Linka tidak menyangka jika pernikahannya dengan kekasihnya Dilan yang awalnya sudah direncanakan matang harus berakhir dengan kepedihan. Ia terima harus terima nasibnya untuk menikah dengan pria tua karena menggantikan sepupunya Tiara yang menolak perjodohan itu.
Yang lebih menyakitkan lagi yaitu sepupunya memaksa ibunya untuk menikahinya dengan mempelai pengantin pria yang merupakan calon suaminya Linka.
"Aku tidak akan menikahi pria tua yang ayah jodohkan padaku," tolak Tiara.
"Tapi, pria itu adalah lelaki kaya yang akan membuat hidupmu bahagia. Lagipula ia tidak akan hidup lama dan kau hanya mengambil semua warisan yang ditinggalkannya," ucap nyonya Widia.
"Bagaimana kelanjutan cerita ini. Apakah Linka harus menerima pengantin pria yang merupakan calon suami sepupunya ataukah ia harus kabur dari pernikahan itu?"
"Ikuti ceritanya sampai habis...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Pengakuan
Sidang kembali digelar di pengadilan negeri Jakarta Selatan. Linka tidak mau menyerah begitu saja pada tuntutan putri presiden untuk ganti rugi akan gaun pengantinnya yang sudah ditiru oleh desainer lain.
Itulah perjanjian antara Linka dan setiap kliennya menyangkut gaun pengantin yang harganya selangit itu.
Nina melirik Linka yang masih tetap tenang walaupun pengacaranya hampir berhasil memenangkan perkara ini.
"Apakah saudara Linka bersedia membayar ganti rugi pada saudara Nina?" tanya Hakim di akhir perdebatan yang menegangkan hari itu.
"Saya tidak tahu seperti apa gaun tiruan itu, yang mulia. Saya akan membayar ganti rugi pada saudara Nina jika saudara Nina mendatangkan saksi dan juga alat bukti berupa gaun tiruan itu," ucap Linka tegas di kursi panasnya bersanding dengan Nina yang duduk di seberangnya.
"Saya yang akan menjadi saksinya," ucap Wulan yang datang dari belakang dengan kulit yang kembali sehat setelah diobati oleh orang-orang Edgar yang bekerja di klinik kecantikan.
Semuanya menengok ke belakang melihat Wulan yang berjalan lurus ke depan tanpa melihat putri presiden dan lainnya. Putri presiden begitu girang karena Wulan akhirnya mau bersaksi untuknya.
Semua peserta sidang melihat ke arah Wulan begitu juga Linka dan kedua stafnya sekertaris Fatin dan Vie saat Wulan melewati dua wanita cantik itu yang sedang bertikai.
"Mampus kau Linka...! Akhirnya uang dua miliar itu sebentar lagi akan berada di tanganku," batin Nina penuh kemenangan.
"Silahkan memberikan kesaksian anda, saksi...!" pinta bapak hakim setelah mengambil sumpah di depan podium untuk bersaksi yang sebenarnya.
"Siapa nama anda? profesi anda dan apa hubungan anda dengan saudara Nina sebagai penggugat dan juga saudara Linka sebagai tergugat.
"Nama saya Wulandari. Profesi saya sebagai desainer dan hubungan saya dengan saudara Nina adalah teman. Saya tidak kenal dekat dengan saudara Linka," jawab Wulan sesuai pertanyaan pak Hakim.
"Bagaimana anda bisa memiliki gaun pengantin yang sama seperti milik nona Linka? Apakah itu hasil pemikiran anda atau anda sengaja meniru milik nona Linka?" tanya pak hakim.
Nina merasa akan memenangkan perkara ini karena ia sudah mengatur segalanya agar Wulan bersaksi sesuai dengan arahannya sebelum Wulan di culik oleh anak buahnya Edgar.
Wulan melihat ke arah Nina sebelum menjawab pertanyaan hakim. Melihat wajah Nina yang sumringah seakan sedang memberikan semangat padanya, Wulan tampak mulai muak dengan gadis manja itu yang selalu mengancam dirinya dan menjanjikan dirinya membangun butik mewah untuknya jika dia berhasil memenangkan perkara itu.
"Saudara Wulan. Silahkan menjawab pertanyaan saya...!" pinta bapak hakim sekali lagi.
"Maaf yang mulia. Saya sebenarnya di suruh oleh saudara Nina sendiri yang mendatangi saya dengan memperlihatkan foto yang dia ambil dari ruang menjahit di perusahaan Linka," ucap Wulan membuat suasana menjadi riuh dan Nina langsung berdiri menatap tajam Wulan.
"Tidak benar yang mulia. Dia berbohong. Wulan. Kamu tahu siapa aku, bukan? Mana mungkin aku melakukan hal menjijikan itu?" geram Nina.
Linka dan kedua stafnya sedang memikirkan bagaimana bisa Nina mengambil foto pada gaun pengantin yang saat itu belum rampung pengerjaannya.
"Yah. Karena aku tahu siapa kamu maka aku tidak akan memberikan kesaksian palsu yang akan menghancurkan karir ku sebagai desainer. Aku punya bukti saat kamu mendatangiku dan meminta aku membuat gaun pengantin yang sama seperti milik Linka untuk pernikahanmu," ucap Wulan yang memang sengaja membuat rekaman obrolan dirinya dengan Nina untuk berjaga-jaga suatu waktu Nina akan mengkhianati dirinya.
"Kalau begitu. Perlihatkan video rekaman mu itu saudara saksi jika kamu memang memilikinya..!" pinta bapak hakim Agung Mulyo.
