan sel abnormal, berharap tak ada lagi ibu yang mati seperti ibunya karena kanker. Namun, niat mulia itu direnggut ketika MR-112 dibajak oleh organisasi gelap internasional di bawah sistem EVA (Elisabeth-Virtual-Authority). Keluarga, teman bahkan kekasihnya ikut terseret dalam pusaran konspirasi dan pengkhianatan. Saat Profesor Carlos disekap, Robert harus keluar dari bayang-bayang laboratorium dan menggandeng ayahnya, Mark, seorang pengacara, untuk melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya. Misteri ini bukan sekadar soal formula. Ini tentang siapa yang bisa dipercaya saat kebenaran disamarkan oleh niat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Silalahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persimpangan Niat
..."Ketika niat menyelamatkan berubah jadi senjata, batas antara ilmuwan dan penjaga neraka mulai kabur dan Robert berdiri di tengahnya."...
... ...
Udara Jakarta masih panas meski matahari telah bergeser ke barat. Rombongan kendaraan hitam tanpa tanda berhenti perlahan di depan bangunan bertingkat tiga bergaya brutalist yang berdiri kokoh di pinggiran selatan kota. Kantor pusat penyalur bodyguard milik Denny.
Tepat di belakang gerbang baja elektronik, para pria bersenjata berdiri tegap, mengenali kendaraan mereka dan membuka jalan. Begitu masuk, aktivitas mulai bergulir seperti mesin yang baru saja dihidupkan setelah lama terdiam.
Misel turun lebih dulu, langsung mengarahkan paramedis untuk membawa Mark, ayah Robert, yang masih duduk lemah di kursi roda, masuk ke ruangan khusus yang telah disiapkan di lantai dua. Robert menyusul, wajahnya penuh gurat cemas.
Di sisi lain, Profesor Carlos dan Jesika terlihat sibuk bersama Amanda dan dua ilmuwan lainnya yang telah lama bekerja dalam tim. Mereka mengatur ulang peralatan yang diselamatkan dari laboratorium desa, memeriksa koneksi listrik, serta mulai mengaktifkan sistem pemindaian dan data pengolahan. Laboratorium mini di ruang bawah tanah ini tak sebesar yang mereka tinggalkan, tapi cukup memadai untuk melanjutkan studi dasar atas MR-112\_X dan perencanaan counter-sekuens.
"Generator cadangan aktif. Sistem isolasi juga sudah menyala," kata Amanda sambil menekan panel digital.
Profesor Carlos mengangguk. "Kita harus mulai uji keamanan lingkungan. Siapa tahu kita bisa gunakan ini untuk simulasi interaksi dengan varian baru."
Sementara itu, di lantai atas, Denny, Roy, dan Samuel berkumpul dalam ruang briefing kecil. Dinding dipenuhi layar CCTV dan peta digital rute pelarian.
“Menurut intel terakhir, Elisabeth dan rombongan menuju Swiss melalui jalur udara privat. Mereka sudah tidak terdeteksi sejak melintasi perbatasan Austria,” kata Roy.
Samuel memutar layar tablet dan menunjuk titik merah di pegunungan Swiss. “Engelberg. Di sanalah pusat kendali mereka sekarang. Jejak digital dari perangkat Jerry menunjukkan aktivitas yang diunggah ke server bernama EVA-AX. Lokasi tepatnya berada di bawah tanah.”
Denny menatap peta itu, lalu mendesah. “Dan kita belum tahu siapa yang berperan di EVA sebenarnya dan orang pemerintah yang meloloskan mereka?”
“Bukan hanya itu,” kata Roy. “Tapi titik utama ada pada Klaus Hollenberg. Swiss. Jejaringnya menghubungkan beberapa firma farmasi dan militer swasta.”
Samuel berdiri. “Kita butuh tim pelacak. Kita kumpulkan kontak dari jaringan lama. Dan sementara itu, koordinasikan dengan Biro Internasional. Aku akan urus jalur diplomatik.”
