Arumi Yudistira seorang wanita yang penyabar. setiap ada masalah dalam rumah tangga selalu dia hadapi dengan sabar.
akan tetapi, untuk masalah kali ini tidak bisa membuat Arumi untuk lebih bersabar lagi. Hingga Arumi memilih untuk pergi meninggalkan suaminya yang tak kunjung ada perubahan.
lalu bagaimana reaksi Gibran iskandar yang mengetahui istrinya pergi meninggalkan nya?
Akankah Gibran mengejarnya? atau membiarkan nya?
yuk simak kisah ini sampai habis yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razi Maulidi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
Bab. 25
Arumi benar-benar menegang saat ini. Pertanyaan yang sebenarnya tidak bisa ia jawab dengan sempurna. Maka dengan ragu dan asal asalan ia jawab.
"Iya, baiklah aku terima tawaran ini. Tentang kapan itu waktunya itu terserah kalian para orang tua. Aku hanya punya Bibi sebagai pengganti ibu."
Mendengar ucapan Arumi yang sedemikian rupa membuat hati sang Bibi terenyuh. Bibi tidak menyangka, sosok Arumi yang keras kepala ternyata begitu menghormatinya.
Setelah Arumi bicara demikian, ia langsung pamit keluar.
"Ar, tunggu!"
"Ada apa?"
"Aku tau ini berat untukmu, tapi kenapa kamu menerimanya jika masih terasa belum sanggup."
"Bukankah kau juga senang dengan pendapat ini? Sangat terlihat dari senyummu. Jadi, untuk apa kamu bertanya,"
Bagai tersiram air panas. Pak Alex yang tiba-tiba menjadi panas. Ternyata rasa marah Arumi terpengaruh baginya. "Kamu marah? Ayo, mari masuk kembali dan batalkan lagi semua itu."
"Untuk apa? Bukankah mereka senang dan kamu juga. Sudahlah. Aku sudah capek, aku tidak ingin berdebat."
***
Hari demi hari, Arumi sering kali tidak menggubris kehadiran pak Alex di sisinya. Walaupun berbagai macam cara pak Alex merayu nya. Arumi melihat rekaman di ponsel temannya yang menunjukkan Gibran langsung melayangkan tinju ke arah pak Alex. Arumi hanya diam saja.
Esok harinya, Arumi berangkat lebih awal. Di kejutkan saat ia tiba di pagar kantor, Gibran sudah lebih dulu berdiri di sana.
"Arumi. Kita perlu bicara."
"Mau bicara apa?"
"Tapi tidak di sini! ayo, ikuti aku."
"Aku tidak bisa ikut. Masih banyak pekerjaan yang menungguku."
"Ayo, ikut. Hanya sebentar saja."
Akhirnya Arumi mengalah dan memilih untuk ikut dengannya. Setelah setengah perjalanan, Arumi baru sadar ternyata Gibran membawanya di tempat yang sepi.
"Kenapa kau membawaku ke sini? Apa maksudmu?" tanya Arumi menghentikan motornya.
Gibran pun ikut menghentikan motornya dan turun kemudian mendekati Arumi dalam keadaan masih heran dan bingung.
Cup...
Sekilas, namun terasa.
Gibran mengecup bibir ranum Arumi dengan lembut.
"Apa yang kau lakukan? Kamu bilang ingin bicara, kamu ingin bicara apa Gibran."
Kali ini, Gibran melumat bibir indah itu dengan mesra. Ada rasa kerinduan kala menyentuh bibir indah itu kembali. Arumi sempat memberontak, namun, tenaganya kalah jauh dengan Gibran. Pria itu mengunci tangan Arumi yang berusaha memberontak. Gibran kini melumatnya semakin dalam. Satu gigitan hebat yang di berikan Arumi hingga Gibran menjerit. Begitu tangannya terlepas Arumi menamparnya dengan begitu keras.
Plakkk...
"Beraninya kau melakukan itu padaku.!"
"Aku merindukanmu, Arumi."
"Hah! Rindu? Kenapa sekarang? Dulunya kau tidak pernah rindu!"
Gibran kembali mendekat dan ingin memeluknya lagi, akan tetapi, Arumi lebih dulu menendang nya tepat di bagian telurnya. Hingga Gibran menjerit kesakitan. Begitu ada kesempatan, Arumi langsung melarikan diri dari kolongan tempat sepi itu.
Begitu tiba di kantor, hati Arumi berdegup begitu kencang. Ia berusaha mengatur nafasnya supaya tidak di ketahui oleh temannya itu.
"Kamu kenapa, Ar?" tanya Mika yang tiba-tiba datang dari belakangnya.
"Eh Mika. Aku tidak apa-apa. Apa aku telat?"
"Tidak kok. Oh iya, nanti kamu ada rapat dan pak Alex ingin kamu segera ke ruangannya untuk mempersiapkan untuk rapat nanti."