Dengan dibantu staf pengadilan, bukti milik Wulan ditampilkan di monitor yang ada di ruang sidang. Melihat tayangan itu, jantung Nina seakan ingin meledak dan ia sangat malu karena akal bulusnya ingin menipu Linka akhirnya ketahuan juga.
Saat Nina hendak melarikan diri dari ruang sidang, polisi langsung mengamankan Nina dan Linka hanya menarik sudut bibirnya sinis melihat Nina berhasil diamankan polisi sampai selesainya sidang. Pengacara Nina tidak bisa berbuat apa-apa saat ini karena bukti itu sangat memberatkan kliennya.
Nina terlalu mengandalkan nama besar ayahnya. Ia meminta dibuatkan gaun seharga dua miliar sementara ayahnya tidak bisa memberinya uang sebanyak itu.
Sementara calon suami Nina sendiri terlibat banyak hutang. Uang yang diberikan ayahnya untuk gaun pengantin sejumlah satu setengah miliar, Nina berikan kepada sang calon suami untuk membayar hutangnya. Itulah sebabnya ia memutar otak untuk mendapatkan uang dua miliar secara cuma-cuma dari Linka.
Sementara gaun pengantin rancangan Wulan memiliki bahan kualitas rendah yang mungkin harganya tidak mencapai 500 juta. Akhirnya persidangan itu dimenangkan oleh Linka.
Nama baik Linka dipulihkan oleh negara karena perusahaan yang dimilikinya membutuhkan citra yang baik oleh pemiliknya. Nina dijatuhi hukuman dua tahun penjara dengan denda 500 juta rupiah.
Ketok palu dari bapak hakim mengakhiri persidangan itu. Linka dan kedua sahabatnya itu akhirnya bernafas lega. Ketiganya keluar dari ruang persidangan. Ketika melewati Nina, Linka menatapnya dengan tersenyum remeh pada Nina.
"Kamu lihat bukan? Tidak selamanya nama besar ayahmu dapat menyelamatkan kamu dari hukum jika ada bukti dan saksi bisa berbalik untuk menjatuhkanmu.
Allah sangat adil hingga mudah bagiNya untuk menetapkan kebenaran hingga hakim sulit dipengaruhi karena pemilik hati kita adalah Allah SWT yang bisa membolak balikan hati kita sesuai kehendakNya," ucap Linka sambil mengebas kemeja putih yang dikenakan Nina di bagian pundaknya.
"Selamat menikmati hari-harimu dipenjara...! Semoga penjara bisa mengobati mentalmu yang sakit, putri presiden," lanjut Linka meninggalkan Nina yang dijaga ketat oleh dua orang polwan.
Saat Linka hendak melangkahkan kakinya menuju tempat parkir bersama kedua stafnya itu, Edgar menghampiri gadis cantik itu dengan mobilnya.
"Mau merayakan kemenanganmu bersamaku?" tawar Edgar dan Linka hanya melihat kedua sahabatnya yang ditatap Edgar dengan tajam agar tidak mengikuti mereka.
"Nona Linka bersenang-senang saja ya karena kami masih banyak pekerjaan di perusahaan," ucap sekertaris Fatin seraya menarik lengan Vie menuju mobil mereka.
"Tapi,...-"
Edgar turun dari mobilnya dan membukakan pintu untuk Linka yang tidak bisa protes.
"Silahkan masuk Linka..! Kamu butuh hiburan. Jangan terlalu meleburkan dirimu dalam pekerjaan karena waktu akan membuat wajahmu menjadi keriput..!" canda Edgar membuat Linka yang saat ini sedang bahagia hanya bisa tersenyum.
"Baiklah. Tapi jangan bawa aku ke kamar hotel, tuan Mafia...!" balas Linka membuat Edgar hanya bisa menyeringai.
Keduanya meninggalkan gedung pengadilan itu untuk mencari tempat yang bisa mereka datangi untuk membahas hubungan mereka. Wulan yang melihat Edgar secara visual merasa bahwa pria yang mengancamnya dan sempat menyiksanya tempo hari adalah Edgar.
"Apakah pria itu yang memaksaku tempo hari untuk menjadi saksi? Pantas saja dia begitu gigih menyiksaku hanya karena seorang Linka. Aku harus mencaritahu siapa pria tampan itu." Wulan menatap wajah Edgar saat masuk ke dalam mobilnya.
Nina sempat melihat wajah tampan Edgar yang tidak asing baginya sebelum dirinya masuk ke dalam mobil polisi.
"Kita lihat saja Linka...! Suatu hari nanti aku akan membalas mu," batin Nina yang merasa sangat kesal karena Wulan telah mengkhianatinya.
Sepanjang perjalanan, Linka hanya diam membisu membuat Edgar menjadi segan sendiri. Linka masih membangun pembatas dengan dirinya.
"Ya Allah. Dulu banyak perempuan yang rela ingin tidur denganku, tapi berada bersama Linka aku seperti sedang berhadapan dengan mendiang ratu Elisabeth," batin Edgar bingung memulai obrolan dengan Linka.
"Edgar. Aku....-"
"Linka. Aku...-"
Keduanya saling berucap dalam waktu bersamaan dan terkekeh bersama.
"Bicaralah...! Aku ingin mendengar suaramu, Linka. Aku sangat merindukanmu," ucap Edgar membuat wajah Linka bersemu merah.
"Aku...aku ...-" Linka begitu gugup ingin menyampaikan sesuatu pada Edgar yang menunggunya dengan penasaran.
"Kamu mau apa sayang, hmm?" gemas Edgar.