"Mulai sekarang, kau bekerja sebagai istriku," tegas Gyan Adriansyah kepada istrinya, Jasmine.
Nasib sial tengah menimpa sang gadis cantik yang terkenal sebagai bunga desa. Mulai dari beredarnya video syur yang menampilkan siluet mirip dirinya dengan calon tunangan. Terungkapnya perselingkuhan, hingga dijadikan tumbal untuk menanggung hutang ayahnya pada pria tua.
Namun, ditengah peliknya masalah yang terjadi. Takdir kembali mempertemukan dirinya dengan musuh bebuyutannya semasa kecil dengan menawarkan pernikahan kontrak. Jasmine tak punya pilihan yang lebih baik daripada harus menikahi pria tua.
Akan seperti apakah pernikahan mereka? Gyan yang ia kenal dulu telah berubah drastis. Ditambah lagi harus menghadapi ibu mertua yang sangat membencinya sejak lama.
Yuk simak keseruan ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CatVelvet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam satu rumah.
Jasmine kini sudah berada di kediaman suaminya. Makan malam bersama keluarganya dalam satu meja makan membuatnya canggung.
Ia berusaha mengakrabkan diri dengan ibu mertuanya. Namun responnya selalu dingin. Ayah mertuanya terlihat humble namun masih terlihat jarak diantara mereka. Sedangkan Nicole? Dia bersikap dingin seperti ibunya.
Mengakrabkan diri secara sepihak memang melelahkan. Jasmine ke dapur untuk membuat jus tomat kesukaannya. Tiba-tiba Bu Vivian secara bersamaan pun pergi ke dapur meminta pembantu yang bernama Molly untuk membuatkan Tek chamomile kesukaannya.
Bu Vivian menatap Jasmine dengan sinis. Mumpung hanya ada mereka berdua dan pembantu. Bu Vivian tak segan-segan mengeluarkan kata-kata pedasnya.
"Senang ya jadi nyonya sekarang?"
Jasmine menghela napas dalam-dalam sebelum menoleh menatap ibu mertuanya. Mencoba untuk merespon dengan baik.
"Ma, aku menikahi mas..." belum sempat menuntaskan perkataannya tiba-tiba Bu Vivian memotong kalimatnya.
"Nggak usah pembelaan. Bukannya kamu dulu sudah janji sama saya untuk nggak deket-deket lagi sama anak saya? Kenapa kamu melanggar? Dan jangan pernah panggil saya dengan sebutan mama. Saya nggak sudi! Jawab! Kenapa kamu sekarang malah menikah sama anak saya?!"
Jasmine menenggak ludahnya sendiri sebelum mengatakan sesuatu. "Itu karena saya mencintainya," Jasmine menatap mata Bu Vivian dengan harapan agar wanita paruh baya itu mempercayainya. Jasmine tau ini tak mudah.
Bu Vivian menatapnya dengan sinis. "Cih! Alasan klasik! Memangnya aku sebodoh itu percaya padamu. Dasar licik! Tidak ada cinta di matamu untuk putraku. Yang ada hanya memandangnya karena uang. Memangnya berapa yang kamu butuhkan. Sini biar aku kasih asal kamu jangan menempel seperti parasit pada putraku."
Jasmine menghela napas panjang dan. Tanpa sengaja menatap Molly yang sedang menyiapkan teh untuk ibu mertuanya. Pembantu itu mengulum bibir menahan senyum. Jasmine bisa melihatnya dengan jelas dari samping wajahnya. Jasmine mengernyitkan kedua sudut alisnya.
Barusan aku nggak salah lihat. Dia tersenyum mendengar Bu Vivian menghinaku.
"Hey gadis kampungan. Asal kamu tau. Gyan nggak pantas bersanding denganmu. Kamu bukan pasangan yang setara. Dan sampai kapanpun aku tidak akan mengakui hubungan kalian."
Jasmine menatap Bu Vivian sambil berpikir. "Begini, ma. Ah... Bu... aku telah membuat kesalahan di masa lalu dan aku sangat menyesal hari itu. Aku tak punya niat jahat samasekali. Dan aku nggak menikahi mas Gyan hanya karena masalah uang."
Aku berbohong. Memang semua ini karena uang. Tapi aku tak punya pilihan. Aku akan mengembalikan putramu setahun setelah ini.
"Bu... saya menikah dengan mas Gyan karena kami memang saling menyukai. Dan saya nggak keberatan kalau ibu membenci saya untuk saat ini. Suatu saat saya yakin anda akan menyukai saya."
Bu Vivian tertawa sinis. "Jangan harap aku bisa menyukai anak kampungan sepertimu. Aku akan membuatmu berpisah dengan putraku! Camkan itu."
