Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawa Itu Menjadi Duka
Dokter Aziz memberi penjelasan kepada Daniel mengenai kondisi si janin. Daniel hanya mengangguk mendengarkan tanpa ingin menyela. Apalagi kepalanya masih terasa pusing. Dirinya tak begitu fokus mendengarkan lebih tepatnya. Diam-diam Dokter Aziz melirik Kinan yang mana duduk di samping Daniel. Sesekali menggelengkan kepala meminta Dokter Aziz untuk menepati janji, tidak memberi tau Daniel tentang kondisi bayi mereka.
Bagaimana kalau bayi ku kenapa-kenapa? Kalau dia tau aku takut dia ga terima. Tidak mungkin aku melahirkan bayi cacat, Ya Allah jangan lagi aku di beri cobaan.
Kinan melirik Daniel dengan wajah sedih lagi penuh sesal. Sejujurnya Kinan malah menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga perutnya tadi.
"Terimakasih Dokter." Kinan bangkit di ikuti Daniel setelah dokter Aziz selesai memberi penjelasan.
"Nanti ibu cek kandungan lagi, untuk memastikan semua baik-baik saja. Kalau sudah merasa enakkan ibu dan bapak boleh pulang." Pesan Dokter Aziz sembari menyalami keduanya.
"Baik Dokter, terimakasih, kami permisi." Daniel undur diri meninggalkan ruangan dengan menggandeng Kinan, berjalan amat hati-hati apalagi badan mereka sebenarnya masih terasa nyeri.
"Maafin aku ya, Tadi aku ga hati-hati." Kata Daniel penuh sesal. Otaknya kembali mengingat kejadian di mana mobil terperosok.
"Ga papa A, semua sudah terjadi, yang paling penting kita selamat."
"Kita rahasiakan ini dari bunda dan ayah ya, Aku ga mau mereka kepikiran. Aku juga takut di marahin." Daniel tertawa renyah entah kenapa semua menjadi lucu.
Kinan melirik Daniel bingung apalagi ada tawa renyah di sana, padahal mereka baru saja terkena musibah. Tapi Kinan tiba-tiba ikut tertawa seperti ada yang menggelitik di perutnya.
"Aa ih," Kinan mencubit perut Daniel karena Tah tahan dengan suara tawa sang suami. Akhirnya keduanya berjalan ke luar rumah sakit sembari tertawa.
Di luar rumah sakit, Daniel dan Kinan di sambut oleh beberapa orang dua di antar mereka adalah pengurus vila. Pak Saleh dan Bi Teti. Mereka suami istri di mana mereka sudah mengurus vila Matahari 10 tahun lamanya.
"Den Daniel dan Neng Kinan ga Papa?" Tanya pak Saleh khawatir. Akan tetapi wajahnya nampak lebih pucat. Sebenernya wajah semua orang. Daniel dan Kinan memperhatikan wajah mereka mungkin karena panik respon mereka terlihat berlebihan, itu pikir mereka.
"Saya dan istri saya Alhamdulillah sudah lebih baik pak, terimakasih." Sahut Daniel, Sedikit merasa tidak enak karena pasti dirinya sudah membuat khawatir dan juga sudah mengakibatkan kerusakan untuk itu Daniel berkata. " Saya akan bertanggung jawab atas apa yang sudah saya lakukan, bapak-bapak tenang aja. Saya tidak akan lepas tanggung jawab."
Para warga bukan mengangguk atas apa yang sudah Daniel katakan, akan tetapi mereka kebingungan mau memulai dari mana prihal laporan pak polisi tadi. Tapi tidak ada waktu jika harus diam apalagi keluarga Daniel tengah dalam kemalangan..
"Pak Saleh?" Salah satu warga melirik Pak Saleh memintanya untuk menyampaikan informasi.
Daniel dan Kinan melirik bingung tingkah orang-orang di hadapannya itu.
"Ada apa Pak? Tanya Daniel jelas penasaran.
Pak Saleh menatap Daniel dan Kinan bergantian. Merapatkan kedua tangan yang terus berkeringat dingin.
"Mohon maaf Den, tadi kami di beritahu oleh pak Polisi, katanya mobil Bapak Arman mengalami kecelakaan,"
"Astaghfirullah." Kinan menutup mulut tak percaya.
Daniel mematung sesaat. "Kecelakaan?"
Pak Saleh mengangguk membenarkan. "Sekarang keluarga Den Daniel berada di RSUD setempat."
Daniel segera berlari kencang, Meninggalkan semua orang termasuk Kinan. Warga dan Pak Saleh menyusul Daniel mengingat mobil milik warga ada di area parkir.
"Mari Neng," Bi Teti memapah Kinan yang menangis, tubuhnya yang masih terasa sakit bergetar saking terkejutnya.
"Ya Allah, lindungi mereka ya Allah, jangan lagi ada air mata ya Allah." Kinan komat-kamit berselang dengan tangisan. Sedangkan Bi Teti memilih diam dan ikut mendoakan.
"Den Daniel, bapak mohon Den tunggu sebentar, mobil Pak Anto lagi di ambil dulu Den." Pak Saleh menarik Daniel yang akan menyebrang, Yang Daniel rasakan dirinya seperti tak terkendali. Otaknya tak bisa bekerja bahkan Kinan sang istri di lupakan.
"Ya Allah, lindungi keluarga ku ya Allah. Lindung mereka ya Allah. Seharusnya tadi Daniel ikut, Bunda, Ayah, Tante, om, Tamara Dea, Sinta. Lindung mereka ya Allah." Daniel meracau, menatap langit yang gelap gulita. Air matanya mengalir di pipinya yang dingin, Kepala yang berdenyut sakit bahkan tak di hiraukan Daniel.
Pak Saleh yang terus menggandeng Daniel tak sanggup lagi bersuara, Apalagi kenyataan ada dua korban meninggal. Kalau di beri tahu Daniel pasti akan lebih panik.
Biar nanti saja Den Daniel ke rumah sakit, biar Den Daniel tau sendiri kalau ada dua orang yang meninggal.
Pak Saleh membatin sambil terus memegangi tangan Daniel.
Mobil warga muncul, Kinan masuk terlebih dahulu di susul Daniel dan pak Saleh. Dengan kecepatan lumayan tinggi Mobil membelah jalanan yang mana tidak terlalu ramai dan hujan deras berganti hujan rintik, hasilnya memudahkan mobil sampai RSUD lebih cepat.
Mobil berhenti di lobi RSUD, Daniel tak membuang waktu, dirinya berlari menuju IGD di ikuti Pak Saleh sedangkan Kinan keluar dengan di papah bi Teti. Sisa warga yang ikut memilih di luar menunggu.
Di pintu masuk IGD, Daniel melihat beberapa polisi yang berjumlah lebih dari 3 orang.
"Pak polisi, saya keluarga yang tadi kecelakaan? Bagaimana kondisi keluarga saya pak?" Daniel kalang kabut, menahan tubuhnya untuk tetap kokoh di saat rasa lemah akibat goncangan yang tak bisa di tahan.
"Keluarga pak Arman?" Tanya Pak polisi.
Daniel mengangguk. "Boleh saya masuk pak? Saya ingin melihat keluarga saya."
Kinan datang dengan perasaan tak karuan, kepanikan tak bisa hilang dari wajahnya. Apalagi ada beberapa polisi tengah berbicara dengan Daniel.
"Silahkan pak, Tapi saya ingin memberi tau kalau dua korban meninggal di tempat kejadian."
"Inalillahi, ya Allah." Daniel tak kuasa menahan tangis. Tubuhnya oleng sampai Pak Saleh harus menopangnya.
"Ya Allah," Kinan tak luput dari rasa sedih, menangis dalam pelukan Bi Teti yang mana dirinya sudah mengetahui kabar buruk itu..
"Atas nama, Sinta Dan Pak Teo. Keduanya mengalami luka parah di kepala." Jelas pak polisi.
Daniel ambruk pun Kinan, keduanya menangis kencang mendengar kabar dari pak polisi..
"Ayah, ya Allah ayah," Daniel merintih sedih. Menepuk-nepuk dada yang terasa sakit.
"Ya Allah, astaghfirullah, Ayah, Sinta, ya Allah," Kinan mulai merasakan dadaknya sesak dan pandangannya mulai kabur sampai ia tak sadarkan diri.
"Neng Kinan, Neng." Bi Teti panik melihat Kinan pingsan.
Pak polisi yang lain segera mengangkat Kinan untuk di bawa ke dalam ruang IGD di ikuti Bi Teti.
"Keluarga bapak yang lain ada di ruang ICU, mereka dalam kondisi kritis. Mari bapak saya antar." Pak polisi mengangkat Daniel yang lemah, memapahnya untuk menemui Dokter.