Mengejar Cinta Mantan Istri
Sudah cukup. Semuanya sudah cukup! Derita yang di alami Arumi sungguh sudah tak dapat di bayar.
Gibran Iskandar terus saja meminta maaf ketika istrinya memergokinya selingkuh. Dan Arumi tetap saja memaafkannya.
Akan tetapi, semua itu hanya kata kata maaf saja bukannya ada perubahan.
"Dasar wanita bodoh! Mau saja aku tipu dan aku bodohi!"
Itulah umpetnya yang keluar setiap saat Arumi memaafkannya.
Ada ya pria tak tau diri seperti Gibran?
Tidak ada sedikitpun rasa menyesal dan rasa bersalah menghampiri nya.
Kesalahan yang sama terus saja terulang hingga membuat Arumi muak.
Melihat tidak ada reaksi dari istrinya, membuat dia bersujud di kaki Arumi yakni meyakinkan istrinya bahwa dirinya benar yakin meminta maaf.
Sungguh ucapan manis yang di lontarkan Gibran yang selalu meluluhkan hati Arumi.
Akan tetapi, Arumi hanya diam saja di tempat dengan tatapan dan senyum menyeringai.
"Taukah kau, tanpa kau sengaja dan tanpa kau sadari kau sudah bersujud padaku. Yang jadi gengsinya kau itu apa juga? Kau terus mengejekku, kau terus menghinaku, kau terus menyia nyiakan ku. Kau lihatlah! Siapa yang bersujud di kaki siapa?"
Ucap Arumi yang sudah sangat kesal dan menepis tangan Gibran yang sudah sedari tadi menyentuh kakinya.
Ucapan Arumi mampu membangun sifat asli yang selama ini dia tanam rapat rapat.
"Kau sok sekarang! Kau pikir aku bersujud pada kau hah? Mimpi kau! Kau pikir aku sudi? Kau bersikap seperti ini sekarang ini padaku! Kau pikir kau bisa ke mana tanpaku hahh! pekik Gibran dengan emosi yang sudah tersulut tinggi.
Walaupun baru kali ini, Arumi mendengar ucapan kasar keluar dari mulut suaminya. Namun, tidak sedikit pun membuat Arumi merasa takut dan terkejut.
"Wahh,,, ada apa dengan dirimu sekarang mas? Kenapa sekarang kau bicara kasar begitu? Tidak seperti biasanya!" picik Arumi dengan menyunggingkan senyum licik.
Dia terus menautkan keningnya dan terheran dan menatap terus ke arah suaminya itu.
Dengan emosi yang sudah memuncak di ubun ubun, Gibran bergegas pergi dari rumah itu yakni menenangkan pikirannya.
Ia banting pintu dengan keras hingga membuat Arumi terkejut. Namun, Arumi tetap tak gentar.
Dia pikir hanya dia yang bisa emosi! Dia belum tau bagaimana jika aku sudah emosi!" hardik Arumi setelah Gibran pergi.
Rumah yang mereka tempati memang rumah berdua. Namun, Arumi sungkan mengurus soal rumah.
Arumi terus memasukkan semua bajunya ke dalam tasnya yang ukuran besar. Di tengah-tengah persiapan barang barang nya, mungkin karena sudah kecapean dan Arumi tertidur lelap di ranjangnya.
Hingga hari menjelang sore, matahari sudah terbenang. Tandanya hari sebentar lagi mau magrib. Gibran kembali pulang ke rumah.
Ia sungguh berharap bahwa istrinya sudah reda emosinya dan bisa di ajak bicara baik baik.
Betapa terkejutnya, dirinya melihat tas besar milik Arumi terletak di depan pintu kamarnya.
Gibran mendekat dan membuka tas itu, dan benar saja isi tas itu adalah baju baju nya Arumi.
Matanya menelisik. Mencari sosok istri yang entah dimana.
Gibran bergegas mencari, ia melusuri dapur dan halaman belakang. Tapi hasilnya, Arumi tidak ada di sana.
Di sana, Gibran hampir saja putus asa. Tiba-tiba ia teringat bahwa dirinya belum memeriksa kamarnya.
Cklek...
Knop pintu di putar dan pintunya mulai terbuka. Ia menangkap seseorang yang di cari carinya sedang tertidur di sana.
Gibran melangkah masuk dan merapikan selimut untuk Arumi.
"Selamat tidur. Semoga saja bangun esoknya kau jauh lebih tenang." ucap Gibran sembari mengusap kepala istrinya pelan.