Bu Vivian berlalu meninggalkan Jasmine, diikuti oleh pembantu muda yang membawakan teh kesukaannya. Jasmine sempat melirik sinis pembantu yang bernama Molly itu. Pembantu itu nampak menghindari tatapan Jasmine, masih dengan ekspresinya yang sengaja ditunjukkan menahan senyum melihatnya diperlakukan tidak baik oleh ibu mertuanya sendiri.
Menyebalkan! Ada yang aneh dengan gadis ini. Batin Jasmine penasaran.
Apakah pembantu itu tidak menyukainya? Tapi kenapa? Apa alasannya. Padahal sejak kedatangannya ke kediaman Gyan. Ia sama sekali tak membuat masalah dan ini adalah pertemuan pertamanya dengan pembantu itu.
Akan ku cari tau maksudnya tersenyum seperti itu padaku! Batin Jasmine.
...----------------...
Malam harinya Gyan pulang cukup larut pukul 01:30. Namun sebelum itu, pukul 23:00 Bu Vivian telah menggebrak-gebrak kamarnya dengan kasar agar Jasmine segera keluar dari kamarnya dan menunggu kepulangan suaminya.
Brak! Brak! Brak!
Jasmine membuka pintu kamarnya dengan mengenakan setelan piyamanya. Matanya sudah sayup-sayup terasa kantuk.
"Ya, Bu?"
"Kamu itu mikir nggak sih?? Suami belum pulang bukannya ditungguin malah tidur! Cepat tunggu suamimu diruang tamu! Dasar nggak tau diri, dirumah cuma numpang makan tidur gratis. Nggak heran sih, anak kampungan memang suka yang gratis dan hidup enak. Cepat turun!"
Melihat sikap ibu mertuanya yang semena-mena membuatnya mengerti. Bahwa tujuan ibu mertuanya memilih tinggal bersama adalah untuk menyiksanya dari dekat dan membuatnya segera hengkang dari rumah ini.
Jasmine turun ke lantai 1. Ibu mertuanya meminta pada pembantu untuk mematikan sebagian besar lampu di lantai 1 dan yang tersisa hanya lampu kecil sebagai penerangan yang minim cahaya.
Jasmine kembali menghela napas melihat kelakuan mertuanya. Ia masih mencoba sesabar mungkin. Ini masih hari pertama, ia tidak mungkin menyerah begitu saja.
Ceklek!
Pintu terbuka pukul 01:30. Gyan cukup terkejut melihat rumahnya sudah gelap tak seperti biasa. Ia menyalakan lampu dan cukup kaget saat melihat Jasmine ketiduran di sofa ruang tamu.
Gyan menghampiri istrinya. "Jasmine?" panggilnya setengah berbisik. Namun gadis tak juga bangun. Gyan terpaksa menggendongnya ke kamar.
Ia meletakkan gadis itu dengan hati-hati ke tempat tidur.
"Apa dia memang ingin menungguku? Tsk... Aku merasa ada yang aneh."
Gyan melepaskan dasi dan kancing kemejanya. Jasmine tersadar dan terkejut mengetahui dirinya sudah ada dikasur. Gyan menatapnya keheranan.
"Kenapa? Besok-besok kau nggak perlu menungguku dilantai satu. Apalagi sampai gelap-gelapan begitu."
Apa harus ku ceritakan bagaimana sikap ibunya?
"Iya," Jasmine memilih bungkam tuk sementara.
"Besok, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Kemana?"
"Ikuti saja, hari ini aku lelah. Pijati aku sebentar."
Jasmine yang hampir menutup tubuhnya dengan selimut, terkejut. Ia kembali dengan posisi duduk.
"Kenapa? Nggak mau? Ini termasuk dalam pekerjaan istri."
Jasmine langsung menuruti tanpa membantah sedikitpun.
"Ya sudah, lepas pakaianmu."
Kini Gyan yang merasa gugup. Ia hanya memakai kaos dalam dan kemeja yang masih ia kenakan meski kancingnya sudah dilepas.
Melihat Gyan yang kini terdiam ragu-ragu membuat Jasmine gemas. "Ayo cepat lepas!"
Gyan menelan ludah dan mulai melepas kemejanya. Kenapa jadi justru ia yang gugup.
"Lepas itu juga," ucap Jasmine menunjuk kaos dalamnya.
"Memangnya yang ini harus dilepas juga?"
"Tentu saja. Kalau kamu nggak mau lepasin. Biar aku yang lepasin," ucap Jasmine maju melepasnya dengan paksa hingga akhirnya mereka jatuh diatas kasur.