Aozora Jelitha, dikhianati oleh calon suaminya yang ternyata berselingkuh dengan adiknya sendiri. Padahal hari pernikahan mereka tinggal menunggu hari.
Sudah gagal menikah, ia juga dipaksa oleh ayah dan ibu tirinya, untuk membayar utang-utang papanya dengan menikahi pria yang koma,dan kalaupun bangun dari koma bisa dipastikan akan lumpuh. Kalau dia tidak mau, perusahaan yang merupakan peninggalan almarhum mamanya akan bangkrut. Pria itu adalah Arsenio Reymond Pratama. Ia pewaris perusahaan besar yang mengalami koma dan lumpuh karena sebuah kecelakaan.Karena pria itu koma, paman atau adik dari papanya Arsenio beserta putranya yang ternyata mantan dari Aozora, berusaha untuk mengambil alih perusahaan.Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba Aozora mengambil alih kepemimpinan untuk menggantikan Arsenio suaminya yang koma. Selama memimpin perusahaan, Aozora selalu mendapatkan bantuan, yang entah dari mana asalnya.
Siapakah sosok yang membantu Aozora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyampaikan uneg-uneg
"Selamat ya atas pernikahanmu!" ucap Amber seraya memeluk tubuh Aozora.
"Iya, Tante!" sahut Aozora yang sebenarnya masih belum menyangka kalau sekarang dia sudah menjadi seorang istri.
"Kenapa masih panggil, Tante? Kamu panggil aku mama, karena sekarang kamu sudah jadi menantuku. Dan satu hal lagi, kamu tidak perlu sungkan padaku ya. Kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja!"
Aozora tidak menjawab sama sekali. Namun, wanita itu menganggukkan kepala, mengiyakan.
"Ya udah, berhubung sekarang kamu sudah sah menjadi istri putraku. Itu berarti kamar ini juga kamar kamu. Kamu istirahat dulu, aku akan keluar!" pungkas Amber seraya beranjak pergi.
Setelah Amber benar-benar sudah pergi, Aozora menoleh kembali ke arah Arsenio. Ia pun mendekat dan duduk di tepi ranjang, sangat dekat dengan tubuh Arsen.
"Hai, Arsen! Aku tahu kalau kamu memang belum bangun dari komamu, tapi aku pernah baca, walaupun orang itu dalam keadaan koma, tapi telinganya masih berfungsi untuk mendengar. Mudah-mudahan kamu juga mendengar apa yang aku katakan," Aozora mulai mengajak bicara, Arsenio yang masih setia menutup matanya.
"Kenalkan aku Aozora. Gadis yang dijual oleh papanya sendiri untuk membayar utang pada keluargamu. Sudah dijual, calon suamiku selingkuh dengan adikku sendiri, sedih kan? tapi tenang saja, aku kuat kok," Aozora berucap sembari tersenyum getir.
"Oh ya, kita baru saja sah menjadi suami istri. Kamu pasti kagetkan? Sama aku juga. Nanti kalau kamu bangun dari koma, mungkin kamu akan kaget sudah punya istri, dan mungkin saja kamu aku menuduhku mau menikah denganmu hanya karena kamu kaya. Karena memang mustahil sih ada seorang wanita yang mau menikah dengan laki-laki koma dan lumpuh seperti kamu, iya kan? Tapi kalau kamu mengira karena aku mencintai, tidak juga. Karena tidak mungkin kan mencintai orang yang tidak dikenal?" sambung Aozora lagi yang diakhiri dengan embusan napas, berat.
"Tapi, kamu tenang saja. Aku mau menikah dengan kamu bukan karena hartamu.Tapi, seperti yang aku katakan tadi, aku dijual karena papaku banyak utang. Lagian, aku tidak punya pilihan, kalau aku tidak mau menikah, otomatis perusahaan almarhumah mamaku, akan bangkrut dan aku tidak mau itu terjadi. Walaupun memang sekarang mama tiriku sudah mengalihkan perusahaan itu atas nama adikku itu. Tapi, aku berniat untuk merebutnya kembali dengan caraku. Aku yakin kalau aku pasti bisa, karena aku tidak akan pernah rela, mama yang meninggal karena stres akibat diselingkuhi, dan sekarang mereka juga mengambil alih perusahaan mama. Aku tidak mau membuat mama bersedih di alam sana. Apa kamu mau membantuku?" Aozora terlihat seperti orang bodoh yang mengajak seseorang bercengkerama yang sudah dipastikan tidak akan memberikan respon sedikitpun atas apa yang baru saja dia bicarakan.
Aozora kembali terdiam beberapa saat, menatap intens ke arah wajah tampan Arsenio. Entah bisikan dari mana, tangan wanita itu tiba-tiba terulur menyentuh wajah Arsenio, mulai dari pipi, lalu berpindah ke hidung. Tiba-tiba, Aozora tersentak kaget, karena dia merasa kalau pria yang sedang berbaring itu seperti menggerakkan kepalanya, seakan kaget ketika ada yang menyentuh pipinya.
"Eh, apa yang aku rasakan tadi? kepalanya benar-benar bergerak kan?" gumam Aozora, yang tentu saja masih bisa terdengar.
Untuk memastikannya, Aozora kembali menyentuh pipi suaminya itu. Namun, kali ini tidak ada pergerakan sedikitpun dari pria yang masih menutup mata itu.
"Hmm, apa yang tadi hanya perasaanku saja ya? Buktinya sekarang dia tidak bereaksi lagi," gumam Aozora.
"Arsen, aku bisa memanggilmu Arsen kan? Atau apakah harus ada embel-embel tuannya? Ah, mumpung kamu belum bangun, aku panggil kamu Arsen saja deh. Kalau kamu sudah bangun, pasti nanti kamu akan memerintahkanku memanggilmu Tuan, Arsenio, iya kan?" Aozora tertawa kecil.
"Oh ya, aku cuma mau bilang, walaupun aku tiba-tiba menjadi istrimu dan bahkan belum mencintaimu, aku akan berusaha untuk menjadi istri yang baik. Kamu cepat bangun ya, kasihan mama kamu!" Aozora kembali mengajak Arsenio untuk bicara, walaupun dia tahu kalau tidak akan mungkin ada tanggapan dari pria yang sudah menjadi suaminya itu.
Cukup lama, Aozora mengajak Arsenio yang sedang koma, bercengkerama. Tapi lebih tepatnya bisa disebut Aozora berbicara satu arah, tanpa adanya respon dari lawan bicara. Sepertinya wanita itu memanfaatkan Kondisi Arsenio yang koma untuk meluapkan semua keluh kesahnya, yang selama ini hanya dia simpan di dalam hati guna mengurangi rasa sesak di dalam hatinya. Kalau dulu satu-satunya tempat dia berkeluh kesah itu adalah Dimas, mantan tunangannya. Namun, sekarang itu sangat mustahil mengingat kalau pria itu sudah bersama dengan adiknya sekarang.
"Maaf ya, aku sudah cerewet! Kamu pasti bosan mendengar ceritaku dari tadi, yang sama sekali tidak ada yang seru. Tapi, mumpung kamu belum bangun, jadi aku puaskan saja cerita, karena nanti kalau kamu sudah bangun, belum tentu kamu mau mendengarkan aku bercerita. Iya kan? Pasti iya, jawabnya," Aozora bertanya sendiri dan ia pun menjawab sendiri.
"Oh ya,semua uneg-unegku sudah aku katakan, dan sekarang aku sudah sedikit lega, walaupun memang kamu tidak menanggapi sama sekali. Tapi, tidak apa-apa, karena kalau kamu bangun pun belum tentu kamu mau menanggapi, iya kan? Sekarang, aku sudah capek dan mau istirahat, tapi sebelumnya aku mau mandi dulu, biar istirahatnya enak. Aku boleh pinjam kamar mandi kamu kan?" Aozora diam, seakan sedang menunggu jawaban dari suaminya itu.
"Kamu diam, aku anggap kamu mengizinkan ya? Makanya bangun, biar bisa melarangku. Selama kamu tidak bangun, jangan salahkan aku, memakai kamar mandimu sesuka hatiku. Aku mandi dulu ya!" Aozora berdiri dari tepi ranjang dan melangkah menuju kamar mandi.
Setelah pintu kamar mandi tertutup, tiba-tiba kelopak mata Pria yang terbaring itu terbuka dan langsung menoleh ke arah kamar mandi.
Tbc