Fatin Trias Salsabila seorang desainer muda yang memulai karirnya dengan kemampuan otodidatnya. Fatin yang mengenyam pendidikan di pesantren selama 6 tahun, namun tidak menghalangi bakatnya dalam menggambar desain baju muslimah. Dari kecil ia memang sangat suka menggambar.
Berangkat dari keluarga yang terpandang. Namun Fatin tidak ingin identitasnya diketahui banyak orang. Karena ia tidak mau dianggap sebagai aji mumpung.
Ia mulai sukses saat dia mulai mengirimkan beberapa gambarnya melalui email ke beberapa perusahaan besar di luar Negeri yang menggeluti fashion muslimah. Beberapa tahun kemudian ia pun resmi menjadi seorang desainer muda yang berbakat.
Zaki Ferdinan Abraham, seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang fashion. Zaki dan Fatin bertemu di acara perhelatan desainer Muslimah se Asia. Dan dari situlah awal cerita mereka dimulai. Tidak hanya Zaki, ada sepupu Zaki yang juga akan menjadi saingannya nanti. Siapakah yang akan menjadi pendamping Fatin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lucu
Fatin segera menyingkap gaunnya dan berlari ke kamar mandi. Ia melepas gaun tersebut di kamar mandi tapi ia lupa tidak membawa baju gantinya.
"Duh gimana nih! Masa' iya dipakai lagi buat ambil baju?"
Fatin pun sedikit membuka pintu kamar mandi, ia mengintip keadaan di luar.
"Em... Papinya Fania!"
Zaki menoleh ke sumber suara.
"Dia panggil apa? Papinya Fania? Huh... lucu sekali." Batin Zaki.
"Apa kamu memanggilku?"
"I-iya."
"Ada apa?"
"Tolong ambilkan baju gantiku di atas sofa!"
"Oke."
Fatin menjulurkan tangannya ke luar. Zaki memberikan baju gantinya.
"Terima kasih."
"Iya."
Fatin pun berganti baju. Baju yang ia pakai adalah baju setelan piama. Ia masih memakai inner yang menutup kepalanya. Fatin membawa keluar gaun pengantinnya dan meletakkannya di atas sofa.
"Aku mau shalat isyak." Ujar Zaki.
"Em iya silahkan! Maaf saya belum bisa shalat."
"What? Apa maksudnya dia sedang datang bulan?" Batin Zaki.
Tanpa bertanya, Zaki pun segera shalat. Sedangkan Fatin, ia duduk di atas tempat tidur. Tidak sengaja ia memperhatikan suaminya yang sedang shalat.
Fatin memijat kakinya yang terasa pegal karena terlalu lama berdiri. Ia tidak sadar jika suaminya sudah selesai shalat dan sedang memperhatikannya.
"Kenapa dengan kakimu?"
"Pegal."
"Oh..."
"Oh doang? Kirain mau dipijati." Batin Fatin.
"Kalau mau dipijat bilang saja!" Ujar Zaki seraya mendekatinya.
"Ya ampun dia bisa baca pikiran orang ya?"
"Eh nggak, nggak usah Tuan."
Fatin menghalangi kakinya dengan kedua tangannya.
"Sekali lagi kamu memanggilku Tuan, aku akan menghukum-mu!" Gertak Zaki.
Ia duduk tepat di depan kaki Fatin. Fatin menyingkirkan kakinya.
"Kemarikan kakimu!"
"Ti-tidak usah."
Tanpa aba-aba Zaki meletakkan kaki Fatin ke atas pangkuannya. Lalu ia memijat lembut kaki Fatin.
Fatin terkejut dengan perlakuan suaminya. Ia tidak menyangka suaminya akan setanggap itu.
"Bukankah anda juga capek?"
"Biasakan mulai saat ini panggilnya aku-kamu. Kita sudah suami istri akan aneh kedengarannya kalau kamu tetap memanggilku anda."
"He'em..."
"Enak juga pijatannya, apa selain jadi pengusaha dia juga jadi tukang pijat?"
"Apa dalam ajaran agama kita jika berdua dengan suami harus memakai penutup kepala?" Sindir Zaki.
Fatin spontan menjawab.
"Tidak-lah, suami istri sudah halal. Jangankan penutup kepala, tidak pakai baju pun sudah halal. Ups...." Fatin belum ngeh kalau yang Zaki maksud adalah dirinya.
"Begitu ya? Terus kenapa kamu masih menutup kepalamu, Hem?"
"Eh ini... ah iya maaf aku belum terbiasa."
"Belajar dibiasakan."
"Iya M-mas."
Zaki tersenyum dalam hati mendengar panggilan Fatin kepadanya.
"Sudah cukup, pegalnya sudah hilang. Terima kasih sudah dipijati Mas."
"Hem.. "
Zaki beranjak dan naik ke atas tempat tidur. Ia berbaring di samping Fatin. Fatin membuka inner ninja yang menutup kepalanya. Terlihat rambut panjang nan tebal dicemol rapi. Ia meletakkan inner di dalam nakas. Zaki menoleh ke samping. Matanya tak berkedip seperkian detik melihat pemandangan indah di depannya. Leher jenjang nan putih mulus seakan melambai-lambai.