Denny mengangguk. “Dan aku akan kirim beberapa anak buahku ke Eropa. Mereka bukan peneliti, tapi mereka bisa membuat pintu-pintu terkunci itu mulai berderak.”
Beberapa jam kemudian, setelah semua pekerjaan awal selesai dan Mark telah beristirahat di kamar barunya, Robert dan Misel duduk di taman kecil di belakang kantor itu. Taman itu tenang, hanya ada suara aliran air kecil dari kolam ikan dan pepohonan yang ditanam rapi. Senja mulai turun, menggambar langit dengan semburat merah lembut.
Robert memandangi langit itu tanpa berkata apa-apa. Tangannya bersandar di lutut, tubuhnya terlihat lelah. Misel duduk di sampingnya, diam, menunggu.
Aku pikir ..." Robert mulai bicara, suaranya pelan. "...kalau aku tahu dari awal apa yang akan terjadi, aku tidak akan pernah membuat formula itu."
Misel menoleh pelan. "Robert ..."
"Aku menciptakan MR-112 karena aku ingin menyembuhkan, Misel. Aku ingin memberi harapan. Tapi lihat sekarang. Orang jahat malah memanfaatkan seolah itu senjata. Seolah manusia bisa dimodifikasi sesuka hati hanya karena ada kode RNA."
"Aku tahu," jawab Misel. Ia menggenggam tangan Robert. "Aku tahu kau tak berniat jahat. Kau hanya ingin menyelamatkan. Seperti waktu kau bicara padaku dulu tentang bagaimana tubuh bisa menyembuhkan dirinya sendiri jika diberi arah yang benar."
Robert tersenyum miris. "Tapi arah itu sekarang telah diambil oleh orang-orang seperti Klaus. Seandainya mereka bisa meniru MR-112\_A dan mengembangkannya ke sesuatu yang lebih ekstrem ..."
Ia tak melanjutkan. Tapi Misel mengerti.
"Kau sendiri yang bilang," katanya lembut. "Versi X tidak akan bisa mereka duplikasi. Mereka tidak tahu unsur penguncinya. Mereka hanya punya setengah peta, tanpa tahu bahwa jalan yang mereka tempuh menuju ke jurang."
Robert menatap wajah Misel. Ada kedamaian di sana. Ketenangan yang tak bisa dipalsukan.
"Tapi aku tetap khawatir. Mereka bisa coba-coba. Modifikasi. Rekayasa ulang. Dan walau itu gagal, dampaknya bisa luar biasa. Mereka bisa menciptakan mutasi tak stabil. Kita bicara tentang hal-hal yang... bisa menghancurkan tubuh manusia, bukan menyelamatkan."
Misel mengangguk, lalu berkata, "Tapi mereka tidak punya ‘jiwa’ dari formula itu. Versi X bukan cuma soal urutan kimia. Kau menyusunnya dengan logika, tapi juga intuisi. Sesuatu yang tidak bisa disalin hanya dengan algoritma."
Robert menarik napas dalam-dalam.
"Dan kau tahu apa bagian yang paling berat dari semua ini?"
"Apa?"
"Aku mulai merasa ... aku bukan lagi ilmuwan. Tapi penjaga pintu neraka. Seseorang yang harus berdiri di antara dunia dan kejatuhannya sendiri."
Misel menatap Robert lama, lalu dengan suara pelan tapi tegas, ia berkata, "Kalau begitu ... aku akan berdiri di sampingmu. Menjaga pintu itu bersama. Karena ini bukan hanya formula milikmu. Ini adalah tanggung jawab kita semua sekarang."
Robert menunduk. Matanya berkaca.
Untuk pertama kalinya sejak proyek ini berubah dari penelitian menjadi pertempuran, ia merasa tidak sendiri.
Tak lama kemudian Robert menuju ke laboratorium mini. Robert memutar tablet yang berisi hasil pemindaian spektral dari MR-112\_X. Profesor Carlos duduk di sampingnya, dan Jesika sibuk menyusun laporan untuk Samuel.
“Kita punya kesempatan,” kata Robert sambil menunjuk bagian tertentu. “Kalau mereka menggunakan formula A, maka kita bisa ciptakan counter-sekuens yang menyerang reaksi autokatalitik mereka.”
Carlos mengangguk. “Seperti kunci yang memutar balik gembok.”
“Ya. Tapi untuk itu, kita butuh vektor delivery yang kompatibel dengan sistem injeksi mereka.”
Jesika berdiri. “Kalau mereka pakai peptida alami sebagai vektor, kita bisa pakai analogi reseptor yang sama, lalu mengikatkan RNA penghambat dengan domain anti-stimulasi.”
Carlos tersenyum. “Kau cepat belajar.”
“Kita semua dipaksa cepat sekarang,” jawab Jesika.
Misel masuk ke ruangan membawa dua map. “Samuel sudah mulai mengontak tim Interpol di Den Haag. Tapi mereka perlu bukti fisik. Setidaknya posisi Engelberg harus dipastikan.”
Robert bangkit. “Kita butuh seseorang di sana. Seorang mata. Seseorang yang bisa menyusup dan memberi kita koordinat pasti.”
Denny masuk tanpa mengetuk. “Aku tahu orangnya.”
Keesokan harinya...
Di hanggar kecil di sisi timur Jakarta, Denny memperkenalkan tiga orang: satu mantan agen khusus Jepang, satu ahli logistik bersenjata dari Filipina, dan satu mantan penyusup dari Perancis.
“Tiga orang ini,” kata Denny sambil menyalakan layar peta, “akan menyamar sebagai tim pengantar peralatan medis dari konsorsium farmasi. Kita siapkan identitas palsu, dan alasan pengiriman—modul freezer nano untuk bahan genetika. Nama perusahaan? BioPhage.”
Samuel menyipitkan mata. “Kau yakin bisa lolos?”
“Kita tak perlu masuk ke jantung laboratorium. Cukup ke perimeter Engelberg. Satu dari mereka akan bawa alat pemindai biosinyal mini untuk mengukur aktivitas elektromagnetik dari dalam.”
“Dan jika tertangkap?” tanya Jesika.
“Mereka tahu risikonya,” jawab Denny.
Robert berdiri. “Kalau begitu, kita mulai aktifkan juga counter-sekuens. Amanda dan Carlos bisa mulai uji komputer sekarang.”
Di malam yang sama...
Robert kembali duduk di taman belakang. Tapi kali ini ia memegang tablet, bukan hanya memikirkan penyesalan. Di sampingnya, Misel menyentuh lengannya.
“Bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Misel.
Robert menatap langit yang mulai berbintang.
“Khawatir. Tapi tidak takut.”
“Kenapa?”
“Karena sekarang aku tahu yang ada di sana, hanya punya salinan. Tapi aku punya kunci.”
Ia menunjuk ke layar tablet. “Versi X bukan hanya lebih kuat. Ia juga bisa jadi penetral. Kalau kita berhasil memprogram ulang vektornya, kita bisa buat serum penghambat. Jika mereka menyuntik pasukan dengan MR-112\_A, kita bisa membuat efeknya membalik. Tubuh mereka sendiri akan menolaknya.”
“Seperti sistem autoimun buatan?” gumam Misel.
“Ya. Tapi kita buat hanya aktif saat mendeteksi pola dari versi A. Senjata tak langsung. Kita tak perlu serang mereka. Biarkan tubuh mereka melawan dirinya sendiri.”
Misel mengangguk perlahan. “Luar biasa.”
Robert menyandarkan tubuhnya ke bangku. “Tapi kita tak punya waktu lama. Klaus mungkin akan coba membuat versi permanen. Kalau itu terjadi, bahkan counter yang kita miliki bisa jadi tak cukup.”
Misel menatap Robert lekat-lekat. “Kalau begitu, kita kalahkan mereka sebelum mereka sampai ke sana.”
Mereka berdua terdiam sejenak.
,, biasany org2 yg menciptakan formula/ obat itu untuk menyembuhkan seseorg yg dia sayang