"Gue menang taruhan! Gue berhasil dapatkan Wulan!"
Wulan tak mengira dia hanyalah korban taruhan cinta dari Alvero.
Hidupnya yang serba kekurangan, membuat dia bertekad menjadi atletik renang. Tapi semua tak semudah itu saat dia tidak terpilih menjadi kandidat di sebuah event besar Internasional.
Hingga akhirnya seluruh hidupnya terbalik saat sebuah kenyataan besar terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
"Itu siapa? Cantik banget."
Wulan melangkahkan kakinya melewati gerbang sekolahnya. Baru beberapa langkah saja teman-temannya sudah membicarakannya. Sebenarnya dia masih belum percaya diri dengan penampilannya yang sekarang.
Melihat Wulan yang berjalan sendiri, Alvero berlari menghampirinya dan berjalan di dekatnya. "Wulan, aku sudah dengar semuanya dari Ares. Selamat ya, kamu akhirnya kembali pada kedua orang tua kamu."
Wulan menghentikan langkahnya dan menatap Alvero. "Itu berarti kita hanya saudara."
Alvero tersenyum kecil. "Iya, nenek kita yang bersaudara. Udah jauh. Kan tidak apa-apa antar sepupu menjalin hubungan."
Wulan tak menimpali perkataan Alvero. Dia kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Alvero.
Tapi Alvero tetap kekeh mengikutinya. "Sepertinya kamu memang sangat membenciku sekarang. Aku benar-benar minta maaf. Kita bisa mulai hubungan kita lagi dari awal."
"Nggak! Bagiku sekali pembohong tetap pembohong," tolak Wulan dengan tegas.
"Tapi aku gak bohong tentang perasanku sama kamu."
Wulan berdengus kesal karena Alvero masih saja mengikutinya.
"Wulan!" Alvero menahan tangan Wulan. "Jangan menghindar dariku terus."
Wulan terpaksa menghentikan langkah kakinya. Bukan Alvero yang kini dilihat Wulan, melainkan Antares dan Adara yang datang secara bersamaan. Dia juga melihat Antares yang memasangkan plester luka di kaki Adara.
"Kalau kakak kamu berbuat ulah lagi, bilang sama aku. Aku akan beri dia pelajaran biar dia tidak mengganggu kamu." Kemudian Antares membantu Adara berdiri. Mereka kini menatap Wulan yang berjalan mendekat.
Wulan dan Adara saling bertatapan. Tentu saja penampilan Wulan telah berubah total. Dia sekarang menjadi anak seorang konglomerat dan terlihat cantik.
"Kak Riki ganggu kamu?" tanya Wulan.
Adara hanya terdiam. Dia tak menjawab pertanyaan itu.
"Kamu lawan aja. Dia memang kayak gitu. Dia gak ada kapoknya ganggu terus."
"Iya, gak papa kok," kata Adara singkat. Kemudian dia berjalan meninggalkan Wulan.
Wulan kini hanya menatap Antares yang melewatinya begitu saja. "Sebenarnya apa sih salahku?" gumam Wulan.
Tapi gumaman itu bisa ditangkap oleh telinga Alvero. "Kamu gak usah bingung sama Ares. Dia memang kayak gitu. Dia udah biasa hidup sama Ara sejak bayi, pasti dia masih belum bisa menerima kamu sepenuhnya menjadi adik kandungnya. Tapi aku yakin dia juga sayang sama kamu."
Wulan tak menimpali perkataan Alvero. Haruskah dia percaya dengan perkataan Alvero itu?,
"Gue dengar ada anak yang tertukar nih!"
Baru saja Adara duduk di tempat duduknya, Chika sudah menyambutnya dengan gosip hangat yang beredar.
"Enak sekali hidupnya selama 18 tahun menumpang jadi anak orang kaya."
Adara hanya mengepalkan tangannya. Dia berusaha untuk tidak mendengar itu semua tapi tidak bisa.
"Apa yang lo bilang! Ini kan bukan salah Ara! Dia juga gak tahu yang sebenarnya!" bela Raya pada Adara.
Adara berdiri dan menatap Raya. "Apa yang dikatakan Chika memang benar. Gue yang gak tahu diri numpang di rumah orang kaya dan merasakan hidup enak selama 18 tahun!" Kemudian Adara berlari keluar dari kelas.
"Ara! Kamu mau kemana?" Wulan menyusul langkah Adara tapi berhenti karena guru mata pelajaran hari itu sudah datang. Akhirnya dia kembali masuk dan duduk di bangkunya.
...***...
Adara kini duduk di atap gedung sekolah sambil memeluk kakinya sendiri. Dia berusaha meredakan tangisnya tapi air mata itu tetap saja mengalir.
"Kenapa aku cengeng gini! Aku gak bisa kuat seperti Wulan!" Adara menghapus asal air mata di pipinya meskipun akhirnya pipi itu akan kembali basah.
"Ara ...."
Mendengar suara itu, seketika Adara mendongak. Dia menatap Antares yang berdiri di dekatnya. "Kak Ares kenapa bisa ada di sini?"
"Raya yang beritahu aku kalau kamu keluar kelas dan belum kembali sampai pelajaran dimulai."
"Raya?" Adara kembali meluruskan pandangannya. Sebenarnya dia sangat merindukan saat bersama Raya, tapi kejadian Raya bersama Lukas membuat kebersamaan itu hancur.
Kemudian Antares duduk di sebelah Adara. "Hari ini kamu mau bolos di jam pertama? Oke, aku temani."
"Gak usah. Kak Ares masuk saja ke kelas. Aku tuh bukan adik Kak Ares lagi, udah gak usah terlalu dijaga."
"Aku udah janji sama kamu untuk selalu menemani kamu."
"Kan ada Wulan yang harus Kak Ares temani. Dia adik Kak Ares yang sebenarnya."
"Aku masih belum bisa menerima dia. Rasanya sangat canggung sekali. Tapi aku tidak membenci dia, bagaimanapun juga semua ini bukan salah dia."
Adara tersenyum kecil. "Dari dulu sifat Kak Ares ini kaku. Pantas belum punya cewek."
"Iya. Aku gak bisa jatuh cinta sama cewek lain selain satu cewek."
Seketika Adara menatap Antares. "Siapa?"
Antares menatap kedua mata Adara yang terlihat sembab. Apakah ini saatnya dia mengatakan perasaan yang sebenarnya?
"Kamu ...."
Ares pasti bisa meraih hatinya Ara