Arkan Pratama, putra kedua dari pasangan Azel dan Renata. Dia adalah anak tengah yang keberadaannya seringkali di abaikan oleh mereka. Tidak seperti kakak dan adiknya yang mendapatkan kasih sayang dan perlakuan yang berbeda dari orang tuanya. Hingga....
Penasaran?
Akankah Arkan mendapatkan kasih sayang dari keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurFitriAnisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alone 26
“Arhan... tidak...”
“Jangan buat Abang takut... Arhan....”
“Tidak, Arhan... kamu kenapa? Arkan ada apa dengan Arhan?” Tanya Shalwa yang cemas melihat kondisi Arhan saat ini.
“Bang... aku benar-benar minta maaf....” Ujar Arhan tersengal dengan suara yang mulai memberat.
“Aku tidak tahu... jika Abang adalah kekasih Shalwa waktu itu....”
“Tidak! Tidak perlu minta maaf, itu sudah berlalu dan semua sudah berubah, Arhan....” Ujar Arkan di iringi isak tangis.
“Abang sudah bahagia dengan kehidupan Abang sekarang, dan Shalwa sudah bahagia bersama mu. Tak ada lagi yang perlu di maafkan, kita sudah memiliki hidup masing-masing.” Tambahnya memeluk sang adik.
Tak ada jawaban dari Arhan. Arhan terlihat sangat kesakitan, hingga tak bisa mengeluarkan suara lagi.
“Arkan... tolong Arhan....” Pinta Shalwa yang tak tega melihat kondisi kekasihnya tiba-tiba memburuk.
“Ada apa Shalwa? Kenapa dengar Arhan?” Tanya Renata yang baru tiba.
“Arkan ada apa dengan adikmu, mengapa dia terlihat begitu kesakitan seperti ini?” Tanya Renata yang melihat kondisi Arhan saat ini.
Arkan menarik lalu menghembuskan nafas panjang.
“Arkan, tenangkan dirimu. Hal seperti ini sudah biasa terjadi.” Batin Arkan menenangkan dirinya sendiri.
“Bunda, Shalwa, tunggulah di luar. Arhan akan baik-baik saja.” Ujar Arkan bersiap menyelamatkan Arhan.
“Baiklah, ibu percaya padamu.” Ujar Renata sambil menarik Shalwa ke luar.
Arkan segera memeriksa kondisi Arhan dan menyuntikkan cairan obat penenang ke dalam infusnya. Setelah memastikan kondisi Arhan yang semuanya baik-baik saja. Arkan keluar ruangan dan membiarkan adiknya beristirahat.
“Arkan, bagaimana keadaan adikmu?” Tanya Renata begitu melihat Arkan keluar.
“Arhan sudah baik-baik saja, sekarang dia sedang istirahat tolong jangan di ganggu dulu.”Jawab Arkan.
“Sungguh?” Tanya Renata yang meragukan jawaban dari Arkan.
“Ya, Bunda.” Jawab Arkan singkat dan melangkah pergi.
Arkan meniggalkan ibunya dan Shalwa di depan ruangan Arhan, lalu dirinya pergi mencari Ara. Arkan merasa bersalah karena sudah membentaknya tadi.
“Dokter Ara....” Panggil Arkan yang melihat Ara berjalan di lorong rumah sakit.
Ara sama sekali tidak menoleh dan tetap melanjutkan langkahnya, seolah tidak mendengar apa-apa. Melihat itu, Arkan segera mengejar Ara dan berdiri di depannya.
“Maafkan aku... aku merasa bersalah karena sudah membentak mu tadi.” Ujar Arkan.
“Ya.” Balas Ara dingin.
“Kamu tadi minta tolong untuk apa? Aku akan membantu, katakan lah!”
“Sudah ada yang membantuku.” Ketus Ara.
“Siapa?”
“Dokter Ikhsan.”
“Dokter Ara, bukankah saya sudah meminta mu untuk pulang?” Ujar Ikhsan dari arah belakang Ara.
“Iya, saya hanya mau pergi ke bagian farmasi sebentar, setelah itu saya akan pulang.” Jawab Ara.
“Saya akan mengantar Anda pulang. Supaya jahitannya tidak lepas saat Anda mengendarai mobil.” Ujar Ikhsan menawarkan diri.
“Memangnya ada apa dengan Dokter Ara?” Tanya Arkan bingung.
“Tumit Dokter Ara terluka cukup dalam, jadi aku membantu menjahitnya tadi.” Jawab Ikhsan.
“Coba saya periksa.” Ujar Arkan, dan reflek berjongkok dan hendak membuka sepatu Ara.
“Apa yang mau kamu periksa?” Tanya Ara sambil menarik kakinya menjauh.
“Tentu saja aku mau memeriksa lukamu!” Tegas Arkan.
“Aku sudah mengobatinya.” Ujar Ikhsan.
Arkan tak memperdulikan perkataan Ikhsan, dan terus berusaha meraih kaki Ara yang terus bergerak mundur.
“Dokter Ara, aku hanya ingin memeriksanya saja.” Ujar Arkan.
“Tidak perlu! Dokter Ikhsan sudah melakukannya. Awas minggir jangan menghalangi jalan ku!”
“Baiklah, karena Dokter Ikhsan sudah menolong mengobati lukamu, jadi biar saya yang menolong mengantarmu pulang.” Ujar Arkan menyerah.
“Arkan, tidak bisa begitu. Saya duluan yang mengatakan mau mengantar Dokter Ara pulang.” Ujar Ikhsan.
“Yak! Ikhsan, kau tidak boleh serakah. Pokonya saya yang akan mengantar Dokter Ara pulang titik!”
“Tidak bisa, saya yang akan mengantarnya!”
“Saya!”
“Saya!”
“Saya!”
Ujar Arkan dan Ikhsan secara bergantian, sebab tak ada yang ingin mengalah.
“Papa...!” Teriak Rafi berlari ke arah Arkan.
Arkan menangkap dan menggendong tubuh mungil Rafi yang berlari ke arahnya. Tiba-tiba Arkan terpikirkan sebuah cara agar dirinya yang mengantar Ara pulang, begitu melihat Rafi.
“Rafi mau ikut Papa mengantar ibu tirimu pulang?” Ujar Arkan sambil tersenyum.
“Ya!” Jawab Rafi mengangguk antusias.
“Yak! Sejak kapan saja jadi ibu tiri, heoh?” Ujar Ara tak terima.
“Cie... yang merasa jadi ibu tiri.” Goda Arkan.
“Ibu tiri yang kejam, hihihi.” Celetuk Rafi terkikik.
“Benar sekali.” Ujar Arkan setuju.
...ℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱℱ...
tapi syukur deh, semoga dengan mimpi itu sang ayah bisa merubah sikap nya sama Arkan
dan buat bunda jangan hanya bisa menyalahkan saja kau juga sama 🤧
duh kalau Arif tau pasti nyesel banget itu, Arkan udah berkorban buat dia
arkan selalu sendiri padahal memiliki keluarga yang lengkap