Fatin menarik selimut dan menaruh guling di tengah-tengah sebagai pembatas antara mereka. Fatin pintar mengendalikan dirinya yang sebenarnya saat ini sedang panas dingin di dekat seorang laki-laki selain keluarganya.
"Selamat tidur Mas."
"Hem.. selamat tidur."
Meski begitu Fatin tidur miring menghadap suaminya. Zaki mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur. Samar-samar Zaki meandangi wajah istrinya. Fatin sudah bernafas dengan teratur, sepertinya dia sudah terlelap dalam tidurnya. Sedangkan Zaki, ia justru tidak bisa tidur. Dangan iseng Zaki menyingkirkan guling tersebut ke pinggir.
"Aku tidak tahu sebenarnya kamu menerimaku atau tidak. Tapi aku akan berusaha untuk membuatmu nyaman di sampingku.Kamu wanita unik yang baru aku temui. Jika kebanyakan dari mereka berlomba-lomba ingin dekat denganku bahkan ingin aku sentuh. Tapi beda halnya dengan kamu. Benar kata Abi sebenarnya kamu ini manja, tapi kamu kadang sok dewasa. Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan."
Zaki menyingkirkan poni Fatin yang menutupi separuh wajahnya. Tanpa sadar tangan Fatin bergerak dan menyentuh dada Zaki.
"Ya Allah, kuatkan hamba." Lirih Zaki.
Dengan keinginan yang kuat, Zaki pun berusaha memejamkan mata sambil mendekap istrinya dalam pelukannya. Akhirnya Zaki bisa tidur juga.
Jam 4 shubuh, alarm Zaki berdering. Namun ia masih setia dalam mimpinya. Berbeda halnya dengan Fatin, ia justru terusik karena mendengar suara berisik alarm. Aroma maskulin menyeruak penciuman Fatin membuatnya semakin mendekap tubuh Zaki. Ia belum sadar jika saat ini ia tengah memeluk suaminya, matanya pun masih terpejam. Namun saat Zaki batuk dua kali, sontak mata Fatin terbuka. Ia mendongak ke atas dan melihat wajah suaminya.
"Astagfirullah..." Sontak Fatin menjauhkan tubuhnya dari Zaki. Ia beranjak dari kasur. Ia lupa kalau dirinya sudah menjadi seorang istri. Ia menyalakan lampu kamar.
"Ah iya, aku sudah menikah." Lirihnya. Ia memeriksa bagian tubuhnya. Bajunya msih lengkap.
"Alhamdulillah masih aman."
Karena merasa silau, Zaki pun terbangun.
"Sudah Shubuh ya?"
"I-ya sudah Mas. Alarmnya dari tadi sudah bunyi."
Zaki beranjak dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu'. Setelah itu ia shalat Shubuh. Fatin pun masuk ke kamar mandi. Dia memang sudah tidak memakai pembalut karena sudah datang bulan selama lima hari, dan besok sudah akan suci dari haid.
Fatin pun keluar dari kamar mandi dengan wajah yang segar dan bau yang wangi.
"Istriku, kemarilah..." Zaki memanggilnya. Saat ini ia tengah duduk di sofa.
Fatin menghampiri suaminya.
"Duduklah!"
Fatin menurutinya.
"Kenapa duduknya jauh sekali? Kamu takut aku gigit?"
"Bu-bukan begitu." Fatin pun mendekat.
"Aku minta maaf jika aku sudah memaksa membawamu dalam keadaan ini. Aku tahu kamu masih ingin berkarir, aku tidak akan melarang hal itu. Justru aku akan mendukungmu. Dan Jika kamu masih belum bisa menerimaku, aku akan bersabar."
"Mas, aku memang belum siap menjadi seorang istri. Tapi aku menerima jalan hidupku karena mungkin ini adalah takdir dari Allah. Tolong maklumi jika nantinya aku masih bersikap kekanakan."
"Bukan demi Fania?"
Fatin tersenyum dan menggelengkan kepala sambil menunduk malu.
"Kamu juga terpaksa kan, memilih aku? Karena Fania dan desakan Ibumu?"
Zaki dibuat terkejut dengan tuduhan istrinya. Wanita di depannya ini memang sangat ekspresif. Dia akan mengatakan apa yang ada di hatinya meski terkesan malu-malu.
"Ehm... salah!"
Fatin mendongak.
"Tatap mataku!"
Fatin justru mengalihkan pandangannya. Zaki memegang kepala Fatin dengan kedua tangannya. Kini Fatin menatap mata Zaki.
"Kamu adalah satu-satunya wanita yang bisa mengusik ketenangan ku. Kamu adalah satu-satunya wanita yang bisa menggugah hatiku untuk kembali ke jalan yang benar. Dan kamu adalah satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi. "
Fatin tidak menemukan kebohongan di mata suaminya. Ia pun mengangguk paham.
" Tapi Dinar...."
"Ck... jangan bahas dia saat ini atau kapan pun."
"Mas, tanganmu dingin."
"Hem... tubuhku juga dingin." Goda Zaki.
Fatin ingin beranjak dari sofa tersebut namun Zaki menarik tangannya. Dan Fatin pun jatuh ke pangkuannya.
Bersambung.....
...****************...