"Oke! Baik, aku datang."
Arumi pun bergegas menuju ke ruangan pak Alex.
"Duduklah!"
"Kenapa ada rapat mendadak?"
"Atur nafas dulu dong. Memangnya kenapa sih sampai bernafas pun seperti itu. Kamu takut aku memaksamu?"
"Ehh tidak kok. Kenapa aku harus takut. Katakan saja kamu memang memaksaku untuk bersamamu."
Pak Alex tersenyum lebar penuh arti.
"Hmmm oke, tidak apa-apa."
Pak Alex lantas mengerutkan keningnya.
"Apa maksudmu?"
"Ahh lupakan. Ada rapat tentang apa nanti?"
Pak Alex pun menceritakan pola rapat untuk nanti siang. Arumi menyimak pembicaraan tersebut dengan baik dan teliti.
Jauh di lubuk hati pak Alex masih tersimpan rasa penasaran dengan ucapan Arumi yang tadi di bilangnya tidak apa-apa. Apa maksudnya itu? Dan Arumi sekarang bicara lebih santai daripada sebelumnya. Ada apa ini? Masih begitu banyak pertanyaan yang keluar di pikiran pak Alex.
Satu minggu berlalu, tampak Arumi semakin dekat dengan pak Alex dan bahkan di depan Gibran. Melihat dua orang pasangan baru itu membuat Gibran hilang arah. Ia marah besar hingga temannya yang duduk dekat dengannya jadi sasaran.
"Hey, bro. Kamu kenapa sih? Ini aku mau kamu ngapain? Sakit tau!" setelah teriakan temannya itu barulah Gibran tersadar.
"Ehh maaf, maaf. Aku tidak sengaja."
"Lagian, kamu kenapa sih?"
"Dia mantan istriku. Sudah berulang kali aku bilang menyesal dan minta maaf, aku bicara dengannya baik-baik dan ingin melanjutkan rumah tangga kembali seperti dulu. Tapi dia malah tidak memberiku harapan. Kini dia malah bersama pria lain! Sialan!"
"Hmmm begitu ya? Mungkin sudah sering kali dia beri kamu maaf hingga membuat dia muak akan tingkah yang berulang."
"Iya, mungkin. Memang aku yang salah dan khilaf. Tapi, tidak bisakah dia memaafkan ku sekali lagi? Apa yang harus ku lakukan sekarang?"
Gibran terlihat semakin frustasi hingga menjambak rambutnya sendiri hingga berantakan.
"Jika kamu masih punya cinta dan sayang. Iya, kamu rebutlah kembali. Jangan biarkan dia di ambil orang lain dan bicaralah baik baik dengannya. Mungkin dia masih bisa beri kamu maaf."
Mendengar lantunan itu membuat Gibran kembali bersemangat. Ucapan temannya itu mungkin berguna untuk dirinya. Kini, Gibran harus melangkah lebih cepat sebelum Arumi di dahului pria lain. Ia harus mendapatkan kembali cintanya.
Banyak orang sekitar membicarakan bahwa hubungan pak Alex dan Arumi begitu serasi, yang membuat Gibran sekali lagi lengah dan marah.
Namun, semua itu dia tahan karena ada sesuatu rencana yang ia rencanakan.
Arumi dan pak Alex kini masuk ke dalam ruangan kakaknya pak Alex untuk rapat. Hingga
Rapat berakhir, syukurlah rapat kali ini berjalan dengan lancar.
"Arumi! Kita perlu bicara! Kamu tidak bisa terus menghindar dariku."
"Aku tidak menghindar. Kamu saja yang berlebihan, tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. Semuanya sudah selesai di antara kita."
"Iya, oke! Memang aku yang mulai semua itu, aku juga yang mengakhirinya. Bukan dengan cara seperti ini, Ar. Bisakah kita bicara baik-baik tentang hubungan kita. Aku janji, kali ini aku akan berubah. Aku mengaku, aku salah."
"Sudahlah! Itu sudah berlalu dan biarkan saja berlalu."
Arumi melangkah keluar dari gedung tinggi itu dan di ikuti pak Alex di belakang nya.
Gibran pun segera meraih tangannya supaya Arumi menghentikan langkahnya. Tiba-tiba Gibran langsung memeluknya erat. Arumi memberontak dan berusaha melepaskan diri.
"Urusan kita. Hubungan kita sudah berakhir."
"Mas Alex, ayo! Katanya mau urus pernikahan. Ayo! Buruan,"
Pak Alex mematung kala Arumi berkata demikian.
Bersambung...
Kalo ada typo di komen aja ya... Kalian bebas beri kritikan tentang cerita ini. Terimakasih semoga kalian selalu betah dan selalu baca cerita ini. Maaf jika ada kata yang tidak enak menurut kalian baca, bisa kasih saran aja ya...
Yuk lanjut bab 26...