Gibran kembali ke luar kamar dan mengambil tas besar itu dan mulai merapikan kembali baju baju Arumi ke dalam lemari.
Namun, baru saja ia membuka tas itu Arumi langsung terbangun dan melihat ke samping.
"Kau! Ngapain kau membuka tas ku?" tanya Arumi dengan lantang.
"Ohh suara tas ini membuatmu terbangun, maaf. Baiklah aku akan pelan, kamu lanjut tidur lagi aja sana." ucap Gibran dengan berusaha lembut.
Arumi menaikkan alisnya tidak mengerti kenapa suaminya kembali bicara lembut.
"Chh! Aku sudah selesai bersiap. Tadi aku hanya ketiduran saja. Awas! Aku mau ambil tas ku!"
Arumi melihat jam di tangannya, ternyata sudah malam. Ia bergegas ke kamar mandi dan mengambil wudhu lalu shalat magrib di sana. Setelah shalat ia langsung merapikan kembali mukenanya dan memasukkan kembali ke dalam tasnya.
Setelah di rasa semuanya sudah siap. Ia mulai mengangkat dan menyeret tas itu keluar. Ia membiarkan Gibran berdiri mematung di sana.
Tas itu memang berat, sehingga dirinya tidak bisa mengangkat tas itu dan dia cukup menyeret tas itu keluar.
Namun, walaupun sulit. Tidak sedikitpun ia menoleh dan meminta bantuan suaminya.
Setelah terasa cukup melelahkan, akhirnya tas itu berhasil di bawa keluar rumah.
"Keliatannya sangat berat." picing Gibran setelah itu.
"Lalu?"
"Surat rumah ini dimana? Dan juga kunci kereta. Kamu tidak boleh membawa semuanya."
"Surat rumah ada di kamar dalam laci paling atas. Kunci kereta ada tuh di tempat biasa di letakkan." jawab Arumi sambil menunjukkan jari ke arah gantungan kunci di dalam rumah itu.
Gibran hanya mengangguk. Tak lama kemudian, taxi yang di pesan pun tiba. Arumi tampak kesusahan mengangkat tas itu ke dalam bagasi taxi itu. Gibran ingin membantunya, akan tetapi, supir taxi itu lebih dulu cepat tiba dekat Arumi dan membantunya memasukkan tas besar itu.
Arumi pun masuk dan mobil itu segera tancap gas berlalu dari rumah itu.
Gibran yang melihat aksi nekat Arumi membuat dirinya terpaku di tempat.
"Tunggu saja akan di panggil di pengadilan. Dan kau harus datang."
Itu kata kata yang di ucapkan Arumi terakhir kalinya.
"Aku yakin palingan juga cuma satu minggu dia bisa betah tinggal sendiri. Tunggu saja di saat uangnya sudah habis dan dia akan kembali lagi kesini. Bisa apa dia tanpaku!" tukasnya dengan sinis.
Gibran tampak tak begitu peduli Arumi pergi atau tidak. Tadinya iya, dirinya kembali menata baju nya Arumi ke dalam lemari untuk mencegah perginya istrinya itu.
Gibran tampak begitu yakin bahwa Arumi akan balik lagi ke rumah itu setelah ia merasakan hidup sendiri.
Pernikahan mereka memang di jodohkan, tapi tak lama setelah menikah akhirnya mereka saling mencintai satu sama lain.
Belum begitu lama mereka membina rumah tangga dan sudah begitu di hancurkan oleh Gibran seorang. Namun, Arumi masih saja ingin mempercayai nya.
***
Arumi berhenti di sebuah rumah kontrakan yang tidak cukup luas. Tapi rumahnya terlihat begitu rapi dan elegan. Untung saja dia belum punya anak. Pikirnya.
Gibran lah yang ingin menunda untuk cepat punya momongan dengan alasan belum siap, atau belum cukup uang tabungan dan lain-lain.
Arumi hanya menurutinya saja, walaupun dirinya sedih karena tetap sendiri padahal sudah lama menikah.
Akan tetapi, sekarang dirinya baru menyadari bahwa beruntung nya dirinya karena harus berpisah dengan seorang diri.
BERSAMBUNG...
Lanjut ke bab 2...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ☠ᵏᵋᶜᶟɳҽ♋Ꮶ͢ᮉ᳟
semoga gibran introspeksi diri
2024-09-27
0
Musniwati Elikibasmahulette
salam thoor
2024-08-08
0