Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FOTO MASA KECIL
Mereka semua menikmati makan malam bersama, Natta duduk di antara Suri dan Sofi. Elizah terus tersenyum melihat wajah kesal suaminya. Suara pintu kembali diketuk, Sofi bangkit.
“Itu mas Adit, katanya mau ikut makan malam juga di sini.”
Natta terbelalak dan Sofi pergi untuk membukakan pintu. Elizah tersenyum dan Natta mendesah pasrah.
Adit membawa makanannya, dia duduk di samping Elizah. Tentu, Natta tidak suka melihatnya.
Mereka begitu bersemangat, bercanda dan tertawa. Natta terpesona melihat kegembiraan di wajah cantik istrinya. Elizah menikmati momen kebersamaan malam ini. Setelah selesai makan, mereka berebut mencuci tangan kecuali Natta yang sudah menyelesaikan makan malamnya duluan.
Elizah mengusap-usap kerudungnya yang basah karena ulah jahil Suri. Natta menyambut kedatangannya, melihat percikan air di kening Elizah kemudian menyeka dengan tangannya. Elizah diam, seolah sudah terbiasa dengan sentuhan Natta. Mereka tidak menyadari Sofi yang melihat situasi di antara mereka, wajah Sofi berubah melihat betapa dekatnya mereka berdua. Sesaat, dia tersenyum dan tidak curiga sama sekali dan menganggap bahwa Natta memang sosok penyayang.
“Sama adiknya saja dia begitu apalagi kalau sama istrinya,” gumamnya dalam hati.
Para gadis masuk ke kamar Elizah, entah apa yang mereka bicarakan sementara Natta dan Adit di balkon.
“Bagaimana rasanya tinggal berdua dengan saudara laki-laki? Apa kalian suka bertengkar?” tanya Suri, dia sedang merebahkan tubuhnya. Kamar Elizah terasa begitu nyaman. Sementara Sofi, dia memainkan ponselnya saling berhadapan dengan Elizah.
“Sesekali kami ribut,” kata Elizah.
Sofi tersenyum. “Elizah, apa mas Natta sudah punya pacar?” Tanyanya menyeletuk, membuat Suri mendekat penasaran.
Elizah terdiam, kenapa dia tidak memikirkan itu?
“Aku nggak tahu,” kata Elizah jujur.
“Masa kamu nggak tahu.” Suri cemberut.
“Kira-kira perempuan seperti apa yang diidamkan mas Natta, ya?” Sofi senyum-senyum dan Elizah memperhatikannya.
“Sofi, kalau kamu tahu aku sama mas Natta itu suami istri gimana?” Gumamnya dalam hati.
“Kamu pasti pernah kan melihat mas Natta teleponan sama perempuan? Itu juga kalau dia punya pacar.” Suri saling melirik dengan Sofi.
Elizah diam, mengingat-ingat. Dia tidak pernah melihatnya Karena risih ditanyai terus perihal Natta, Elizah turun menjauh.
“Aku nggak tahu, Sur. Jangan tanya-tanya mas Natta terus ah, ayo keluar saja.” Elizah berlalu dan dua gadis itu menyusulnya. Mereka mendekati Natta dan Adit.
“Ayo, Mas. Pulang.” Sofi menyeru.
“Aku masih ngobrol sama Mas Natta. Kamu aja duluan,” katanya dan Natta mendelik.
“Sebaiknya kalian semua pulang. Besok kita harus bekerja, aku dan Elizah ingin cepat-cepat istirahat.” Natta mengusir dengan halus dan melirik Elizah.
“Iya, betul. Ayo pulang,” ajak Suri dan Adit pun mengalah.
Suri berhenti ketika melihat foto Natta ketika kecil, usianya baru 8 tahun dalam foto tersebut.
“Ini Mas Natta waktu kecil. Kenapa foto Elizah nggak ada?” Suri iseng bertanya.
Natta menyambar fotonya, dia dan Elizah bingung harus menjawab apa.
“Pasti ada juga kan foto Elizah kecil? Aku mau lihat,” kata Adit antusias dan Natta sangat ingin menampar mulut lemes laki-laki ini.
“Iya ada, tapi di HP.” Natta beralasan tapi Adit bersikeras ingin melihat. Elizah memijit pelipisnya pening.
“Aku juga mau lihat, Mas.” Sofi mendekat dengan gerakan lembut.
Karena Natta tidak mau mereka lebih lama ada di rumahnya. Ia terpaksa membuka ponsel, memperlihatkan dirinya ketika kecil sedang berfoto dengan seorang anak perempuan.
“Ih, Elizah lucu banget.” Suri tertawa dan Elizah tidak bereaksi karena dia sendiri tak tahu foto siapa yang diperlihatkan Natta.
“Sudah sini.” Natta merebut ponselnya dan Elizah lekas mengajak Suri pergi.
Setelah mereka semua pergi, Elizah mendekati Natta..
“Mas, kenapa harus bohong lagi? Kamu kasih lihat foto siapa itu?” tanyanya penasaran.
“Kamu mau aku bagaimana? Mau aku memelukmu di depan mereka semua dan menyeru lantang kalau kita suami-istri?” kesal Natta membuat Elizah terdiam, “setidaknya mereka diam. Aku pusing karena teman-temanmu itu banyak sekali bertanya.”
Elizah terlihat murung karena Natta memarahinya.
“ Tapi kamu tidak perlu berbohong sampai separah ini. Kita akan kesulitan nanti,” balas Elizah dan Natta kesal, ia merasa Elizah menyalahkannya..
“Seandainya sedari awal kamu jujur. Mungkin kita tidak akan terus berbohong,” lugasnya dan Elizah menunduk sedih. “Kita juga tidak memiliki bukti kalaupun kita jujur, kita tidak membawa surat yang kita tandatangani ketika menikah, foto juga tidak ada. Seandainya kita mengakui ikatan pernikahan, kita akan dianggap mengada-ngada,” sambungnya dan Elizah kembali menatap.
“Elizah, aku juga tak mau semua orang melihatmu dengan rendah seperti di tempat tinggalmu. Jika ada masalah, akan segera aku selesaikan,” katanya lagi begitu yakin.
Elizah hanya diam saja terus memandanginya.
Tangan Natta berayun lembut ke pucuk kepala istrinya. “Kita jalani saja dulu, untuk nanti gimana nanti. Sekarang, tidur, kamu pasti capek.”
Elizah mengangguk, menurutinya. Di dalam kamarnya, Elizah merasa gelisah, sosok Ali terus mengisi pikirannya.
Paginya, Natta dan Elizah keluar. Elizah berjalan di hadapan Natta, ia menuruni tangga tanpa melihat barisan anak tangga.. Elizah terkesiap ketika tubuhnya nyaris terjatuh membanting lantai tapi Natta yang cekatan menarik pinggangnya. Menariknya ke dalam pelukannya.
“Kamu kenapa, Eli? Sejak tadi aku perhatikan kamu selalu saja ceroboh.” Natta mengomel dengan posisi tidak berubah.
Elizah langsung meronta, melepaskan diri. Natta menyapu sekeliling, takut ada yang melihat.
“Aku nggak apa-apa,” katanya dan menunduk. Melihat tali sepatunya lepas, itu yang membuatnya hampir saja terjatuh.
Elizah akan membungkuk tapi Natta menarik bahunya. Dia lebih dulu berjongkok, dengan sigap membetulkan ikatan tali sepatu istrinya. Elizah mengamati dengan teliti. Kenapa baru dia sadari, bahwa suaminya memang tampan sekali. Pantas saja Sofi dan Suri saling berebut agar bisa mendapatkan perhatian Natta.
Kebetulan, Sofi dan Adit turun melihat apa yang sedang dilakukan Natta.
“Lihat mereka, adik kakak yang rukun. Seorang kakak yang selalu mengayomi adiknya, tidak seperti kamu!” kata Sofi dan diakhiri dengan menyikut dada kakaknya. Adit cemberut, mereka kembali melangkah.
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya